Teropongistana.com Jakarta – Persatuan Kontraktor Listrik Se-Tanah Papua (PKLSP) resmi melayangkan somasi kedua. Somsasi tersebut dilakukan kepada PT PLN (Persero) Unit Induk Wilayah Distribusi Papua dan Papua Barat, serta perusahaan swasta PT Serambi Gayo Sentosa (SGS) selaku pemenang tunggal proyek pengadaan material Non-MDU senilai puluhan milliar.
Somasi ini menjadi peringatan hukum final setelah somasi pertama pada 19 Agustus 2025 dinilai tidak ditindaklanjuti secara memadai oleh PLN. PKLSP menegaskan, jika somasi kedua ini kembali diabaikan, pihaknya siap menempuh jalur hukum penuh hingga ke pengadilan dan lembaga negara terkait.
Dugaan Mark Up dan Praktik Monopoli
PKLSP menyoroti kontrak pengadaan material Non-MDU PLN dengan PT SGS yang ditandatangani pada 4 November 2024. Kontrak senilai Rp 45 miliar itu dianggap bermasalah karena harga material di dalamnya jauh lebih tinggi dibanding harga vendor lokal.
“Somasi ini adalah peringatan hukum terakhir. PLN harus segera membatalkan kebijakan yang merugikan pengusaha lokal Papua dan berpotensi menimbulkan kerugian negara,” kata Koordinator Kuasa Hukum PKLSP Ghorga Donny Manurung lewat pernyataanya di Jakarta, Kamis (4/9/2025)
Temuan di lapangan menunjukkan PT SGS diduga tidak memenuhi syarat tender, karena tidak memiliki izin lengkap sesuai standar pabrikan. Selain itu, tidak memiliki gudang dan infrastruktur penunjang di Papua sebagaimana diwajibkan, serta adanya dugaan penggunaan material imitasi (Ground Rod).
Kerugian Negara dan Dampak Ekonomi Papua
PKLSP menilai, penunjukan langsung PT SGS sebagai pemenang tunggal kontrak telah mencederai amanat Otonomi Khusus (Otsus) Papua. Dana negara yang seharusnya memberdayakan pengusaha lokal justru dialihkan keluar daerah, ke kantor pusat PT SGS di Jakarta.
Data perbandingan harga memperlihatkan selisih mencolok antara vendor lokal dan kontrak PT SGS, di antaranya:
Dudukan Trafo Portal Lengkap: vendor lokal Rp 4 juta, kontrak PT SGS Rp 25 juta. Dudukan Trafo Cantol Lengkap: vendor lokal Rp 2,5 juta, kontrak PT SGS Rp 14,3 juta. Travers UNP 100.50.5 (2 mtr): vendor lokal Rp 750 ribu, kontrak PT SGS Rp 1,27 juta.
Selain itu, ditemukan dugaan penggelembungan biaya pengiriman dan sejumlah item material lain yang harganya tidak wajar. Indikasi Pelanggaran Hukum
PKLSP menyebut tindakan PLN dan PT SGS berpotensi melanggar berbagai aturan, di antaranya:
UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Perpres No. 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Permen BUMN No. Per-08/MBU/12/2019 tentang Pedoman Pengadaan BUMN. UU Tipikor, terkait dugaan mark up dan kolusi yang merugikan negara.
UU No. 21 Tahun 2001 jo UU No. 2 Tahun 2021 (Otsus Papua), yang memprioritaskan pengusaha lokal.
Tuntutan Tegas PKLSP
Dalam somasi kedua ini, PKLSP menyampaikan delapan tuntutan utama, yakni:
Membatalkan kebijakan PLN terkait pengambilalihan pekerjaan MDU dan Non-MDU di Papua. Menghentikan seluruh kontrak Non-MDU yang cacat hukum. Membatalkan kontrak pengadaan material dengan PT SGS senilai Rp 45 miliar.
Mengembalikan mekanisme kerja sama dengan vendor lokal secara transparan.
Memprioritaskan UMKM lokal sesuai amanat Otsus Papua.
Membatalkan seluruh penunjukan langsung yang dilakukan tanpa tender terbuka.
Meminta kepada GM PLN UIW P2B melakukan evaluasi dan pemeriksaan terhadap oknum pejabat pengadaan di PLN Wilayah Papua yang diduga selama ini menjadi biang kerok dan melakukan praktik-praktik Gratifikasi kepada pengusaha lokal. Melakukan audit menyeluruh atas dugaan markup dan kolusi dalam kontrak PLN–SGS.
Batas Waktu 7 Hari
PKLSP memberikan batas waktu 7 hari kerja sejak somasi kedua ini dilayangkan. Jika tidak ada tindak lanjut, PKLSP memastikan akan menempuh jalur hukum dengan langkah-langkah:
Melaporkan dugaan markup dan kolusi ke KPK. Melaporkan dugaan monopoli ke KPPU. Mengajukan gugatan ke PTUN dan/atau Pengadilan Niaga.
Mengajukan pengaduan resmi ke Kementerian BUMN dan Kementerian ESDM.
Selain itu, dalam waktu dekat juga akan Menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR RI. Peringatan Keras
PKLSP menutup pernyataannya dengan penegasan bahwa ini adalah somasi terakhir.
“Jika PLN dan PT SGS tetap mengabaikan somasi ini, kami akan membawa perkara ini ke jalur hukum secara penuh. Negara tidak boleh dirugikan, dan pengusaha lokal Papua harus diberdayakan sebagaimana amanat Otsus,” tegas Ghorga Donny Manurung.