Teropongistana.com JAKARTA – Terkait banyaknya siswa yang keracuanan seusai menyantap Makanan Bergizi Gratis di Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan. Maka Dinas Kesehatan setempat langsung turun ke lokasi untuk memantau situasi dan memastikan agar keracunan tidak terulang lagi.
Dari hasil penelusuran di lapangan, Dinas Kesehatan Sumatera Selatan meminta Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di Ogan Komering Ilir (OKI) memperhatikan waktu penyajian makan bergizi gratis (MBG) kepada siswa. Maksimal batas waktu yang ditetapkan setelah dimasak hingga dikonsumsi selama 4 jam.
Hal tersebut disampaikan Dedy Irawan selaku Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat, Dinas Kesehatan Sumatera Selatan seusai mendatangi sekolah, puskesmas dan SPPG, dampak dari 80 siswa keracunan yang diduga akibat menyantap MBG tersebut.
Lebih lanjut Deddy menyampaikan bahwa jeda waktu 4 jam itu, diharapkan tidak melebihi batas karena dapat menurunkan kualitas makanan.
“Karena dari tiga kejadian di Sumatera Selatan, semua melaporkan kejadian yang sama, bahwa makanan sudah basi. Padahal waktu maksimal makanan di suhu ruangan adalah 4 jam,”jelas Dedy.
Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung pada awal peluncuran program MBG di Jakarta mewanti-wanti, agar lokasi SPPG MBG itu tidak jauh jaraknya dari sekolah-sekolah.
Teguh, mengatakan idealnya jarak antara lokasi SPPG MBG dengan sekolah semestinya tidak lebih dari lima kilometer, hal ini menurutnya untuk memperlancar distribusi dan menjaga kualitas makanan.
Sementara Chairman of Mubarok Institute, Fadhil As Mubarok meyakini Dapur Sekolah MBG menjadi solusi utama dari persoalan yang muncul saat ini.
Dilihat dari berbagai aspek, kata Mubarok, keberadaan Dapur Sekolah memberikan kepastian akan kualitas makanan, ketepatan waktu penyajian, dan pilihan menu variatif sesuai keinginan siswa di sekolah tersebut.
Di samping itu masih banyak keunggulan lain jika Dapur Sekolah difungsikan, seperti lingkungan sekolah yang berdaya guna, juga peran nyata guru dalam mengawal program ini, tak sekadar jadi penonton.
Bahkan, lanjut Mubarok, siswa bisa bawa piring sendiri dari rumah, sehingga tidak membebani sekolah untuk pengadaannya.
Dengan demikian anak-anak juga bisa mencuci sendiri piringnya setelah dipakai, meskipun sampai di rumah dicuci lagi oleh orangtuanya.
“Yang jelas ada pendidikan karakter bagi anak yang terbiasa antri dan mandiri,” pungkas Fadhil.