Menu

Mode Gelap
Kejagung Bintang Terang Pemberantasan Korupsi di Tengah Tahun yang Penuh Tantangan Buntut Asyik Main Golf Saat Bencana, Matahukum Desak Presiden Pecat Kepala BGN Jaga Kondusifitas, GP Ansor dan Banser Bersama APH Lakukan Pengamanan Ibadah Natal di Sorong Kejati Jateng Tetapkan Gus Yazid Jadi Tersangka di Kasus TPPU Pesan Natal 2025, Menag Tekankan Peran Keluarga Menjaga Iman Refleksi Kinerja 2025, Menag: Agama Jadi Energi Pemersatu Bangsa

Opini

Kejagung Bintang Terang Pemberantasan Korupsi di Tengah Tahun yang Penuh Tantangan


Oleh - Musrianto, 25 Desember 2025. Perbesar

Oleh - Musrianto, 25 Desember 2025.

Teropongistana.com Jakarta – Di penghujung tahun 2025, saat kita merefleksikan capaian penegakan hukum di Indonesia, satu nama lembaga yang terus mencuri perhatian adalah Kejaksaan Agung (Kejagung). Dalam perbandingan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), Kejagung bukan hanya menonjol ia menjadi simbol harapan baru dalam perang melawan korupsi.

Opini saya, berdasarkan data dan dinamika sepanjang tahun ini, adalah bahwa Kejagung telah merevolusi pendekatan pemberantasan korupsi dengan fokus pada hasil nyata: pengembalian aset negara dalam skala triliunan rupiah. Ini bukan sekadar pencitraan, melainkan bukti konkret bahwa transparansi dan akuntabilitas bisa menjadi senjata ampuh.

Mari kita mulai dari angka-angka yang tak bisa dibantah. Sepanjang 2025, Kejagung berhasil menyita dan mengembalikan kerugian negara melebihi Rp 30 triliun dari kasus-kasus mega seperti korupsi ekspor minyak sawit mentah (CPO), impor gula, dan penertiban kawasan hutan.

Ekspos Juni dengan Rp 11,8 triliun, Oktober dengan Rp 13,25 triliun, dan Desember dengan Rp 6,6 triliun semuanya disaksikan langsung oleh Presiden Prabowo Subianto bukan hanya angka di kertas, tapi tumpukan uang tunai asli yang memenuhi lobi gedung mereka.

Ini adalah rekor sejarah, dan strategi “kerja senyap, ekspos besar” ini telah membangun kepercayaan publik. Survei dari Indikator Politik Indonesia dan LSI Denny JA menempatkan Kejagung di puncak dengan tingkat kepercayaan 70-79%, jauh di atas KPK (64-72%) dan Polri (54-69%).

Sebaliknya, KPK, yang dulu dikenal sebagai “pemburu koruptor” andalan, tampak kehilangan momentum di aspek pemulihan aset. Total recovery mereka hanya sekitar Rp 1,53 triliun sepanjang tahun, dengan ekspos terbesar di November sebesar Rp 300 miliar dari kasus Taspen yang ironisnya ternyata menggunakan uang pinjaman bank untuk display konferensi pers, bukan sitaan langsung.

KPK memang unggul dalam operasi tangkap tangan (OTT) dengan 118 tersangka, tapi opini saya adalah bahwa pencegahan dan penindakan saja tidak cukup tanpa hasil finansial yang signifikan. Di era di mana korupsi merusak ekonomi nasional, pengembalian uang negara harus menjadi prioritas utama, dan di sini KPK masih tertinggal.

Polri, sebagai garda terdepan dalam penyelidikan awal, juga patut diapresiasi atas kontribusinya dalam sinergi dengan lembaga lain. Namun, tanpa ekspos aset besar seperti yang dilakukan Kejagung, peran mereka lebih terasa sebagai pendukung daripada pemimpin. Tahun 2025 menunjukkan bahwa Polri kuat di lapangan, tapi nilai pengembalian aset mereka tidak mencolok, membuat citra mereka kalah dominan dibanding Kejagung.

Apa yang membuat Kejagung begitu menonjol? Jawabannya adalah inovasi dan keberanian. Dengan kolaborasi Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) dan fokus pada korporasi besar seperti Wilmar Group atau Duta Palma, mereka tidak hanya menangkap pelaku tapi juga “menyelamatkan” uang rakyat.

Ekspos visual tumpukan uang yang viral di media sosial bukan gimmick, itu adalah bentuk transparansi yang membangun rasa percaya. Di tengah kritik dari analis seperti MAKI dan ICW yang menyebut KPK lebih condong ke “pencitraan”, Kejagung membuktikan bahwa hasil nyata berbicara lebih lantang daripada OTT semata.

Tentu saja, ketiga lembaga ini saling melengkapi. KPK tetap vital untuk pencegahan, Polri untuk penyelidikan, dan Kejagung untuk eksekusi akhir. Namun, di tahun 2025, Kejagung adalah bintang terang yang menginspirasi. Opini saya, Jika tren ini berlanjut, Indonesia bisa melihatkan korupsi bukan sebagai mimpi, tapi realitas. Pemerintah dan masyarakat harus mendukung sinergi ini, karena hanya dengan begitu kita bisa membangun bangsa yang lebih adil dan sejahtera.

Sekian dan salam Selamat Natal 2025 dan Tahun Baru 2026. Opini ini tidak mewakili lembaga mana pun

Baca Lainnya

Mengubur Reformasi dengan Gelar Kepahlawanan

13 November 2025 - 13:47 WIB

Mengubur Reformasi Dengan Gelar Kepahlawanan

Pahlawan Sejati: Keteladanan Pemimpin Muda Harapan Bangsa

10 November 2025 - 12:23 WIB

Pahlawan Sejati: Keteladanan Pemimpin Muda Harapan Bangsa

Ayep Zaki Bangsa Besar Bukan Hanya Mengenang Perjuangan

29 Oktober 2025 - 13:08 WIB

Sumpah Pemuda: Momentum Kebangkitan Kolektif Tanggal 28 Oktober Selalu Mengingatkan Bangsa Ini Pada Ikrar Sakral Para Pemuda Tahun 1928: Satu Tanah Air, Satu Bangsa, Satu Bahasa—Indonesia. Sumpah Pemuda Bukan Sekadar Peristiwa Historis, Tetapi Energi Moral Untuk Terus Memperjuangkan Kemandirian Bangsa. Dulu Perjuangan Dilakukan Dengan Bambu Runcing Dan Pena, Kini Perjuangan Itu Menuntut Transformasi Ekonomi, Kemandirian Finansial, Dan Keadilan Sosial. Spirit Sumpah Pemuda Hari Ini Harus Diterjemahkan Ke Dalam Gerakan Ekonomi Umat Yang Kuat Dan Berkelanjutan. Salah Satu Instrumen Strategis Yang Sesuai Dengan Nilai Keikhlasan, Gotong Royong, Dan Keadilan Sosial Adalah Wakaf Uang. *Wakaf Uang: Instrumen Kemandirian Ekonomi Umat* Wakaf Uang Bukan Sekadar Ibadah Sosial, Melainkan _Financial Instrument_ Yang Mampu Menciptakan Keberlanjutan Ekonomi Berbasis Nilai. Dengan Regulasi Yang Jelas Melalui Uu No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, Pp No. 42 Tahun 2006, Dan Dukungan Peraturan Bwi Dan Dsn-Mui, Wakaf Uang Kini Bisa Dikelola Secara Profesional, Transparan, Dan Produktif. Setiap Rupiah Wakaf Uang Memiliki Kekuatan Mengganda: Abadi Dalam Nilai, Produktif Dalam Manfaat. Ketika Dikelola Dengan Prinsip Wakaf Produktif, Dana Ini Dapat Diinvestasikan Ke Instrumen Syariah Seperti Sukuk Negara, Sukuk Korporasi, Cwls (Cash Waqf Linked Sukuk), Cwld (Cash Waqf Linked Deposit), Atau Sektor Riil Yang Menumbuhkan Pelaku Usaha Mikro. Keuntungan Hasil Pengelolaan Disalurkan Kembali Untuk Pemberdayaan Sosial, Pendidikan, Kesehatan, Dan Umk Tanpa Mengurangi Pokoknya. *Dari Idealisme Pemuda Ke Gerakan Ekonomi* Pemuda Hari Ini Tidak Hanya Ditantang Untuk Bersumpah Tentang Identitas, Tetapi Juga Untuk Berikrar Atas Kemandirian Ekonomi Bangsanya Sendiri. Melalui Gerakan Wakaf Uang, Pemuda Dapat Berperan Sebagai Penggerak Transformasi Finansial Yang Berlandaskan Nilai Spiritual. Bayangkan Jika Satu Juta Pemuda Indonesia Mewakafkan Rp100.000 Saja Setiap Bulan. Maka Akan Terkumpul Dana Abadi Rp100 Miliar Per Bulan—Sebuah Dana Kedaulatan Ekonomi Umat Yang Dapat Menghidupi Ribuan Umk Melalui Skema Qardhul Hasan, Membantu Pesantren, Membantu Kaum Dhu'Afa, Dan Memperkuat Ketahanan Sosial Masyarakat. Inilah Bentuk Baru “Sumpah Pemuda Ekonomi”: Satu Visi Kesejahteraan, Satu Semangat Kemandirian, Satu Aksi Wakaf Produktif. *Menanam Abadi, Menuai Berkah Tanpa Henti* Dalam Konsep Ekonomi Wakaf, _Giving Never Ends_. Nilai Kebaikan Terus Berputar, Menciptakan Rantai Keberkahan Yang Tidak Terputus. Wakaf Uang Adalah Jihad Ekonomi Yang Menjadikan Setiap Pemuda Bukan Sekadar Konsumen Global, Tetapi Produsen Kebaikan. Momentum Hari Sumpah Pemuda Harus Menjadi Titik Balik Untuk Mengubah Paradigma: Dari _Charity-Based Movement_ Menuju _Investment-Based Philanthropy_. Gerakan Ini Bukan Sekadar Berbagi, Tapi Membangun Sistem Ekonomi Yang Berkeadilan Dan Berkelanjutan. *Wakaf Uang* Adalah Jembatan Antara Iman Dan Pembangunan, Antara Spiritualitas Dan Kemandirian Nasional. Jika Sumpah Pemuda 1928 Melahirkan Indonesia Merdeka, Maka Sumpah Pemuda Ekonomi Melalui Wakaf Uang Akan Melahirkan Indonesia Berdaulat Dan Makmur. “Bangsa Yang Besar Bukan Hanya Yang Mengenang Perjuangan, Tetapi Yang Melanjutkan Perjuangan Dengan Cara Yang Relevan Di Zamannya.”
Trending di Opini