Teropongistana.com Jakarta – Sekjen MataHukum, Mukhsin Nasir meminta Jaksa Agung melalui Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas) Kejaksaan Agung (Kejagung) Dr Rudi Margono SH MH, mengeksaminasi Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Bengkulu. Hal tersebut perlu dilakukn lantaran telah mengkorupsikan perkara pemalsuan batu bara.
Menurut Pria Kelahiran Makasar itu, kasus tersebut tidak ada kerugian negaranya. Sebab, kata Mukhsin, para pihak yang ditetapkan sebagai tersangka, dugaan perbuatannya adalah melakukan manipulasi kwalitas batu bara, Sehingga para pihak memperoleh keuntungan.
“Keliru besar kejati bengkulu mengkorupsikan kasus tambang yg seharus masuk rezim UU Minerba, kehutanan dan lingkungan hidup, kalau korupsi kerugian keuangan negara dimana apalagi kalau dikaitkan dengan jaminan reklamasi dan manipulasì kualitas semuanya aspek UU minerba dan uu lainnya.” kata Mukhsin kepada awak media, Minggu (3/8/2025)
Selanjutnya, kata Mukhsin, untuk keuntungan yang didapatkan. Tentu, itu tidak dapat dikategorikan kedalam unsur tindak pidana korupsi. Sebab perbuatan para tersangka tidak ada menyangkut perbuatan merugikan negara.
“Sebagaimana penetapan pasal yang diterapkan oleh penyidik Kejati Bengkulu,” ucap Mukhsin yang kerap disapa Daeng.
Kemudian masih kata Mukhsin, Adanya dugaan telah terjadi kesalahan dalam penerbitan RAKB yang dikaitkan dengan belum adanya jaminan reklamasi serta adanya manipulasi data kalori batu bara dan menambang di kawasan hutan dalam arti di luar IUP dan RAKB ke semua fakta hukum itu adalah fakta hukum pertambangan dan kejahatan lingkungan hidup dan kehutanan bukan korupsi.
“Sehingga rezimnya adalah administrasi penal law lex spesialis derogat le generale, Jelas Keliru kajati bengkulu menjadikan kasus ini korupsi,” tegasnya.
Terkait dengan penafsiran penyidik terhadap kerusakan lingkungan, tidak dapat dihubungkan dengan perbuatan oleh para pihak tersangka bilamana penyidik tidak memiliki alat bukti bahwa apakah areal tambang itu dalam proses perizinannya tidak melalui mekanisme prosedur penerbitan penggunaan kawasan sebagaimana ketentuan undang undang pertambangan.
Menurut Mukhsin, Kajati Bengkulu harus berhati-hati memaknai mempergunakan pasal undang undang tipikor terhadap suatu peristiwa hukum terkait pertambangan.
Sebab, jelasnya, kasus pertambangan adalah kasus yang perlu di dalami untuk membuktikan apakah kawasan tersebut di pergunakan secara illegal. Untuk itu, kejaksaan harus memiliki data otentik dari Kementerian Kehutanan ESDM terhadap status kawasan tersebut.
Mukhsin menegaskan, tindakan Kajati Bengkulu bertentangan dengan sistem hukum yang ada yaitu administrasi penal law dan azas hukum lex specialis derogat de generale.
“Karena fakta hukumnya masuk ke dalam rezim hukum pertambangan, hukum lingkungan dan kehutanan. Kalau sudah begini kacau sistem penegakan hukum yang akibatnya investor enggak berani masuk dan tidak ada kepastian hukum,” pungkas Mukhsin.
Sebagaimana diketahui Kejati Bengkulu telah menetapkan dan menahan 8 tersangka terkait kasus pertambangan. Para tersangka itu adalah :
1. Bebby Hussie, Komisaris PT Tunas Bara Jaya (PT TBJ) sekaligus Pemegang Saham PT Inti Bara Perdana.
2. Sutarman, Direktur PT Inti Bara Perdana (PT IBP).
3. Agusman, Marketing PT IBP.
4. Julis Sho, Direktur PT TBJ. Baca berita tanpa iklan.
5. Saskya Hussie, General Manager PT IBP.
6. IS, Kepala Sucofindo Bengkulu.
7. ES, Direktur PT Ratu Samban Mining (PT RSM).
8. David Alexander Yuwono, Komisaris PT Ratu Samban Mining (RSM).
Berdasarkan informasi yang dikumpulkan menyebutkan, bahwa para tersangka melakukan manipulasi secara bersama-sama dan saling mengetahui.
Mereka sama-sama mengetahui bahwa manipulasi kandungan batu bara ini merugikan negara serta pihak pembeli.
Penyidik mencatat bahwa total batu bara yang telah dimanipulasi dan terjual mencapai lebih dari 88.000 metrik ton.
Jumlah batu bara yang dimanipulasi datanya lebih dari 88.000 metrik ton, yang membutuhkan banyak kapal dalam pengiriman.
Penyidikan yang dilakukan Kejati Bengkulu berawal dari temuan dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh PT Ratu Samban Mining dan PT TBR, yang diduga beroperasi di luar Izin Usaha Produksi (IUP) dan masuk lawasan hutan. Kerugian negara ditaksir mencapai Rp 500 miliar. (Red)