Teropongistana.com Banten – Setelah Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) menggagalkan upaya penyelundupan 4.610 meter kubik kayu ilegal dengan nilai ekonomi mencapai Rp 230 miliar, sorotan publik kini tertuju pada sejumlah perusahaan pengolahan kayu di Banten. Salah satunya adalah PT. Borneo Kayu Indonesia, yang beroperasi di wilayah Kecamatan Rangkasbitung, Kabupaten Lebak–Banten.
Dalam keterangan resmi yang diterima redaksi, Forum Aktivis Anti Korupsi dan Monopoli, menilai perlu adanya klarifikasi terbuka dari perusahaan terkait asal bahan baku kayu, legalitas usaha, serta pengelolaan limbah produksi.
“Kita mendesak transparansi penuh dari seluruh pelaku industri kayu di Banten, termasuk PT. Borneo Kayu Indonesia. Publik perlu tahu apakah bahan baku Legal yang mereka gunakan sudah sesuai Sistem Verifikasi Legalitas Kelestarian (SVLK), dan bagaimana pengawasan limbah industrinya,” ujar Agus Suryaman, Koordinator Forum Aktivis Anti Korupsi dan Monopoli, di Lebak, Rabu (12/11/2025).
Menurut Agus, praktik monopoli distribusi bahan baku kayu sering kali menjadi celah bagi munculnya rantai pasok ilegal dari luar daerah. Apalagi setelah Satgas Penegakan Hukum Kehutanan (PKH) Kejagung mengungkap jaringan mafia kayu di sejumlah pelabuhan di Jawa Timur dan Kalimantan.
“Kasus penyitaan kayu di Gresik baru-baru ini adalah bukti bahwa sistem masih lemah. Kita tidak ingin hal serupa terjadi di Banten. Maka, kami meminta pihak PT. Borneo Kayu Indonesia untuk menjelaskan sumber bahan baku mereka secara terbuka,” tegas Agus.
Selain itu, Forum Aktivis juga menyoroti aspek pengelolaan limbah dan pencemaran udara dari industri penggergajian dan olahan kayu. Berdasarkan ketentuan PP No. 22 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, setiap perusahaan wajib memiliki izin pengelolaan limbah, terutama jika menghasilkan limbah B3
“Perusahaan harus terbuka tentang bagaimana limbah serbuk, cair, dan emisi udara mereka dikelola. Kami tidak menuduh, tetapi meminta klarifikasi resmi agar publik mendapatkan kejelasan, buka semua legalitas perusahaan tersebut” tambahnya.
Agus juga menyampaikan bahwa klarifikasi yang diajukan pihaknya bukan untuk menjatuhkan pihak manapun, tetapi sebagai bahan konferensi pers publik yang akan digelar dalam waktu dekat.
“Kami menginginkan tata kelola industri kayu di Banten yang bersih, transparan, dan patuh pada PP No. 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan serta Permen LHK No. 8 Tahun 2021. Jika perusahaan besar taat hukum, publik pun akan tenang,” pungkasnya.
Tim redaksi masih berupaya menghubungi pihak PT. Borneo Kayu Indonesia untuk mendapatkan tanggapan resmi terkait klarifikasi yang diajukan Forum Aktivis Anti Korupsi dan Monopoli.
(Farid)















