Menu

Mode Gelap
Dicakar Burung Merak, Pengunjung Somasi Dairyland Farm Theme Park Puncak Tok! Biaya Haji 2026 Sebesar Rp87,4 Juta, Kiai Maman: Harga Turun, Kualitas Pelayanan Harus Meningkat Kajati DKJ Lantik Safrianto jadi Aspidum dan 9 Pejabat Utama BCW Bawa Bukti ke Kejagung, Ungkap Dugaan Korupsi Proyek Jalan Ciparay-Cikumpay di Banten H.Ayep Zaki:Bangsa yang besar bukan hanya yang mengenang perjuangan, tetapi yang melanjutkan perjuangan dengan cara yang relevan di zamannya. Subdit Regident Ditlantas Polda Sultra Wujudkan Pelayanan BPKB yang Cepat, Transparan, dan Humanis

Nasional

Sudahi Polemik Usulan Kedudukan Polri di Bawah TNI atau Mendagri


IJP Purn Sisno Adiwinoto/Pengamat Kepolisian. Perbesar

IJP Purn Sisno Adiwinoto/Pengamat Kepolisian.

Jakarta – Pengamat Kepolisian Irjen Pol Purn Sisno Adiwinoto : Bahwa sekarang ini NKRI dalam posisi Indonesia Maju menuju Indonesia Emas, karenanya diperlukan Pola Pikir, Pola Sikap dan Pola Tindak yang arif bijaksana, penuh kewaspadaan dan kehati-hatian serta punya wawasan luas untuk menghindari sikap KONYOL, TENDENSIUS dan tindakan TRIAL AND ERROR, agar tercipta situasi yang kondusif, guna terwujudnya Indonesia Emas pada tahun 2045, Jakarta 9 Desember 2024.

Mari kita sudahi polemik usulan POLRI di bawah TNI atau Kementrian Dalam Negeri, karena sesungguhnya usulan tersebut adalah “Usulan Konyol, Gagal Paham dan Tendensius”. Beberapa hal (cuplikan/kutipan) penting yang perlu menjadi perhatian kita, khususnya terkait kedudukan Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) antara lain adalah :

1. Jangan Pernah Melupakan Sejarah (jangan mengulangi kegagalan).

Bahwa suatu keniscayaan sebagai bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak pernah melupakan sejarah, diantaranya sejarah perihal Kedudukan POLRI yang sudah berubah berulang kali, yaitu :

a. Pada awal masa Kemerdekaan, Kepolisian berada di bawah Kementerian Dalam Negeri dengan nama Djawatan Kepolisian Negara (DKN). Saat itu DKN hanya bertanggung-jawab atas masalah administrasi, sedangkan masalah operasional berada di bawah tanggung jawab Jaksa Agung.

b. Kemudian, mulai 1 Juli
1946, berdasarkan Penetapan Pemerintah tahun 1946 No. 11/S.D., Djawatan Kepolisian Negara bertanggung-jawab langsung kepada Perdana Menteri.

c. Pada masa Kabinet Presidensial, tanggal 4 Februari 1948, dikeluarkan Ketetapan
Pemerintah No. 1/1948 yang menetapkan bahwa Kepolisian Republik Indonesia
dipimpin langsung oleh Presiden atau Wakil Presiden dalam kapasitas mereka sebagai Perdana Menteri atau Wakil Perdana Menteri.
d. Setelah Konferensi Meja Bundar (KMB) antara Indonesia dan Belanda, terbentuklah
Republik Indonesia Serikat (RIS).

Berdasarkan Keputusan Presiden RIS No. 22 tahun 1950, Djawatan Kepolisian RIS berada di bawah Perdana Menteri melalui Jaksa Agung dalam hal kebijakan politik Kepolisian. Sementara itu, tanggung jawab administrasi dan pembinaan berada di bawah Menteri Dalam Negeri. Namun, RIS hanya bertahan beberapa bulan.

e. Sebelum pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada 17 Agustus 1950, dengan Ketetapan Presiden RlS No. 150 tanggal 7 Juni 1950, Organisasi Kepolisian di negara-negara bagian di satukan dalam Djawatan Kepolisian Indonesia.

Dalam proses penyatuan tersebut, disepakati bahwa Kepolisian Negara dipimpin secara sentral, baik dalam kebijakan strategis kepolisian maupun aspek administratif dan organisatoris.

f. Pada periode 1950-1959, dengan terbentuknya negara kesatuan pada 17 Agustus 1950 dan diberlakukannya UUDS 1950 yang menganut sistem
parlementer, Kepala Kepolisian Negara tetap bertanggung jawab kepada Perdana Menteri atau Presiden.

g. Pada masa Orde Lama, Presiden Soekano menyatakan akan membentuk ABRI, yang terdiri dari Angkatan Perang dan Angkatan Kepolisian. Namun, Kapolri saat itu, R.S. Soekanto, menyampaikan keberatan dengan alasan untuk menjaga Profesional
Kepolisian. Meskipun demikian, melalui TAP MPRS No.lI tahun 1960, ditetapkan bahwa ABRI terdiri atas Angkatan Perang dan Polisi Negara. h. Berdasarkan Keppres No. 21/1960, jabatan Menteri Muda Kepolisian dihapuskan dan digantikan dengan jabatan Menteri Kepolisian Negara, yang menjadi bagian dari bidang keamanan nasional.

i. Pada 19 Juni 1961, DPR-GR mengesahkan UU Pokok Kepolisian No.13/1961, yang menetapkan kedudukan POLRI sebagai salah satu unsur ABRI yang
setara dengan TNI AD, AL, dan AU.

j. Dengan Keppres No. 94/1962, koordinasi antara Menteri/Kepala Kepolisian Negara, Menteri Kepala Staf Angkatan Darat (KASAD), Kepala Staf Angkatan Laut (KASAL), Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU), Jaksa Agung, dan Menteri Urusan Veteran dilakukan oleh Wakil Menteri Pertama Bidang Pertahanan dan Keamanan.

k. Selanjutnya, melalui Keppres No. 134/1962.lstilah Menteri Kepolisian diubah menjadi Menteri/Kepala Staf Angkatan Kepolisian (Menkasak). Kemudian, jabatan tersebut kembali diubah menjadi Menteri/Panglima Angkatan Kepolisian (Menpangak) yang bertanggung jawab kepada Presiden sebagai Kepala Pemerintahan.

l. Berdasarkan Keppres No. 290/1964, POLRI ditetapkan memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai Alat Negara Penegak Hukum , Kordinator Polisi Khusus (Polsus), peserta dalam Pertahanan, pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Kamtibmas), serta sebagai Alat Revolusi.

Pada masa Orde Baru (1966-1998), POLRI berada di bawah Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI), yang meng-integrasikan TNI (AD, AL, AU) dan POLRI. Hal ini menyebabkan Polri kehilangan identitasnya sebagai aparat sipil yang seharusnya fokus pada penegakan hukum dan pemeliharaan keamanan dalam negeri.

Polri berada di bawah komando Panglima ABRI yang bertanggung jawab kepada Presiden, POLRI tanpa independensi. Kapolri memiliki otonomi terbatas karena kebijakan operasional ditentukan oleh Panglima ABRI. POLRI sering diarahkan untuk memprioritaskan stabilitas politik daripada menjalankan tugas sipil, seperti penegakan hukum dan pelayanan masyarakat.

Sebagai bagian dari ABRI, Polri berfungsi sebagai instrumen kekuasaan pemerintah untuk menjaga status quo dan mendukung agenda politik Orde Baru. Hal ini terlihat dari perannya dalam penindakan terhadap oposisi dan pengawasan ketat kepada masyarakat. Tugas Polri sering berbenturan dengan tugas TNI yang berfokus pada pertahanan negara dari ancaman militer, menciptakan tumpang tindih peran yang merugikan efektivitas POLRI.

Kultur militeristik di POLRI dengan penekanan pada hierarki dan kepatuhan mutlak, menciptakan peran represif yang bertentangan dengan tugas utama Polri sebagai penegak hukum dan pelayan masyarakat. Kondisi ini pada gilirannya menampilkan wajah POLRI yang cenderung militeristik yang tentunya sangat bertolak belakang dengan tugas dan tanggung jawab Polri serta menghilangkan nilai-nilai sipil yang seharusnya dimiliki oleh POLRI.

Tidak heran jika pada akhirnya tindakan POLRI di masa Orde Baru rentan dengan terjadinya pelanggaran Hak Asasi Manusia sebagai bagian dari pendekatan Polri yang salah dalam menjalankan tugas dan tanggung-jawabnya.

Hal ini juga yang mengakibatkan terhambatnya upaya
POLRI membangun kepercayaan publik dan menjalankan tugas profesional.
Tentunya, sebagai bangsa besar yang punya peradaban tinggi, kita tidak akan mengulangi pengalaman buruk pada masa lampau.
Secara esensial, POLRI dan TNI memiliki tugas berbeda, Polri menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat serta menegakkan hukum, sedangkan TNI berfokus pada menjaga kedaulatan negara dan melindungi dari ancaman eksternal.

2. Kedudukan POLRI saat ini sebagai Produk Kehendak Rakyat ERA REFORMASI.

Era reformasi di Indonesia yang dimulai pada tahun 1998 membawa perubahan signifikan dalam berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, salah satunya adalah dalam struktur dan fungsi Polri.

Reformasi Polri ditandai dengan ditetapkannya TAP MPR No. VI/MPR RI Tahun 2000, hal ini menjadi landasan pembentukan Undang-Undang
No. 2 Tahun 2002 terntang Kepolisian Negara Republik lndonesia, yang secara resmi mengatur posisi Polri sebagai lembaga independen di bawah Presiden sebagai bentuk kemandirian Polri yang tidak lagi berada di bawah ABRI atau kementerian lainnya, melainkan bertanggung jawab langsung kepada presiden.

Polri untuk bisa kembali ke jati dirinya sendiri dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sebagai Aparat Negara Penegak Hukum, sekaligus sebagai pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat.

Jatidiri Polri diwujudkan antara lain:
a. Dalam bidang Harkamtibmas Polri diharapkan mampu menampilkan sosok humanis yang mampu menjaga dan memelihara Kamtibmas dengan baik, memberikan perlindungan, pelayanan dan pengamanan dengan baik kepada masyarakat dalam mewujudkan situasi yang aman dan kondusif.

Upaya menciptakan Kamtibmas yang kondusif dapat dilakukan melalui upaya preemtif melalui himbauan kepada masyarakat, sambang maupun kegiatan preventif berupa patroli, pengamanan masyarakat, penjagaan obyek vital maupun fasilitas umum, sehingga Kamtibmas dapat terwujud di tengah masyarakat.

Polri juga diharapkan mampu bertindak responsif terhadap kebutuhan masyarakat sebagai upaya meningkatkan kepercayaan masyarakat.

b.Profesionalisme POLRI

Polri dituntut untuk menjadi institusi yang lebih profesional. Polri diharapkan memiliki kompetensi tinggi dalam penegakan hukum, pengawasan, dan pelayanan masyarakat, serta menerapkan prinsip integritas, transparansi, dan akuntabilitas. Meskipun telah dilakukan berbagai upaya pembenahan melalui Program Reformasi POLRI masalah-masalah tersebut belum sepenuhnya teratasi.

Kasus penyalahgunaan wewenang oleh oknum polisi, pelanggaran Hak Asasi Manusia, dan ketidakmampuan dalam menegakkan hukum secara adil dan merata tetap menjadi sorotan publik, menunjukkan bahwa POLRI belum sepenuhnya memenuhi harapan masyarakat.

Masyarakat mengharapkan penegakan hukum yang profesional, tidak tebang pilih, tidak tajam ke bawah tumpul ke atas, penyelesaian restorative dalam mencapai keadilan dan mendudukan hukum sebagai panglima tertinggi dalam mewujudkan keadilan masyarakat.

c. Netralitas Polri

Netralitas Polri merupakan hal yang sangat penting. Di era demokrasi, Polri seharusnya tidak terlibat dalam politik praktis atau mendukung pihak tertentu, karena netralitas Polri menjadi kunci dalam menjaga kepercayaan publik.
Namun, dalam praktiknya, adakalanya Polri menghadapi tekanan politik, terutama selama Pemilu atau Pilkada, sehingga menyebabkan dapat merusak netralitas dan menimbulkan keraguan tentang objektivitas dalam penegakan hukum.

Ketidaknetralan Polri berdampak serius pada penegakan hukum dan kepercayaan masyarakat. dianggap tidak netral, keputusan Polri dapat dipertanyakan kredibilitasnya, menciptakan ketidakadilan berdasarkan afiliasi politik. Hal ini merusak integritas institusi dan mengurangi efektivitas Polri dalam menjalankan tugasnya, meningkatkan ketidakpuasan masyarakat, hingga potensi terjadinya konflik sosial.

POLRI sebagai Aparat Negara masih terus berbenah diri untuk menjadi POLRI Presisi dalam penyelenggaraan tugas Kamtibmas demi terwujudnya Kamdagri yang merupakan bagian dari Keamanan NKRI.

Baca Lainnya

Tok! Biaya Haji 2026 Sebesar Rp87,4 Juta, Kiai Maman: Harga Turun, Kualitas Pelayanan Harus Meningkat

29 Oktober 2025 - 18:21 WIB

Komisi Viii Dpr Ri Bersama Kementerian Haji Dan Umrah Resmi Menetapkan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (Bpih) Tahun 1447 H/2026 M Sebesar Rp87.409.366 Per Jemaah. Dari Total Biaya Tersebut, Rp54.194.366 Dibayar Langsung Oleh Jemaah (Bipih), Sedangkan Rp33.215.000 Bersumber Dari Nilai Manfaat Dana Haji Yang Dikelola Oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (Bpkh). Anggota Panitia Kerja (Panja) Haji Dan Anggota Komisi Viii Dpr Ri, Dr. Kh Maman Imanulhaq, Menyambut Baik Keputusan Tersebut. Ia Menilai Bahwa Angka Yang Disepakati Mencerminkan Keseimbangan Antara Kemampuan Finansial Calon Jemaah Dengan Upaya Peningkatan Kualitas Pelayanan Ibadah Haji. “Kami Di Panja Haji Berjuang Agar Biaya Haji Tetap Rasional, Terjangkau, Dan Tidak Membebani Jemaah, Namun Pelayanan Harus Terus Ditingkatkan,” Ujar Kh Maman Di Gedung Dpr Ri Jakarta, Rabu (29/10/2025). Wakil Ketua Fraksi Pkb Itu Menjelaskan, Penetapan Biaya Ini Merupakan Hasil Pembahasan Panjang Dan Mendalam Antara Dpr Dan Pemerintah. Setiap Komponen Biaya Diperhitungkan Secara Cermat, Termasuk Kurs Valuta Asing, Akomodasi, Konsumsi, Serta Transportasi Jemaah Di Tanah Suci. Ia Menegaskan Bahwa Dpr Ri Berkomitmen Menjaga Akuntabilitas Dan Memastikan Setiap Rupiah Yang Dibayarkan Jemaah Benar-Benar Digunakan Untuk Kepentingan Pelayanan Haji. Lebih Lanjut, Kiai Maman Menekankan Pentingnya Transparansi Dan Kejelasan Informasi Kepada Publik. Menurutnya, Keterbukaan Mengenai Struktur Biaya Dan Nilai Manfaat Akan Memperkuat Kepercayaan Masyarakat Terhadap Pengelolaan Dana Haji. “Transparansi Menjadi Kunci Agar Dana Umat Ini Benar-Benar Dikelola Dengan Amanah Dan Profesional,” Tegasnya. Kiai Maman Yang Juga Pengasuh Ponpes Al Mizan Jatiwangi Ini Juga Menegaskan Bahwa Penurunan Biaya Tidak Boleh Diartikan Sebagai Penurunan Standar Layanan. Ia Menuntut Agar Pemerintah Terus Menjaga Mutu Pelayanan Di Semua Aspek, Mulai Dari Akomodasi, Bimbingan Ibadah, Hingga Fasilitas Kesehatan Bagi Jemaah Di Tanah Suci. “Ibadah Haji Adalah Perjalanan Spiritual Sekaligus Cermin Tata Kelola Bangsa. Karena Itu, Peningkatan Layanan Harus Menjadi Prioritas,” Ujarnya. Kiai Maman Juga Mengingatkan Calon Jemaah Untuk Mempersiapkan Pelunasan Sesuai Jadwal Yang Akan Ditetapkan Pemerintah, Termasuk Melengkapi Syarat Administrasi Dan Pemeriksaan Kesehatan. Ia Berharap Penyelenggaraan Haji Tahun 2026 Dapat Berjalan Lancar, Tertib, Dan Memberikan Pengalaman Ibadah Yang Khusyuk Serta Bermartabat. “Keputusan Ini Adalah Hasil Kerja Sama Dpr Dan Pemerintah Yang Berorientasi Pada Kepentingan Umat. Kami Berkomitmen Menghadirkan Penyelenggaraan Ibadah Haji Yang Transparan, Efisien, Dan Berkeadilan Bagi Seluruh Calon Jemaah Indonesia,” Tutup Kiai Maman Imanulhaq.

Kajati DKJ Lantik Safrianto jadi Aspidum dan 9 Pejabat Utama

29 Oktober 2025 - 16:44 WIB

Kajati Dkj Lantik Safrianto Jadi Aspidum Dan 9 Pejabat Utama

H.Ayep Zaki:Bangsa yang besar bukan hanya yang mengenang perjuangan, tetapi yang melanjutkan perjuangan dengan cara yang relevan di zamannya.

29 Oktober 2025 - 13:08 WIB

Sumpah Pemuda: Momentum Kebangkitan Kolektif Tanggal 28 Oktober Selalu Mengingatkan Bangsa Ini Pada Ikrar Sakral Para Pemuda Tahun 1928: Satu Tanah Air, Satu Bangsa, Satu Bahasa—Indonesia. Sumpah Pemuda Bukan Sekadar Peristiwa Historis, Tetapi Energi Moral Untuk Terus Memperjuangkan Kemandirian Bangsa. Dulu Perjuangan Dilakukan Dengan Bambu Runcing Dan Pena, Kini Perjuangan Itu Menuntut Transformasi Ekonomi, Kemandirian Finansial, Dan Keadilan Sosial. Spirit Sumpah Pemuda Hari Ini Harus Diterjemahkan Ke Dalam Gerakan Ekonomi Umat Yang Kuat Dan Berkelanjutan. Salah Satu Instrumen Strategis Yang Sesuai Dengan Nilai Keikhlasan, Gotong Royong, Dan Keadilan Sosial Adalah Wakaf Uang. *Wakaf Uang: Instrumen Kemandirian Ekonomi Umat* Wakaf Uang Bukan Sekadar Ibadah Sosial, Melainkan _Financial Instrument_ Yang Mampu Menciptakan Keberlanjutan Ekonomi Berbasis Nilai. Dengan Regulasi Yang Jelas Melalui Uu No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, Pp No. 42 Tahun 2006, Dan Dukungan Peraturan Bwi Dan Dsn-Mui, Wakaf Uang Kini Bisa Dikelola Secara Profesional, Transparan, Dan Produktif. Setiap Rupiah Wakaf Uang Memiliki Kekuatan Mengganda: Abadi Dalam Nilai, Produktif Dalam Manfaat. Ketika Dikelola Dengan Prinsip Wakaf Produktif, Dana Ini Dapat Diinvestasikan Ke Instrumen Syariah Seperti Sukuk Negara, Sukuk Korporasi, Cwls (Cash Waqf Linked Sukuk), Cwld (Cash Waqf Linked Deposit), Atau Sektor Riil Yang Menumbuhkan Pelaku Usaha Mikro. Keuntungan Hasil Pengelolaan Disalurkan Kembali Untuk Pemberdayaan Sosial, Pendidikan, Kesehatan, Dan Umk Tanpa Mengurangi Pokoknya. *Dari Idealisme Pemuda Ke Gerakan Ekonomi* Pemuda Hari Ini Tidak Hanya Ditantang Untuk Bersumpah Tentang Identitas, Tetapi Juga Untuk Berikrar Atas Kemandirian Ekonomi Bangsanya Sendiri. Melalui Gerakan Wakaf Uang, Pemuda Dapat Berperan Sebagai Penggerak Transformasi Finansial Yang Berlandaskan Nilai Spiritual. Bayangkan Jika Satu Juta Pemuda Indonesia Mewakafkan Rp100.000 Saja Setiap Bulan. Maka Akan Terkumpul Dana Abadi Rp100 Miliar Per Bulan—Sebuah Dana Kedaulatan Ekonomi Umat Yang Dapat Menghidupi Ribuan Umk Melalui Skema Qardhul Hasan, Membantu Pesantren, Membantu Kaum Dhu'Afa, Dan Memperkuat Ketahanan Sosial Masyarakat. Inilah Bentuk Baru “Sumpah Pemuda Ekonomi”: Satu Visi Kesejahteraan, Satu Semangat Kemandirian, Satu Aksi Wakaf Produktif. *Menanam Abadi, Menuai Berkah Tanpa Henti* Dalam Konsep Ekonomi Wakaf, _Giving Never Ends_. Nilai Kebaikan Terus Berputar, Menciptakan Rantai Keberkahan Yang Tidak Terputus. Wakaf Uang Adalah Jihad Ekonomi Yang Menjadikan Setiap Pemuda Bukan Sekadar Konsumen Global, Tetapi Produsen Kebaikan. Momentum Hari Sumpah Pemuda Harus Menjadi Titik Balik Untuk Mengubah Paradigma: Dari _Charity-Based Movement_ Menuju _Investment-Based Philanthropy_. Gerakan Ini Bukan Sekadar Berbagi, Tapi Membangun Sistem Ekonomi Yang Berkeadilan Dan Berkelanjutan. *Wakaf Uang* Adalah Jembatan Antara Iman Dan Pembangunan, Antara Spiritualitas Dan Kemandirian Nasional. Jika Sumpah Pemuda 1928 Melahirkan Indonesia Merdeka, Maka Sumpah Pemuda Ekonomi Melalui Wakaf Uang Akan Melahirkan Indonesia Berdaulat Dan Makmur. “Bangsa Yang Besar Bukan Hanya Yang Mengenang Perjuangan, Tetapi Yang Melanjutkan Perjuangan Dengan Cara Yang Relevan Di Zamannya.”
Trending di Nasional