Teropongistana.com Halmahera – Ketua Solidaritas Muda Indonesia Timur (SMIT), Mesak Habari, menilai pernyataan Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Halmahera Utara terkait limbah B3 PT NICO terlalu reaksioner dan tidak mencerminkan keterbukaan informasi publik sebagaimana diamanatkan undang-undang.
Mesak, yang akrab disapa Eca, menyampaikan bahwa pada 11 November 2025, pihaknya telah mengeluarkan pernyataan mengenai dugaan persoalan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) di wilayah operasional PT NICO. Namun, alih-alih memberikan klarifikasi yang konstruktif, Kadis DLH justru merespons dengan sikap emosional.
“Pemerintah itu seharusnya menjadi laboratorium informasi publik, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). Namun justru yang terjadi, publik tidak mendapat akses informasi sama sekali,” ujar Eca dalam keterangannya, Rabu (13/11/2025).
Ia menilai, selama ini masyarakat tidak pernah mengetahui kondisi lingkungan di sekitar perusahaan. Ketika ada pihak yang mengkritik atau mencurigai adanya kelalaian, pemerintah justru tampil seperti “superman” yang siap membela perusahaan dalam waktu 1×24 jam.
Lebih lanjut, Eca juga menanggapi pernyataan Kadis DLH Halmahera Utara yang menyebut bahwa limbah Fly Ash dan Bottom Ash (FABA) PT NICO tidak berbahaya dan termasuk kategori Non-B3. Menurutnya, klaim tersebut merupakan narasi menyesatkan dan tidak didukung bukti ilmiah yang valid.
“Perubahan status FABA menjadi Non-B3 tidak berarti kandungan racunnya hilang. Itu hanya permainan aturan, bukan hasil uji ilmiah yang membuktikan keamanan lingkungan,” tegasnya.
Eca menambahkan, praktik pemanfaatan FABA untuk dijadikan batako atau bahan urukan justru berpotensi menyebarkan zat berbahaya ke lingkungan masyarakat.
“Mengubah FABA jadi batako bukan solusi, tapi cara halus menyebar racun ke ruang hidup warga,” katanya.
SMIT, lanjut Eca, menegaskan bahwa keamanan lingkungan tidak boleh diganti dengan pasal pesanan. Pihaknya mendesak DLH Halmahera Utara dan PT NICO untuk membuka data hasil uji toksisitas FABA secara transparan dan independen kepada publik.
“Bahaya racun tidak hilang hanya karena dihapus dari daftar hukum. Yang hilang hanyalah keberanian untuk jujur kepada publik,” tutup Eca.















