Menu

Mode Gelap
Tak Bisa Bayar Tunggakan, SMK Muhamadiyah 1 Rangkasbitung Diduga Segel Ijazah Alumni Aktivis Milenial Ingatkan Bahaya Adu Domba Masyarakat dan Aparat Usai di Rhesuffle, Ini Daftar Nama Menteri Kabinet Prabowo-Gibran Ada Insurtech Diduga Manipulasi Keuangan, OJK Diminta Audit Tuntas dan Sanksi Tegas Dapur Sekolah Menjamin Kesehatan dan Tepat Waktu Pelaksanaan MBG Permohonan Maaf Kepada Sdr Sabrina Irine Terkait Pemberitan yang Menyebut Namanya Sebagai Hipnoterapis

Daerah

Aktivis Milenial Ingatkan Bahaya Adu Domba Masyarakat dan Aparat


Foto: Koordinator Nasional HAM-I, Asep.
Perbesar

Foto: Koordinator Nasional HAM-I, Asep.

Teropongistana.com Jakarta – Ketegangan antara masyarakat dan aparat keamanan kembali menjadi sorotan publik setelah sejumlah aksi unjuk rasa berakhir ricuh dalam beberapa bulan terakhir. Himpunan Aktivis Milenial Indonesia (HAM-I) mengingatkan pentingnya menolak provokasi dan agitasi yang berpotensi membenturkan rakyat dengan aparat.

Koordinator Nasional HAM-I, Asep, menilai bentrokan hanya akan melahirkan kerugian kolektif, merusak kepercayaan, sekaligus mengancam kohesi sosial bangsa.

Menurutnya, peristiwa bentrok yang terjadi di sejumlah daerah harus menjadi pelajaran bersama bahwa provokasi dan agitasi hanya akan memancing konflik.

“Polarisasi sosial yang dibiarkan berlarut-larut itu bisa memicu spiral kekerasan. Jika masyarakat memandang aparat sebagai lawan, sementara aparat terpaksa mengambil langkah koersif, maka kepercayaan publik terhadap negara akan runtuh,” ujar Asep dalam pernyataan resminya, Rabu (17/9).

Meski begitu bahaya provokasi, lanjut Asep, pola bentrokan yang kerap muncul dalam demonstrasi seringkali tidak lahir murni dari aspirasi publik, tapi dipicu oleh provokasi pihakpihak tertentu. Ia mencontohkan, dalam beberapa aksi, eskalasi konflik kerap berawal dari tindakan segelintir orang yang melemparkan botol, membakar fasilitas, atau menyebarkan ujaran kebencian di media sosial.

“Inilah yang kita sebut agitasi: sebuah upaya memancing reaksi emosional agar aparat dan masyarakat saling berhadap-hadapan,” katanya.

Asep mengingatkan, dalam sejarah politik Indonesia, strategi adu domba semacam ini bukan hal baru. Provokasi dan adu domba antara publik sipil dan aparat hanya akan merusak citra bangsa dan memperlemah kepercayaan publik terhadap institusi negara.

“Dulu digunakan untuk melemahkan kekuatan rakyat, kini bisa dipakai untuk merusak legitimasi aparat. Jika masyarakat termakan provokasi, mereka tidak hanya kehilangan fokus pada isu utama, tetapi juga kehilangan kesempatan untuk menyampaikan aspirasi dengan bermartabat,” ujarnya.

Kacanggihan digital saat ini, sorot Asep, isu-isu yang beredar cepat di media sosial sering dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang berkepentingan untuk menyebarkan narasi adu domba. Pola agitasi semacam ini, menurutnya, dapat menyulut emosi massa sekaligus menekan aparat berada dalam posisi defensif.

“Inilah bahaya dari politik pasca-kebenaran. Masyarakat harus lebih bijak menyaring informasi, agar tidak terjebak dalam jebakan emosional,” katanya.

Asep juga menyambut baik langkah pemerintah dan kepolisian yang menegaskan komitmen hukum dalam kasus-kasus sensitif. Kasus meninggalnya driver ojol bernama Affan Kurniawan dalam aksi di Jakarta beberapa waktu lalu yang memicu gelombang kritik publik.

Menurutnya, kasus itu telah ditangani sesuai mekanisme hukum, bahkan mendapat perhatian khusus dari Presiden yang langsung memerintahkan Kapolri untuk memastikan proses hukum berjalan transparan.

“Ini menunjukkan bahwa negara tidak menutup mata. Mekanisme hukum bekerja, dan semua pihak harus memberi ruang agar proses ini berlangsung sesuai koridor,” tegasnya.

Asep menekankan, menjaga keadaban publik bukan hanya tanggung jawab aparat, tetapi juga masyarakat. Tentu, aparat harus bersikap proporsional dalam mengawal unjuk rasa, begitu juga masyarakat harus menyalurkan aspirasi dengan cara damai dan tertib.

“Demonstrasi adalah hak, tapi harus dilakukan dalam bingkai hukum dan etik. Aparat pun harus mengedepankan pendekatan persuasif dan profesional. Bila kedua pihak menjalankan perannya dengan baik, tidak ada alasan konflik harus terjadi,” katanya.

Menurut Asep, upaya Polri melakukan reformasi internal, memperkuat pelatihan manajemen konflik, hingga menerapkan prinsip proporsionalitas penggunaan kekuatan merupakan langkah positif yang patut didukung.

“Langkah itu menunjukkan komitmen aparat untuk lebih adaptif dengan tuntutan demokrasi. Masyarakat seharusnya mendukung, bukan justru memperlemah,” tambahnya.

Komitmen Persatuan Bentrokan antara masyarakat dan aparat tidak hanya menimbulkan kerugian di tingkat lokal, tetapi juga merusak citra negara di mata internasional. Laporan pelanggaran hak asasi manusia yang mencuat di berbagai media dapat mencoreng wajah Indonesia di forum global.

“Negara kita bisa dipersepsikan gagal mengelola aspirasi warganya secara damai. Itu tentu merugikan, baik dalam diplomasi, investasi, maupun kerja sama internasional,” ujar Asep.

Karena itu, menurutnya, semua pihak, baik pemerintah, aparat, masyarakat sipil, media, hingga akademisi, harus mengambil peran aktif meredam ketegangan. Jangan sampai, situasi rawan ini dimanfaatkan pihak tertentu untuk memercik api kemarahan dan chaos.

Asep menjelaskan, pihaknya akan terus konsisten mendorong pentingnya pendidikan keadaban publik, baik di ruang formal maupun informal. Generasi muda, kata Asep, harus dibekali kesadaran untuk menolak provokasi dan menjaga kohesi sosial.

“Kita harus belajar bahwa demokrasi bukan hanya soal kebebasan berpendapat, tetapi juga soal tanggung jawab sosial. Tanpa keadaban, kebebasan hanya akan melahirkan anarki,” ujarnya.

“tak kalah penting, media juga mesti tidak gegabah dalam menyajikan informasi. Media punya peran ganda: sebagai penyampai fakta dan sekaligus pendidik publik. Jangan sampai framing berita justru memperkeruh suasana,” tegasnya.

Asep mengajak semua pihak untuk menolak provokasi, agitasi, dan upaya adu domba. Ia menegaskan bahwa rakyat dan aparat sejatinya berada di barisan yang sama: menjaga bangsa dari keretakan.

“Tidak ada yang diuntungkan dari konflik antara masyarakat dan aparat. Yang ada hanyalah luka sosial, hilangnya kepercayaan, dan hancurnya citra bangsa. Mari kita jaga keadaban publik, mari kita rawat kohesi sosial. Persatuan Indonesia terlalu berharga untuk dirusak oleh provokasi sesaat,” pungkasnya.

Baca Lainnya

Tak Bisa Bayar Tunggakan, SMK Muhamadiyah 1 Rangkasbitung Diduga Segel Ijazah Alumni

17 September 2025 - 22:34 WIB

Tak Bisa Bayar Tunggakan, Smk Muhamadiyah 1 Rangkasbitung Diduga Segel Ijazah Alumni

Usai di Rhesuffle, Ini Daftar Nama Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

17 September 2025 - 19:08 WIB

Usai Di Rhesuffle, Ini Daftar Nama Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Agenda Pro Rakyat, Presiden Prabowo Luncurkan Stimulus Ekonomi Rp16 Triliun untuk UMKM dan Generasi Muda

17 September 2025 - 10:24 WIB

Agenda Pro Rakyat, Presiden Prabowo Luncurkan Stimulus Ekonomi Rp16 Triliun Untuk Umkm Dan Generasi Muda
Trending di Daerah