Teropongistana.com Jakarta – Setiap pemimpin memiliki agenda pada masa lalunya. Diakui atau tidak, Prabowo tidak pernah bisa menghindar dari stampel representasi orde baru.
Menjadi bagian dari pergulatan catatan kelam sejarah bangsa, bagi jabatan orang nomer satu di negeri ini punya banyak ruang kekuasaan untuk merubah apapun.
Termasuk Masa Lalunya
Dimulai dari penghapusan kerusuhan 98 bukan sebagai pelanggaran HAM, berlanjut dengan pemberian gelar Pahlawan kepada Suharto, diktator 32 tahun.
Prabowo ingin merubah catatan kelam bangsa menjadi etalase glamour tanpa bercak darah dan caci maki. Semua dilakukan dalam kemasan demokrasi : mendengar aspirasi berbagai pihak, mempertimbangkan suara mayoritas dll.
Namun tetap otoriter. Karena keputusan sudah dibuat sebelum wacana dilempar ke publik sebagai basa-basi demokrasi.
Apa yang Kemudian Terjadi?
Pro kontra diciptakan sebagai pengalihan isu sekaligus menghitung ulang siapa saja yang setuju atau tidak akan kebangkitan Orde Baru.
Mayoritas aktivis Reformasi yang menumbangkan Suharto sudah dirangkul. Sebagian lagi tidak bersuara karena lumpuh dalam pilihan oposisi.
Tinggal menyisakan publik netijen yang bebas beropini dan berkomentar apapun. Jumlahnya tidak banyak, namun dipercaya mampu menggerakkan kesadaran publik tentang topeng penguasa yang kini sedang giliran di pos jaga.
Wajah kekuasaan yang mendadak sosialis saat pembagian bansos dan MBG. Mendadak kapitalis saat transaksi tambang dan SDA. Berubah demokratis pada siklus limatahunan
Namun celakanya secepat kilat otoriter saat membuat keputusan
Suharto barter dengan Marsinah, menjadi Pahlawan bersanding di tahun yang sama. Begitulah cara unik mengubur Reformasi yang digadang-gadang sebagai keberhasilan rakyat menumbangkan penguasa dzolim.
Kita Bisa Apa?
Tetaplah bersuara meskipun di kesunyian. Setidaknya kita sudah punya pilihan tidak ikut arus besar bukan karena tidak pandai berenang. Tetapi menjadi batu di dasar arus yang bertahan tidak kemana-mana di setiap musim pancaroba kekuasaan.
Penulis : Dahono Prasetyo dari Litbang Demokrasi















