Teropongistana.com, Jakarta -Menteri Agama Nasaruddin Umar kembali menyampaikan pesan strategis yang terdengar seperti arahan, seruan, sekaligus target ekspor baru: Indonesia harus naik kelas dari konsumen menjadi produsen gagasan Islam global.
Pernyataan itu disampaikan dalam Konferensi Internasional di UINSA Surabaya, di hadapan ribuan peserta yang tampak bersemangat—atau setidaknya cukup terjaga oleh AC aula yang dinginnya setara kulkas industri.
Menag menegaskan bahwa 4 Indonesia kini tengah naik daun di dunia Islam, terutama sejak Presiden Prabowo Subianto melontarkan pernyataan-pernyataan yang viral hingga “ditindaklanjuti hampir semua negara Muslim”—suatu capaian diplomatik yang jarang terjadi, terutama mengingat banyak pernyataan pemimpin negara lain yang biasanya hanya ditindaklanjuti oleh warganet.
“Kita jangan hanya menjadi konsumen pemikiran Timur Tengah. Kita harus menjadi produsen,” kata Menag, seolah mengumumkan bahwa negeri ini segera membuka pabrik ide berstandar SNI.
Menurut Menag, agar Indonesia benar-benar bisa mengekspor gagasan, diperlukan muatan akademik yang solid untuk menerjemahkan pernyataan-pernyataan Presiden ketika tampil di panggung internasional.
“Beliau tentu tidak mungkin merinci konsep secara lengkap. Kita yang mengisi ruang kosong itu,” ujarnya, menegaskan tugas baru Kementerian Agama: menerjemahkan spontanitas menjadi konsep dan diplomasi menjadi teori akademik.
Menag bahkan membandingkan gaya Prabowo dengan tokoh-tokoh dunia seperti Khadafi dan Saddam Hussein yang menurutnya “vokal tapi kurang konsep”.
“Pak Prabowo tegas, konsepsional, dan terukur,” jelas Menag, menyiratkan bahwa Indonesia kini siap menjadi think tank dunia Islam—atau setidaknya siap membuka lokakarya penyusunan konsep setiap kali Presiden berbicara di luar negeri.
Konferensi: Ribuan Peserta, Puluhan Delegasi, dan Satu Pertanyaan Besar: “Why Indonesia?”
Konferensi internasional bertema ambisius “Why Indonesia as a New Center of Muslim Civilization?” dihadiri lebih dari 2.500 peserta—angka yang menurut panitia “diperkirakan mencapai 3.000 orang”, sebuah pernyataan yang menunjukkan iman kuat pada kemungkinan peserta tambahan yang datang di jam-jam terakhir.
Rektor UINSA, Akhmad Muzakki, menyebut forum ini sebagai momen penting “untuk mengusung Islam Indonesia sebagai solusi masalah global”—pernyataan yang terdengar seperti tawaran promosi menarik dalam katalog peradaban dunia.
Narasumber internasional seperti Greg Barton menambah nuansa global, sementara para pimpinan PTKIS se-Jawa Timur memperkuat nuansa lokal yang tak kalah mendalam. Berbagai konsul negara sahabat turut hadir, mungkin sambil bertanya dalam hati apakah setelah ini Indonesia benar-benar akan mengirim ide dalam bentuk paket diplomatik.
Acara ditutup dengan Deklarasi Surabaya for Global Peace and Harmony, sebuah deklarasi yang dibacakan bersama mahasiswa internasional—sebuah upacara yang terlihat megah, meskipun isi deklarasinya tetap berharap dunia suatu hari nanti mendengarkan.
Pernyataan Menag tentang Indonesia sebagai produsen gagasan Islam global menandai babak baru dalam diplomasi nasional: dari negara penyelenggara haji, kini naik kelas menjadi eksportir pemikiran strategis peradaban.
Kini publik tinggal menunggu:
- Apakah gagasan-gagasan itu akan dipaketkan, dibakukan, atau distandarkan?
- Apakah akan ada “Blueprint Resmi Ekspor Pemikiran Islam Nusantara”?
- Dan yang tak kalah penting: apakah pasar global siap menerima produk baru dari Indonesia—kali ini bukan CPO, bukan nikel, tapi gagasan?
Setidaknya, kalau benar Indonesia sudah siap jadi produsen, semoga ini bukan seperti banyak pabrik lain: megah di peresmian, tapi sunyi di produksi. (Kei)















