TEROPONGISTANA.COM JAKARTA – Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah berharap negara tidak boleh kalah apalagi tunduk dan berkawan dengan mafia tanah. Ia menegaskan, persoalan mafia tanah di Indonesia tidak bisa diselesaikan secara parsial, apalagi mengedepankan ego sektoral di antara cabang-cabang kekuasaan negara dan pemerintah.
‘’Kejahatan atas tanah adalah kejahatan berjamaah yang terstrukur, sistematis dan massif. Data Badan Pertanahan Nasional membuat kita kaget, terdapat 242 kasus mafia tanah sejak tahun 2018 hingga 2021,’’ tegas Ahmad Basarah saat menjadi keynote speaker ‘’Refleksi Akhir Tahun Memutus Ekosistem dan Episentrum Mafia Tanah’’ yang diselenggarakan oleh Program Studi Magister dan Doktor Hukum Universitas Kristen Indonesia (UKI) bekerjasama dengan MPR RI, di Ruang GBHN MPR RI, Selasa (14/12).
Menurut Ketua Fraksi PDI Perjuangan itu, informasi BPN tersebut ibarat fenomena puncak gunung es. Diduga masih banyak kasus mafia tanah yang tidak terdeteksi karena mafia tanah bekerja secara terstruktur dan terorganisasi dengan rapi.
“Karena itu, jika ingin memutus mafia tanah, kita perlu kembali pada intisari Pancasila yakni gotong royong para pemangku kepentingan,” kata Ahmad Basarah.
Ketua DPP PDI Perjuangan itu menambahkan, karena kejahatan atas tanah adalah kejahatan berjamaah yang terstrukur, sistematis, juga massif, penanganannya juga harus dilakukan secara lintas sektoral dan menyeluruh, baik dari tingkat satuan pemerintahan terkecil, PPAT/notaris, BPN, penegak hukum, hingga pengadilan.
‘’Memutus ekosistem dan episentrum mafia tanah harus dari hulu. Di sini, bagaimana seluruh pemangku kepentingan di tingkat negara memiliki good will dan political will serta action untuk menjamin kepastian hukum dan keadilan bagi warga masyarakat pemilik tanah agar mereka tidak menjadi mangsa para mafia tanah,’’ tandas Ahmad Basarah.
Data menunjukkan terdapat sekitar 125 pegawai BPN terlibat mafia tanah. Ini jumlah yang baru terungkap. Mafia tanah ini ibarat orang buang angin, wujudnya tidak terlihat, namun aromanya bisa dirasakan.
“Sebaik apa pun sistem yang dibuat jika tidak didukung oleh semangat penyelenggara negara/pelayanan publik yang baik dan profesional, mafia tanah akan tetap merajalela. Kuncinya terletak pada semangat para penyelenggara negara. Jika mereka bermental penjahat dan korup, maka permasalahan mafia tanah di Tanah Air tidak akan pernah ada habisnya,” tegas Dosen Paska Sarjana Universitas Kristen Indonesia tersebut.
Selain itu, Ahmad Basarah menyebut peran Komisi Yudisial (KY) dan aparat penegak hukum juga penting guna mengawasi hakim pengadilan yang bermain sebagai koneksi mafia tanah. Kekuatan kapital tidak boleh mengalahkan rasa keadilan dan kepastian hukum. Untuk mencegah peradilan sewenang-wenang, ia berharap KY dan aparat penegak hukum perlu mengawasi persidangan kasus pertanahan yang terindikasi melibatkan jaringan mafia pertanahan.
Solusi lain, Ahmad Basarah menegaskan pentingnya dilakukan pengawasan atas organisasi internal dan eksternal notaris dan PPAT. Kepatuhan notaris dan PPAT terhadap regulasi demikian penting untuk menghindari praktik-praktik penyimpangan oleh berbagai pihak.
“Di samping pendekatan preventif, diperlukan upaya represif. Upaya ini dilakukan ketika telah terjadi tindak pidana atau kejahatan yang tindakannya berupa penegakan hukum. Sudah barang tentu dalam upaya ini yang berperan adalah pihak penegak hukum baik kepolisian, kejaksaan, KPK maupun hakim di lingkungan peradilan pidana,” tambah Ahmad Basarah.
Sementara itu, Ketua Program Studi Doktor Hukum UKI John Pieris mengaku heran dengan persoalan mafia tanah yang tidak pernah selesai. Dia heran meski sudah ada satgas antimafia tanah, persoalan mafia tanah belum ada titik terang. “Laporan BPIP mengatakan 83% tanah dikuasai pengusaha pribumi 7% asing. Sisanya dimiliki rakyat. Ini berarti kedaulatan rakyat hilang. Karena itu, kita berharap seminar ini menghasilkan solusi strategis dan komitmen bersama untuk memerangi mafia tanah,” tandas John Pieris.