Teropongistana.com Lebak – Matahukum meminta KPK untuk menjelaskan tentang kepastian hukum mantan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sulawesi Tenggara (Sutra) yaitu Patris Yusrian Jaya. Pasalnya, menurut Matahukum Patris Yusrian Jaya sempat diperiksa KPK terkait dugaann korupsi di Direktorat Jendral Perkerrtaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan.
“Informasi yang saya dapat dari berbagai sumber di lingkungan Kejaksaan dan media-media bahwa saudara Patris Yusrian Jaya sempat dipanggil dan diperiksa oleh KPK terkait kasus dugaan korupsi di DJKA Kementerian Perhubungan. Sebentar lagi berdasarkan SK dari Jaksa Agung bahwa Patris akan dilantik menjadi Kajati DKI Jakarta, sementara kepastian hukum setelah pemanggilan dari KPK belum ada, ” Kata Sekjen Matahukum Mukhsin Nasir lewat rillis yang diterima redaksi, Rabu (15/10/2024)
Menurut Mukhsin, pemanggilan Patris sebagai saksi di DJKA saat dirinya masih menjabat Kajati Sutra. Kata Mukhsin, alasan Matahukum meminta KPK menjelaskan kepastian hukum Patris sebagai saksi karena yang bersangkutan saat ini akan mendapat promosi jabatan sebagai Kajati DKI dan KPK perlu menjelaskan status kepastian hukumnya.
“Jangan sampe KPK tidak menjelaskan status hukum Patris sebagai saksi bisa menimbulkan spekulasi negatif terhadap publik. Apa lagi saat ini sudah dititik akhir kabinet kepemimpinan Jaksa Agung Burhanudin yang telah meroket mendapat kepercayaan publik dalam penegakan hukum terhadap para koruptor, marwah kejaksaan harus terus berkelanjutan. Kita akan melayangkan surat ke KPK untuk mempertanyakan status Patriis yang sempat di panggil KPK sebagai saksi,” jelas Mukhsin
Sebelumnya diberitakan tentang Kasus dugaan korupsi di Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan terus berkembang dengan pemeriksaan sejumlah saksi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Salah satu saksi yang diperiksa adalah Patris Yusrian Jaya, mantan Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara (Kajati Sultra) yang saat ini menjabat sebagai Direktur Pengamanan Proyek Strategis Nasional di Kejaksaan Agung.
Patris diperiksa di Gedung KPK Merah Putih terkait dugaan korupsi di DJKA. Namun, belum ada informasi lebih lanjut apakah Patris sudah memenuhi panggilan penyidik atau detail materi pemeriksaannya. Penyidikan kasus ini telah mengarah pada penangkapan Yofi Oktarisza, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Kelas 1 Jawa Bagian Tengah, yang kini bernama BTP Kelas 1 Semarang.
Penetapan tersangka dan penahanan Yofi adalah hasil pengembangan dari kasus serupa yang melibatkan pengusaha Dion Renato Sugiarto, yang memberi suap kepada PPK BTP Semarang Bernard Hasibuan dan Putu Sumarjaya. Kasus ketiganya saat ini sedang disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Semarang.
Dion Renato terlibat dalam pengadaan barang dan jasa di lingkungan Kementerian Perhubungan melalui beberapa perusahaannya, termasuk PT. Istana Putra Agung (IPA), PT. PP Prawiramas Puriprima (PP), dan PT. Rinego Ria Raya (RRR). Perusahaan-perusahaan ini mengikuti lelang dan mengerjakan berbagai proyek pengadaan barang dan jasa di DJKA.
Penyidik KPK menemukan bahwa Dion mendapatkan bantuan dari PPK, termasuk Yofi, untuk memenangkan paket pekerjaan pengadaan barang dan jasa. Beberapa proyek yang dikerjakan oleh Dion saat Yofi menjabat sebagai PPK antara lain:
Pembangunan Jembatan BH.1458 antara Notog – Kebasen (2016-2018) dengan nilai Rp128,5 milyar menggunakan PT. IPA.
Pembangunan Perlintasan Tidak Sebidang (Underpass) di Jalan Jenderal Sudirman Purwokerto (2018) dengan nilai Rp49,9 milyar menggunakan PT. PP.
Penyambungan Jalur KA/Switchover BH.1549 antara Kesugihan – Maos (2018) dengan nilai Rp12,4 milyar menggunakan PT. PP.
Peningkatan Jalur KA antara Banjar – Kroya (2019-2021) dengan nilai Rp37 milyar menggunakan PT. PP.
Para tersangka dalam kasus ini diketahui mengatur agar hanya rekanan tertentu yang bisa memenangkan lelang atau menjadi pelaksana proyek. PPK memberikan harga perkiraan sendiri (HPS) kepada rekanan tertentu dan memberikan arahan khusus yang memastikan rekanan tersebut menang. PPK juga mengarahkan rekanan agar saling mendukung dan tidak bersaing, memberikan jatah masing-masing.
Atas bantuan tersebut, PPK, termasuk Yofi, menerima biaya dari rekanan yang dimenangkan sebesar 10-20 persen dari nilai proyek. Biaya tersebut juga diberikan agar proses pelaksanaan proyek berjalan lancar, termasuk pencairan termin, sehingga pemberian biaya tetap dilakukan kepada PPK pengganti.
Tersangka Yofi Oktarisza kini ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Cabang KPK dengan persangkaan Pasal 12 huruf a atau huruf b dan/atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001.
Sementara itu, sampai berita ini diturunkan pihak redaksi masih berupaya mengkonfirmasi Patris Yusrian. (Dede/Red)