JAKARTA – Dalam rangka mendukung penuh amanat Presiden Prabowo Subianto memberantas korupsi, Koalisi Sipil Masyarakat Anti Korupsi (Kosmak) telah melayangkan surat kepada Ketua Komisi III DPR RI, tanggal 23 Juli 2025, perihal: permintaan pembentukan Panjasus kasus Zarof Ricar dan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU), atas adanya dugaan korupsi dan/atau merintangi penyidikan dan/atau penyalahgunaan kekuasaan yang diduga dilakukan oleh Jampidsus Febrie Adriansyah, dalam kegiatan penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus.
Kosmak meminta Panjasus Kasus Zarof Ricar memanggil para pihak yang terdapat dalam empat cluster yang relevan. Pertama, cluster terduga pemberi suap dalam pengurusan perkara perdata untuk memenangkan Sugar Group Company melawan Marubeni Corporation, yakni, Gunawan Yusuf dan Ny. Purwanti Lee pemilik Sugar Group Company selaku terduga pemberi suap.
Kedua, cluster terduga penerima suap, yakni hakim agung Sunarto, Soltoni Mohdally, Syamsul Ma’arif, Suharto Dkk. Ketiga, cluster makelar kasus yakni, Zarof Ricar dan Ronny Bara Pratama, putera Zarof Ricar. Keempat, cluster Aparat Penegak Hukum (APH), yakni Febrie Adriansyah, Jampidsus Kejagung RI dan JPU Nurachman Adikusumo selaku pihak yang memberantas korupsi diduga sembari korupsi. Dengan diduga menyalahgunakan kekuasaan dan/atau merintangi penyidikan dan/atau tindak pidana korupsi dalam pemeriksaan dan penuntutan terhadap terdakwa Zarof Ricar.
”Melalui Panjasus kasus Zarof Ricar, Komisi III DPR RI mendapatkan momentum yang fundamental guna memulihkan kembali tatanan hukum Indonesia yang tengah mengalami kerusakan akut yang amat parah secara sistemik. Apabila dibiarkan dapat menghilangkan kepercayaan publik terhadap hukum dan penegakannya. Penanggulangan kerusakan akut pada tatanan hukum nasional membutuhkan upaya bersama dari pemerintah, DPR, aparat penegak hukum dan masyarakat sipil. Harus dimulai dari pembersihan mafia hukum di tubuh Mahkamah Agung RI dan Jampidsus Kejagung RI,” kata Ronald Loblobly, Koordinator Kosmak kepada wartawan di Jakarta, Rabu (20/8/2025).
Menurut Ronald Lobloby, pada tahap awal pemeriksaan, Panjasus Kasus Zarof Ricar harus memakai teori makan bubur panas. Memulai dengan mendalami terlebih dahulu dugaan penggelapan barang bukti berupa uang tunai dengan berbagai mata uang asing yang didalilkan oleh Penyidik Kejaksaan Agung hanya sebesar Rp. 920 miliar dan 51kg emas, yang disita dalam penggeledahan di rumah kediaman Zarof Ricar di bilangan Jl. Senayan No. 8, Kel. Rawa Barat, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan pada tanggal 24 Oktober 2024.
Padahal, berdasarkan kesaksian Ronny Bara Pratama — anak Zarof Ricar — di muka persidangan, Senin, 28 April 2025, pada pokoknya menyatakan jumlah uang yang disita sebenarnya sebesar Rp.1,2 Triliun. Bahkan informasi terkini jumlah uang yang disita diduga sejatinya mencapai Rp. 1,6 Triliun, berdasarkan Berita Acara Penyitaan.
”Terdapat dugaan barang bukti uang tunai sedikitnya sebesar Rp. 680 miliar yang diduga digelapkan oleh oknum di Jampidsus Kejagung RI. Agar Zarof Ricar dan keluarganya diam — sebagai imbalannya — atas perintah Jampidsus Febrie Adriansyah – jaksa Nurachman Adikusumo selaku JPU tidak melekatkan pasal suap terhadap terdakwa Zarof Ricar. Melainkan pasal gratifikasi, sebagaimana dalam Surat Dakwaan No. Reg. Perkara: PDS-02/M.1.14/Ft.1/01/2025, tanggal 10 Februari 2025 yang dibacakan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, ” ujarnya.
Padahal, tegas Ronald dalam pemeriksaan dirinya sebagai tersangka pada bulan Oktober 2024, Zarof Ricar telah mengakui menerima uang suap sebesar Rp.50 miliar dan dan Rp.20 miliar dari Sugar Group Company, melalui melalui salah seorang pemiliknya bernama Ny. Purwati Lee. Uang suap tersebut dimaksudkan untuk memenangkan Sugar Group Company dalam perkara perdaata melawan Dkk melawan Marubeni Corporation Dkk ditingkat kasasi dan peninjauan kembali. Pengakuan tersebut kembali diulangi Zarof Ricar dimuka persidangan Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada tanggal 7 Mei 2025.
Usai Zarof Ricar mengaku disuap Sugar Group pada Oktober 2024, Febrie Adriansyah selaku Jampidsus tidak serta merta memerintahkan penyidik — sesuai ketentuan SOP – untuk melakukan penggeledahan terhadap seluruh lokasi Sugar Group Company yang relevan, dan tidak pula tidak pernah memerintahkan penyidik untuk segera melakukan pemeriksaan terhadap Ny. Purwati Lee dan Gunawan Yusuf sebagai pihak yang diduga memberikan uang suap, mempertebal kecurigaan adanya permainan dalam penanganan kasus ini.
Setelah ramai dikritisi, penggeledahan, pemeriksaan dan pencekalan terhadap pihak Sugar Group Company (Ny. Purwanti Lee dan Gunawan Yusuf) baru dilakukan secara tidak wajar yakni pada Mei 2025 atau enam bulan setelah Zarof Ricar ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka.
“Keganjilan lainnya, dalam pembuktian dakwaan terhadap terdakwa Zarof Ricar, JPU tidak memakai alat bukti dan barang bukti elektronik (electronic evidence) yang berisi data elektronik (email, riwayat browsing, file, foto, video dan lain-lain) yang ditemukan saat penggeledahan di rumah kediaman Zarof Ricar. Baik berupa handphone, laptop maupun email milik Zarof Ricar, anak-anaknya dan istrinya” tukas Ronald.
Diduga Menerima Suap dari Sugar Group dan Terdapat Kepentingan Menyandera Ketua Mahkamah Agung RI
Pasal suap diduga memang sengaja tidak diterapkan dalam dakwaan Zarof Ricar. Kebijakan ini memiliki mens rea untuk merintangi penyidikan, guna menyelamatkan Ny. Purwati Lee dan Gunawan Yusuf pemilik Sugar Group Company, dan para pemberi suap lainnya, agar tidak menjadi tersangka. Patut diduga dengan mendapat imbalan suap. Motif lainnya untuk kepentingan “menyandera” Ketua MA, Sunarto dan sejumlah hakim agung yang diduga sebagai pihak penerima suap. Dengan maksud mengamankan putusan atas tuntutan perkara-perkara korupsi yang kontroversial karena syarat rekayasa, yang disidik Pidsus Kejagung RI, yang dilimpahkan ke pengadilan. Seperti yang terjadi dalam kasus Tom Lembong yang mendapat abolisi dari Presiden Prabowo Subianto.
Sebagai penanggung jawab penyidikan dan penuntutan, Jampidsus, Febrie Adriansyah sangat memahami bahwa Zarof Ricar tidak memiliki kapasitas untuk mendapatkan gratifikasi. Mengingat kedudukannya tidak sebagai hakim pemutus perkara. Terdapat meeting of minds antara pemberi suap Sugar Group Company (Ny. Purwati Lee dan Gunawan Yusuf) dengan Zarof Ricar selaku perantara hakim agung penerima suap, dalam kaitan dengan barang bukti uang suap sebesar Rp. 50 miliar dan Rp. 20 miliar. Sehingga terhadap Zarof Ricar harus dilekatkan pasal suap, dengan ikut ditetapkan sebagai tersangka terhadap Ny. Purwati Lee dan Gunawan Yusuf selaku pemberi suap. Serta terhadap diri hakim agung Sunarto, Soltoni Mohdally, Syamsul Ma’arif, Suharto selaku terduga penerima suap.
Merujuk pada ketentuan Pasal 108 KUHAP, Febrie Adriansyah sebagai pegawai negeri, yang mengetahui peristiwa pidana wajib melaporkan pada penyelidik dan penyidik, dalam kasus pnerimaan uang suap sebesar Rp. 50 miliar dan 20 miliar dari Ny. Purwanti Lee, pemilik Sugar Grolup Company. Dengan demikian, Febrie Adriansyah selaku Jampidsus yang bertanggungjawab dalam membuat dakwaan yang berimplikasi tidak terlaksananya penegakan hukum yang seharusnya yaitu menjerat pelaku yang sebenarnya dan juga akibat penyusunan dakwaan yang tidak sesuai dengan ketentuan hukum (Pasal 143 ayat (2) KUHAP Jo. Surat Edaran Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: SE-004/J.A/11/1993 pada bab III Poin 3 halaman ke 2 Jo. Petunjuk Teknis Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor B-845/F/Fjp/05/2018 tertanggal 24 Mei 2018), telah melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud di dalam kode perilaku jaksa.
Praktek Mafia Hukum, Jadi Jurus Ngemplang Utang. Menyeret Dugaan Keterlibatan Hakim Agung Sunarto Dkk
Berdasarkan investigasi Kosmak, kasusnya sendiri bermula ketika Gunawan Yusuf Dkk melalui PT. GPA pada 24 Agustus 2001 menjadi pemenang lelang Sugar Group Company (SGC) — aset milik Salim Group — yang diselenggarakan BPPN dengan kondisi apa adanya ( as is), senilai Rp. 1,161 Triliun. Ketika akan dilelang, semua peserta lelang termasuk GPA telah diberitahu segala kondisi dari SGC tentang aktiva, pasiva, utang dan piutangnya. SGC yang bergerak dalam bidang produksi gula dan etanol ternyata memiliki total utang triliunan kepada MC, yang secara hukum tentu menjadi tanggung jawab Gunawan Yusuf Dkk selaku pemegang saham baru SGC. Akan tetapi, Gunawan Yusuf menolak membayar dengan dalih, utang SGC kepada MC senilai triliunan rupiah itu merupakan hasil rekayasa dan persekongkolan bersama antara Salim Group (SG) dengan MC.
Diduga untuk mensiasati agar dapat ngemplang utang yang bernilai triliunan rupiah itu, dibangunlah dalil yang diduga palsu, yang pada pokoknya dinyatakan utang itu hasil rekayasa bersama antara SG dengan MC, sebagaimana yang dituangkan dalam surat gugatan Gunawan Yusuf Dkk melalui PT. SIL, PT. ILP, PT. GPM, PT. ILD, dan PT. GPA menggugat MC Dkk, melalui PN Kota Bumi dan PN. Gunung Sugih, teregister dalam perkara No. 12/Pdt.G/2006/PN/GS dan No. 04/Pdt.G/2006/PN.KB. Namun pada ujung perkara, Gunawan Yusuf Dkk kalah telak, sebagaimana putusan kasasi No. 2447 K/Pdt/2009 tanggal 19 Mei 2010 dan No. 2446 K/Pdt/2009 tanggal 19 Mei 2010, yang telah berkekuatan hukum tetap (inkraht).
Dalam pertimbangannya majelis hakim menegaskan, tuduhan bahwa utang itu hasil rekayasa dan persekongkolan bersama antara SC dengan MC ternyata tidak mengadung unsur kebenaran. Terbukti pinjaman kredit luar negeri itu sudah di laporkan kepada Bank Indonesia dan terlihat dalam Laporan Keuangan dari tahun 1993 (SIL) dan tahun 1996 (ILP) sampai dengan tahun 2001.
Adanya rekayasa justru dibantah sendiri oleh Gunawan Yusuf melalui kuasa hukumnya yang pada pokoknya menyatakan ingin menyelesaikan kewajiban pembayaran utang dan bersedia melakukan pembahasan sehubungan dengan rencana pemangkasan sebagian hutang (haircut).
Ketidakbenaran tuduhan persekongkolan diperkuat dengan bukti surat tertanggal 12 Maret 2003, yang pada pokoknya Gunawan Yusuf menawarkan untuk menyelesaikan kewajibannya dengan menerbitkan promissory note senilai usd 19 juta. Berdasarkan dua putusan kasasi tersebut, pada pokoknya SGC diputuskan tetap memiliki kewajiban pembayaran utang kepada MC, yang bernilai triliunan rupiah.
Usai kalah telak, Gunawan Yusuf tak menyerah. Ia mendaftarkan lagi empat gugatan baru secara sekaligus. Memanfaatkan azas ius curia novit, sebagaimana ditegaskan Pasal 10 UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, dimana pengadilan tidak boleh menolak memeriksa dan mengadili perkara. Dalam empat gugatan baru tersebut, materi pokok perkara sejatinya sama dengan putusan kasasi No. 2447 K/Pdt/2009 dan No. 2446 K/Pdt/2009 yang telah berkekuatan hukum tetap (inkraht).
Sugar Group Company sebagai penggugat hanya mengubah materi gugatan yang bersifat accessoir, sebagaimana perkara-perkara, yakni: (1) No.394/Pdt.G/2010/PN.Jkt.Pst, (2) No. 373/Pdt.G/2010/PN.Jkt.Pst, (3) No. 470/Pdt.G/2010/PN.Jkt.Sel, dan (4) No. 18/Pdt.G/2010/PN.GS dan No. 141/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Pst, No. 142/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Pst, dan No. 232/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Pst, yang diduga berlanjut pada perkara kasasi dan PK.
Sebagaimana putusan (1) Putusan No. 1696 K/Pdt/2015 tanggal 14 Desember 2015, (2) Putusan No. 1697 K/Pdt/2015, tanggal 14 Desember 2015, (3) Putusan No. 1698 K/Pdt/2015, tanggal 14 Desember 2015 (4) No. 1699 K/Pdt/2015, tanggal 14 Desember 2015, (5) Putusan No. No. 1700 K/Pdt/2015 tanggal 14 Desember 2015. Kelima perkara kasasi tersebut, dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Agung, Soltoni Mohdally, dengan anggota Majelis Hakim Agung, Dr. Nurul Elmiyah, H. Zahrul Rabain, SH, MH, seluruh putusan tersebut secara janggal memenangkan Sugar Group Company.
“Selanjutnya terdapat putusan peninjauan kembali (1) PK I No. 144 PK/Pdt/2018, tanggal 27 April 2018, (2) PK I No. 816 PK/Pdt/2018, tanggal 2 Desember 2019, (3) PK I No. 818 PK/Pdt/2018, tanggal 2 Desember 2019, (4) Putusan PK II No. 697 PK/Pdt/2018, tanggal 8 Oktober 2018. Keempat perkara PK tersebut, dipimpin oleh Majelis Hakim, Sunarto yang memenangkan SGC, yang kini menjadi Ketua Mahkamah Agung RI yang dikenal dekat dengan Zarof Ricar. Tak heran bila pada 27-28 September 2024, Zarof Ricar yang telah pensiun sejak tahun 2022 itu tampak ikut dalam rombongan Sunarto yang melakukan kunjungan ke Keraton Sumenep “ ujar Ronald lagi.
Terdapat Putusan Peninjauan Kembali (1) PK I No. 144 PK/Pdt/2028, tanggal 27 April 2018, (2) PK I No. 816 PK/Pdt/2018, tanggal 2 Desember 2019, (3) PK I No.. 818 PK/Pdt/2018, tanggal 2 Desember 2019, (4) PK II No. 697 PK/Pdt/2018, tanggal 8 Oktober 2018. Keempat perkara PK tersebut dipimpin Majelis Hakim Sunarto, yang memenangkan Sugar Group Company.
Hakim Agung Syamsul Ma’arif sudah pernah menjadi Ketua Majelis Hakim Agung perkara dalam putusan PK II No. 697 PK/Pdt/2022, tanggal 19 Oktober 2023, PK II No. 887 PK/Pdt/2022 tanggal 19 Oktober 2023, namun menjadi ketua majelis dalam putusan PK No. 1362 PK/Pdt/2024/, tanggal 16 Desember 2024.
“Diduga lantaran uang suap telah menyebabkan, hakim agung Syamsul Ma’arif memutus perkara Sugar Group Company melawan Marubeni Corporation No. 1362 PK/PDT/2024, tanggal 16 Desember 2024, dengan melanggar pasal 17 UU No. 48 tentang Kekuasaan Kehakiman. Karena pernah mengadili perkara yang berkaitan sebelumnya, seharusnya, Hakim Agung Syamsul Ma’arif mundur sebagai pemeriksa perkara No. 1362 PK/PDT/2024,” ucapnya.
“Namun, alih-alih mundur, ia tetap memutus perkara hanya dalam tempo 29 (dua puluh sembilan) hari – padahal tebal berkas perkara 3 (tiga) meter. Membutuhkan waktu minimal 4 (empat) bulan untuk membacanya. Atas pelanggaran terhadap pasal 17 UU No. 48 tentang Kekuasaan Kehakiman dan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim sebagaimana Keputusan Bersama Ketua MARI dan Ketua KY, Hakim Agung Syamsul Ma’arif tidak mendapatkan hukuman apa pun dari Sunarto selaku Ketua Mahkamah Agung RI,” tambah Ronald Loblobly.