Teropongistana.com Jakarta – Sepuluh bulan program andalan Prabowo Subianto berjalan penuh lika-liku. Yang paling sering adalah makanan basi dan beracun. Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mencatat ada 4.000 siswa di seluruh Indonesia mengalami keracunan usai menyantap makanan yang disediakan oleh SPPG (Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi).
Menyikapi hal ini, Indef mendesak pemerintah untuk menghentikan sementara program yang menjadi prioritas Presiden Prabowo Subianto tersebut.
Kasus ini juga perhatian khusus masyarakat Indonesia bahkan para diaspora yang tersebar ke berbagai negara. Seorang diaspora Indonesia yang tinggal; di United Kingdom, Inggris, Debby Jean-Marie menyarankan agar pemerintah menghentikan program Dapur Umum dan menggantikan dengan Dapur Sekolah. Bahkan ia meminta kantin- kantin di sekolah ditutup dan pekerjanya dikaryakan sebagai karyawan Dapur MBG di sekolah tersebut.
Kantin sekolah, kata Debby selama ini menyumbang makanan tidak sehat bagi anak-anak. Dengan ditutupnya kantin sekolah dan diganti dengan Dapur Sekolah, maka tak ada lagi siswa yang jajan tidak sehat.
Debby menyarankan anak-anak yang mendapat MBG adalah anak-anak yang mau. Sementara bagi orang tua yang tidak berkenan menerima MBG, tidak usah diberi. “Jadi tidak perlu MBG diberikan kepada semua siswa, tapi berikan kepada yang membutuhkan saja. Ini bisa menghindari makanan terbuang dan tentu menghemat anggaran negara,” kata Debby.
Sementara Fadhil As Mubarok dari Mubarok Institute menegaskan bahwa Dapur Sekolah lebih baik dari Dapur Umum dilihat dari segi jarak dan pelayanan. Dengan Dapur Sekolah, makanan masih segar, menu sesuai selera anak, dan tak perlu biaya distribusi.
Di samping itu ada edukasi karakter bagi siswa untuk terbiasa antri, jika MBG disajikan dalam bentuk prasmanan.
Gus Fadhil, panggilan akrab Mubarok ,menyarankan Presiden Prabowo Subianto untuk segera merespons persoalan ini dengan cepat agar tidak jatuh korban yang lebih banyak.
Catatan redaksi, kasus dugaan keracunan program Makan Bergizi Gratis (MBG) terjadi hampir di semua daerah di seluruh Indonesia. Kasus-kasus ini menimpa ratusan hingga ribuan siswa dan beberapa kasus telah ditetapkan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB).
Dengan hadirnya program makan bergizi, peran dan tanggung jawab BPOM ikut bertambah karena harus melakukan inspeksi terhadap SPPG yang tersebar di seluruh Indonesia. Awalnya tidak ada kewajiban inspeksi, tapi sekarang jumlah SPPG melonjak dari 190 menjadi 1.400, kemudian diperkirakan mencapai 7.000 pada Agustus, dan bahkan 30.000 pada akhir November atau Desember 2025.
Sementara dugaan korupsi yang melibatkan BGN terutama berkaitan dengan potensi pemotongan anggaran Program Makan Bergizi Gratis (MBG) dan isu penyelewengan dana yang dilaporkan oleh mitra dapur MBG di Kalibata, Jakarta Selatan beberapa waktu lalu.
Kepala BGN, Dadan Hindayana, membantah adanya korupsi dengan menegaskan sistem keuangan yang transparan melalui virtual account. Namun, KPK menerima informasi anggaran MBG diduga dipotong dari Rp10.000 menjadi Rp8.000 per porsi dan meminta BGN segera menindaklanjuti secara preventif.
Pantauan media di lapangan, anggaran dari pemerintah sebesar Rp 15.000,- dipergunakan untuk menu sebesar Rp 10.000, sementara yang Rp 5.000 untuk operasional mitra.
Tentu ini pukulan berat buat Prabowo, apalagi anggaran yang diserap untuk program MBG ini tak main-main, yakni Rp 71 triliun pada 2025.
Pada 2026 anggaran MBG pun loncat jadi Rp 335 triliun, dengan begitu 82,9 juta siswa se Indonesia bisa terjangkau.