TEROPONGISTANA.COM TANGERANG – Maraknya pembiaran Bangunan Liar (Bangli) yang ditempati untuk usaha berdiri diatas lahan pengairan sepanjang jalan Kecamatan Teluknaga Kabupaten Tangerang, membuat Pengamat Hukum Perizinan Yunihar angkat bicara.
Dikatakan, aktivitas tersebut jelas melanggar asas penataan ruang yang dimana mendirikan bangunan untuk tempat usaha tentu secara normatif tidak akan pernah mendapatkan izin dari pemerintah daerah. Sehingga, pelaku usaha jelas melanggar hukum.
“Bangli yang berdiri di lahan bantaran sungai jelas melanggar asas penataan ruang yang tidak memasuki kawasan diberikan izin oleh pemerintah daerah. Para pelaku usaha yang melakukan aktivitas disana tentu melanggar hukum,” ungkap Yunihar kepada wartawan, Senin (14/2/2022).
Yunihar membeberkan adanya bangli tersebut berdiri biasa nya ada sekelompok oknum atau perorangan yang seolah-olah mewakili atau mengatasnamakan masyarakat.
“Oknum ini kan tentunya mengambil manfaat dari pelanggaran hukum tersebut, ini marak terjadi di negara kita. Rusaknya tatanan peraturan kita karena banyaknya oknum yang tidak benar,” ujarnya.
Baca juga : Satlantas Polresta Tangerang Tilang 30 Truk ODOL
Kedua kata Yunihar adalah pembiaran yang dilakukan oleh pejabat dan pemerintah daerah mulai dari tingkat RT, RW, terus naik ketingkat Kepala Desa atau lurah sampai ke kecamatan dan dinas.
“Instrumen-intrumen pemerintah yang tugasnya mengawasi itu tidak bekerja secara optimal. Bukan berarti tidak mau bekerja terkadang juga oknum-oknum itu bekerja sebaliknya dengan cara melakukan upaya lobi-lobi, bisa membekingi dengan dalih atas nama masyarakat lah, kejaroan lah atau organisasi apa lah ini yang menurut saya menjadi masalah,” papar Yunihar.
“Sehingga pelanggaran-pelanggaran itu terlihatnya dibiarkan. Malah bukan terlihat lagi, faktanya memang dibiarkan,” sambungnya.
Yunihar pun berpendapat dengan pembiaran yang dilakukan instrumen pemerintah daerah bisa dikatakan bahwa mereka telah melakukan pelanggaran sebagaimana sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Dinatara lain tentang ASN, dan regulasi terkait di daerah tersebut.
“Kan sebagai ASN bekerja sesuai tupoksi nya, kalau tupoksi nya tidak dijalankan dalam hal ini misalnya ada pembiaran pembiaran pelanggaran dalam aktualisasi RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah), berarti aparat ataupun ASN tersebut telah melanggar kedisplinan.”
“Saya kira tentu dengan adanya pelanggaran tersebut mereka harus mendapatkan sanksi,” tandasnya.
Yunihar menambahkan khepala daerah sejatinya bisa langsung terjun ke lapangan kalau kondisi ny urgensi akibat maraknya Bangli di suatu wilayah.
“Dengan catatan intrumen atau struktur dibawahnya bekerja dengan tidak baik melakukan penindakan tegas saya kira perlu karena bagaimana pun kepala daerah harus bertanggung jawab karena merupakan pimpinan tertinggi di suatu wilayah,” kata Yunihar.
Jebolan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini menilai, penataan ruang di bantaran sungai sangat penting guna ketersediaan sarana ruang terbuka hijau dikawasan perkotaan tingkat polusi dan kepadatan penduduk nya sangat tinggi.
“Dibutuhkan kawasan terbuka hijau untuk menetralisir tingkat stres dari kemacetan dan kebisingan. Sehingga kawasan ruang terbuka hijau salah satu nya di bantaran sungai sangat diperlukan,” ujarnya.
Kemudian pelaku usaha yang melakukan kegiatan komersilnya di bantaran sungai, Yunihar menegaskan jika sangat bisa di jerat ke ranah pidana, karena mendirikan lahan diatas yang tidak berizin atau zona yang dilarang.
Selain itu, pemerinrah daerah mengalami kerugian berupa tidak mendapat income berupa retribusi guna kas Pendapatan Asli Daerah (PAD).
“Membangun saja tidak boleh apalagi melakukan aktivitas usaha dilahannya. Kalaupun ada, berarti ilegal kalau ilegal berarti pidana. Pemerintah daerah juga alami kerugian tidak mendapat income berupa retribusi untuk PAD. Yang ada paling preman atau oknum aparat mendapat jatah dari situ,” tegas Yunihar.
Sementara itu, Ketua Forum Masyarakat Tangerang Utara (Formatur) Dulamin Zhigo mengatakan bahwa Bangli tempat usaha yang berdiri diatas lahan pengairan milik negara di Kecamatan Teluknaga telah melanggar ketentuan UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
“Melanggar UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang jelas itu. Kenapa ? Karena berdiri diatas lahan milik negara tanpa izin,” ucap Zhigo kepada wartawan.
Lantas, Zhigo mempertanyakan kinerja pemerintah daerah selama ini yang terkesan membiarkan Bangli tetap berdiri selama belasan tahun.
“Dimana peran pemerintah daerah selama ini, ko gak ada tindakan tegas yang jelas-jelas melanggar peraturan,” tanya Zhigo dengan geram.
Ia memaparkan dalam ketentuan Pasal 61 UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang bahwa dalam pemanfaatan ruang setiap orang wajib menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan. Kemudian, lanjut Zhigo memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang berwenang.
“Kalau melanggar sanksi nya selain pembongkaran ada pidana nya juga itu,” tandasnya.