Teropongistana.com Jakarta – Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap jajaran PT Inhutani V menambah daftar panjang kasus korupsi di sektor kehutanan. Dalam OTT yang digelar 13 Agustus 2025, KPK mengamankan sembilan orang dan menetapkan Direktur Utama PT Inhutani V, Dicky Yuana Rady, sebagai tersangka dugaan suap terkait pemanfaatan kawasan hutan.
Aktivis Sahabat Presisi, Egi Hendrawan, menegaskan kasus ini tidak boleh dipandang sebelah mata. Menurutnya, OTT Inhutani V hanyalah puncak gunung es dari praktik rente di sektor kehutanan.
“Kami mendesak aparat penegak hukum memperluas penyelidikan ke jejaring yang lebih luas dan melakukan audit forensik terhadap seluruh BUMN kehutanan, termasuk Perhutani. Indikasi penyalahgunaan kewenangan dan permainan gelap dalam pengelolaan hutan sudah lama dikeluhkan masyarakat,” ujarnya.
Sorotan publik makin besar setelah Presiden Prabowo Subianto menempatkan isu kehutanan dalam agenda prioritas. Dalam Pidato Kenegaraan 15 Agustus 2025, Presiden menegaskan komitmen pemerintah untuk menindak pelanggaran tanpa pandang bulu, bahkan dengan opsi penyitaan aset bagi pengusaha maupun korporasi nakal.
Tak berhenti di situ, pada 19 Agustus 2025, Presiden memanggil sejumlah menteri dan pimpinan lembaga ke Hambalang, Bogor, untuk rapat mendadak membahas penertiban kawasan hutan dan tambang ilegal. Presiden meminta laporan terbaru dan menegaskan bahwa tidak boleh ada toleransi bagi pelanggar hukum, baik kecil maupun besar.
“Selama saya menjabat Presiden Republik Indonesia, jangan pernah anggap yang besar dan yang kaya bisa bertindak seenaknya,” tegas Presiden.
Egi Hendrawan menilai arahan Presiden adalah modal penting untuk melakukan bersih-bersih total di sektor kehutanan. Ia mengajukan tiga langkah mendesak:
1. Perluasan perkara OTT Inhutani V ke jejaring mafia kehutanan yang lebih besar.
2. Audit nasional kehutanan, khususnya izin tebangan, kontrak kemitraan, dan aliran dana di BUMN kehutanan.
3. Pembentukan satgas terpadu lintas KPK, Polri, Kejaksaan, BPKP, dan Kementerian BUMN untuk percepatan penertiban.
“Kalau Presiden sudah beri instruksi jelas, tidak ada alasan lagi menutup-nutupi. Perhutani juga harus diperiksa. Publik menunggu bukti nyata bahwa negara serius melawan mafia kayu,” pungkas Egi.
Kasus OTT Inhutani V kini dipandang sebagai momentum awal untuk membongkar mafia kehutanan secara menyeluruh. Publik berharap penegakan hukum tidak berhenti pada kasus seremonial, tetapi benar-benar menyasar jaringan besar perusak hutan yang selama ini bersembunyi di balik BUMN.