Teropongistana.com Jakarta – Pengamat politik Jerry Mase menilai kualitas pejabat di lingkungan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) selama ini terbilang “standar dan biasa-biasa saja.” Menurutnya, keputusan Presiden yang membuka peluang bagi warga negara asing (WNA) untuk menjabat sebagai direktur utama di BUMN merupakan bukti rendahnya kompetensi pejabat lokal.
“Salah satu faktor utamanya adalah rendahnya expertise, kompetensi, dan keahlian pejabat kita. Selama Erick Thohir memimpin BUMN, bukan keuntungan yang dicapai, justru kerugian yang menumpuk. Proyek seperti kereta cepat Whoosh malah menjerat negara dengan beban Rp116 triliun akibat kebijakan ugal-ugalan era Jokowi dan Luhut Binsar Pandjaitan,” kata Jerry, Sabtu (18/10).
Ia menyoroti kebijakan pemerintah sebelumnya yang dianggap tidak efisien. Salah satu contoh, gaji pejabat tinggi di BUMN yang mencapai ratusan juta rupiah per bulan namun tetap saja terjadi praktik korupsi. “Gajinya Rp200 juta per bulan, tapi tetap korupsi. Ironis,” ujarnya.
Jerry menilai langkah Presiden Prabowo Subianto membubarkan Kementerian BUMN sebagai langkah strategis dan efisien. “Kebijakan ini sangat brilian. Dari sekitar 5.000 komisaris di 1.000 perusahaan negara, efisiensi ini mampu menghemat sekitar US$500 juta per tahun. Presiden Prabowo juga menghapus dana tantiem bagi direksi dan komisaris BUMN,” jelasnya.
Menurutnya, kebijakan pemangkasan jumlah komisaris dari belasan menjadi lima orang di tiap perusahaan menunjukkan komitmen efisiensi.
“52 persen BUMN merugi di era Erick Thohir karena manajemen yang tidak kompeten dan tidak kredibel. Kerugiannya mencapai Rp50–60 triliun per tahun. Kalau ditotal selama sepuluh tahun, nilainya bisa mencapai Rp500 triliun,” kata Jerry.
Berdasarkan data Transparency International, sepanjang dua dekade terakhir (2000–2024), nilai korupsi di lembaga negara mencapai Rp83 triliun. Sementara periode 2016–2023 saja, terdapat 212 kasus korupsi di lingkungan BUMN dengan total kerugian Rp64 triliun.
Jerry juga mengusulkan program Diaspora BUMN untuk mengajak para ahli Indonesia di luar negeri berkontribusi dalam mengelola perusahaan negara.
“Kalau WNA bisa dipercaya memimpin, maka profesional diaspora juga layak diberi ruang agar BUMN bisa maju dan bersaing secara global,” tutupnya.