Teropongistana.com Sultra – Jaksa Agung Republik Indonesia, ST Burhanuddin dan jajarannya di Kejaksaan Agung, didesak segera menindak tegas oknum Jaksa yang berperilaku brutal dan biadab terhadap para wartawan di Kendari Sulawesi Tenggara (Sultra).
Sebanyak 5 orang jurnalis atau wartawan yang melakukan peliputan di Kejaksaan Negeri Kendari (Kejari Kendari) mengalami tindakan brutal dan biadab dari oknum Jaksa dan pegawai di sana.
Peristiwanya terjadi pada Selasa, 30 Mei 2023, sekira pukul 16.05 WITA. Lima jurnalis yang terdiri dari Edo yang merupakan jurnalis Edisi Indonesia.com, Muammar sebagai jurnalis Harian Publik, Naufal Fajrin sebagai jurnalis Tribunnews Sultra, dan Utta yang merupakan jurnalis Inews dan Mail Jurnalis Media Kendari sedang melakukan peliputan tentang adanya tahanan yang kabur atau dibiarkan melarikan diri dari sel tahanan.
Kelima jurnalis itu malah mengalami intimidasi, berupa perampasan henpon secara brutal, kemudian dipaksa menghapus foto-foto maupun video hasil peliputan.
Bahkan, henpon milik Edo Jurnalis Edisi Indonesia.com, dirampas oleh pegawai Kejaksaan Negeri Kendari, dan menghapus foto-foto dari henpon tersebut.
Dari penelusuran dan informasi yang dikumpulkan, aksi brutal dan biadab yang dialami para wartawan di Kendari itu dilakukan oleh oknum Jaksa fungsional berinisial BH (Bangga Hutabarat-Red) bersama pegawai Kejaksaan Negeri Kendari.
Dalam pernyataan sikapnya, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kendari, mengecam keras tindakan yang dilakukan oleh oknum Jaksa BH bersama pegawai Kejari Kendari itu.
Koordinator Divisi Advokasi Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kendari, La Ode Kasman Angkoso, menegaskan, tindakan oknum Jaksa BH dan pegawai Kejaksaan Negeri Kendari itu merupakan tindakan intimidatif yang sengaja dilakukan terhadap kelima jurnalis yang sedang melakukan kerja-kerja jurnalistik.
La Ode Kasman Angkoso menegaskan, tindakan intimidasi dan memaksa jurnalis menghapus rekaman video hasil liputannya merupakan tindakan menghalang-halangi kerja-kerja jurnalistik yang dilindungi undang-undang.
Dia merinci, Pasal 18 Ayat (1) UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dengan tegas menyebutkan, bahwa setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi kerja jurnalistik diancam pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp 500 juta.
Atas tindakan intimidatif yang dialami para jurnalis di Kendari itu, AJI Kendari menyatakan sikapnya.
“Mengecam keras intimidasi yang dilakukan Kejaksaan Negeri Kendari terhadap lima jurnalis di Kendari yang tengah meliput kaburnya tahanan Kejaksaan Negeri Kendari,” tutur La Ode Kasman Angkoso, dalam keterangan persnya, Rabu (31/05/2023).
Kemudian, meminta Kejaksaan Negeri Kendari untuk menghargai kerja-kerja jurnalistik dan menghormati kebebasan pers di Indonesia. Sebab, jurnalis dalam menjalankan tugasnya dilindungi oleh hukum sesuai Pasal 8 UU Pers Nomor 40 Tahun 1999.
Selanjutnya, tindakan oknum Jaksa Kejari Kendari dan pegawai Kejaksaan Negeri Kendari merupakan bentuk ancaman nyata terhadap kebebasan pers dan kerja jurnalistik di Kota Kendari.
“Mendesak Kejaksaan Agung, Kejakaan Tinggi, dan Kejaksaan Negeri Kendari untuk membina pegawai yang melakukan tindakan intimidasi terhadap lima jurnalis. Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga Negara, seperti pada Pasal 4 ayat 1 Undang-Undang Pers,” tandas La Ode Kasman Angkoso.
Sebelumnya, Noval jurnalis TribunnewsSultra mengaku, awalnya ia bersama sejumlah jurnalis lainnya tengah berada di Warung Mama Nur di bilangan Eks MTQ Kendari, tepat di samping kiri kantor Kejari Kendari. Mereka melihat keributan dan orang berlarian di kantor tersebut dan segera menyusul untuk mengecek situasi di sana.
“Kita langsung lari ke situ (kantor Kejari), sambil saya merekam. Tapi ada salah satu pegawai Kejari, ibu-ibu menggunakan pakaian pegawai Kejari Kendari langsung tarik henponku sambil bilang hapus gambarmu itu hapus, tapi saya tahan dan kami baku tarik-tarik henpon,” beber Noval.
Usai hp-nya hendak dirampas, Noval berusaha mempertahankan henpon miliknya yang saat itu sedang dalam posisi merekam (live).
“Terus berhasil ambil hp-ku, ibu itu langsung usir dan saya keluar mi. Saya sempat bilang saya dari media, tapi dia bilang saya tau ji, keluar mi. Dia minta suruh hapus foto semua, sementara saya posisi live saat itu,” ucapnya.
Tidak hanya Noval, Edo jurnalis Edisi Indonesia bersama Muamar jurnalis Harian Publik juga mendapat tindakan intimidasi dari sejumlah orang yang menggunakan pakaian pegawai Kejari Kendari.
Saat melakukan kerja-kerja jurnalistik, keduanya dihampiri beberapa pegawai Kejari Kendari dengan suara tinggi meminta keduanya menghapus gambar yang direkam.
“Awalnya kita lihat kejadian ribut di Kejari yang di depan rumah makan nusantara, setelah itu kita cek karena sudah ramai orang. Ternyata Kejari menangkap teman tahanan yang bantu tahanan kabur. Kami megikuti masuk ke dalam, setelah di dalam pihak Kejari sudah menutup akses masuk, mereka tanya ini dari mana, kita bilang wartawan dan mereka biarkan kami masuk,” kata Muamar.
Saat menggiring teman tahanan yang kabur ke dalam gedung, Muamar mengeluarkan hp untuk mengambil gambar. Tiba-tiba tiga pegawai Kejari menghampirinya.
“Mereka datangi saya sambil bilang jangan lakukan dokumentasi dan coba rampas hp tapi saya pertahankan. Mereka sudutkan dan sandarkan saya ditembok. Tidak lama ada satu orang pegawai itu orangnya tinggi kulitnya putih, datang tunjuk-tunjuk saya sambil marah-marah dan bilang jangan lakukan dokumentasi. Tapi saya bilang saya tidak akan lakukan karena selain memoriku penuh, tadi sudah dilarang juga,” cerita Muamar.
Setelahnya, Muamar digiring ke area depan pelayanan Kejari Kendari oleh seorang pegawai. Di sana, ia kembali didatangi pria tinggi berkulit putih tadi dan menanyakan kartu pers atau ID Card milik Muamar.
“Setelah itu datang yang marah-marah itu tadi, dia datang tanya id card-ku. Kebetulan saya tidak bawa karena ada di dalam jok motor, tidak sempat saya ambil karena kejadian mendadak. Tapi saya pake baju media ji dan dia ngotot minta id card dan saya mau ambil, tapi dia bilang tidak usah,” jelas Muamar.
Di sisi lain, Edo jurnalis Edisi Indonesia juga mendapat tindakan yang sama. Bahkan, hp milik Edo dirampas pegawai Kejari dan menghapus foto-foto kejadian di kantor tersebut.
Tidak hanya itu, dua jurnalis lain yakni Utta yang merupakan jurnalis Inews dan Mail jurnalis Media Kendari juga mendapat tindakan intimidasi.
Salah seorang pegawai Kejari Kendari bahkan meneriaki dan meminta Utta jurnalis Inews menghapus gambar di kameranya, saat tengah mengambil gambar.
Sementara, Kasi Penkum Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sultra, Dody dalam keterangan resminya mengaku telah melaporkan kejadian tersebut ke pada Pimpinannya.
“Tabe teman-teman media semuanya. Saya sudah sampaikan ke Pimpinan terkait yang teman-teman sampaikan di grup kita ini. Dimohon kiranya teman-teman untuk tenang dan sabar, karena Pimpinan akan melakukan klarifikasi terkait hal tersebut,” tulis Dody.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan lanjutan dari Kejaksaan Agung, dan Kejaksaan Negeri Kendari. (Irman)