Teropongistana.com Jakarta – Anggota Komisi III DPR RI Achmad Dimyati Natakusumah buka suara terkait penangkapan bos tambang pasir di area 10 hektare kawasan hutan milik negara atau Perhutani di Kabupaten Lebak Selaran. Menurut Dimyati pihak Perhutani orang yang bertanggung jawab atas pembiaran aktifitas pertambangan yang dilakukan oleh PT TJM dalam kurun waktu empat (4) bulan.
“Perhutani pasti ikut terlibat dan kerjasama dalam akifitas pertambangan di 10 hektare area Perhutani Lebak Selatan. Karena dilakukan 4 bulan lebih, mereka juga membiarkan aktifitas tersebut, sehingga harus diperiksa,” kata Anggota DPR RI dari Komisi III, Achmad Dimyati Natakusuma melalui sambungan selulernya, Selasa (11/9/2023).
Disinggung terkait sangksi yang harus diterapkan kepada pihak Perhutani, mantan Bupati Pandeglang tersebut mengatakan bahwa Perhutani bisa dijerat ke dalam keikut sertaan dalam memberikan bantuan kepada seseorang atau pengusaha TJM itu sendiri. Menurut Dimyati, pihak Perhutani bisa dikategorikan terkait sebagai Deelneming, dimana dalam mereka yang melakukan tindak pidana dalam hukum pidana Indonesia adalah orang yang secara sendiri telah memenuhi segala unsur dalam suatu rumusan tindak pidana.
“Orang ini disebut orang yang melakukan (pleger). Ia dihukum sebagai orang yang melakukan tindak pidana. Akan tetapi, pelaku ini tidak selalu bekerja sendiri. Seringkali suatu tindak pidana dilakukan oleh beberapa pelaku, atau, dari seseorang, orang lain dapat melakukan kejahatan itu. Bentuk-bentuk penyertaan terdapat dalam Pasal 55 dan Pasal 56 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Indonesia. Maka dari Itu, saya mendorong Kepolisian dan Kejahatan tutur melakukan pemeriksaan terhadap Perhutani agar kasus serupa tak kembali dialami di Lebak Banten,” ucap pria yang kerap murah tersenyum tersebut.
Hal sama juga dikatakan, Matahukum menyebut Kepolisian ataupun Kejaksaan yang menangani kasus penyerobotan aktifitas pertambangan di area kawasan perhutani Cihara, Lebak Selatan perlu melakukan pemeriksaan kepada Asper Perhutani. Hal tersebut ditegaskan oleh Sekjen Matahukum, Mukhsin Nasir, Selasa (11/9/2023).
“Kepoisian dan Kejaksaan atau KPK perlu memeriksa Apser Perhutani yang bertugas di Lebak ataupun Cihara karena mereka tidak mampu dan melakukan pembiaran aktifitas pertambangan pasir ilegal di wilayahnya. Bagaimana tidak, aktifitas pertambangan di area kawasan menggerus 10 hektare mereka tidak mengetahuinya, ini bukan menggunakan lahan semeter dua meter, mereka terkesan membiarkan,” kata Sekjen Matahukum, Mukhsin Nasir, Selasa (11/9/2023)
Ditegaksan Mukhsin, selain diperiksa, Asper Perhutani tersebut juga perlu dicopot karena mereka terkesan membiarkan maraknya aktifitas pertambangan di wilayah Lebak. Kata Mukhsin Asper Perhutani yang bertigas di Lebak tak bisa menjaga kawasan hutan milik negara dengan baik.
“Pimpinan direktur utama perhutani harus segera mencopot Asper Perhutani di wilayah Lebak.Mereka salah satu orang yang harus dimintai tanggung jawabnya dan polisi harus segera memeriksanya. Saya akan membuat laporan khusus ke Kementerian Lingkungan Hidup, BUMN dan Mabes Polri terkait pengerusakan kawasan Perhutani oleh maraknya aktifitas pertambangan di Lebak,” jelas Mukhsin.
Sebelumnya juga, Ahli hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menyoroti penangkapan bos tambang pasir di area 10 hektare kawasan Perhutani Kabupaten Lebak Selaran. Menurut Fickar sangat mustahil dalam kurun waktu empat (4) bulan pihak Perhutani tidak mengikuti kegiatan pertambangan yang dilakukan PT TJM.
“Ya sangat mustahil, dalam waktu empat bulan Perhutani tak mengetahui kegiatan pertambangan karena day to day hutan itu ada pengawasnya,” kata Ahli Fakar Hukum Pidana dari Universitas Trisakti, Andul Fickar Hadjar lewat sambungan teleponnya, Selasa (11/9/2023).
Lebih lanjut, kata Fickar sapaan akrabnya mengatakan, pihak penegak hukum dari Kepolisian ataupun Kejaksaan harus bisa memeriksa mereka yang mengetahui dan mendiamkan para pegawai di level pengawasan ataupun lapangan, Karena kata Fickar, mereka telah membiarkan aktifitas pertambangan terus berlanjut.
“Pengawasan dari Perhutani ataupun Eksekutif harus diperiksa juga karena tidak mustahil hasilnya mengalir ke mereka,” tegas Fickar yang kerap kali muncul untuk menyoroti isu hukum pindana di Kejaksaan Agung dan Kepolisian.
Sementara dalam pemberitaan sebelumnya, Kapolres Lebak AKBP Suyono membenarkan tentang penankapan pengusaha tambang yang beroperasi di area kawasan Perhutani di Lebak Selatan.
“Benar Saat ini Kasus Pertambangan di Area Perhutani sudah Naik p21, dan yang Tangani Polda,” Kata AKBP Suyono Saat di Konfirmasi Pesan Whastapp nya Pukul 10.02
Disinggung Terkait Kapan Berkas dan Barang bukti Kasus Tersebut di limpahkan ke Jaksaan Pihaknya Menyarankan Agar Melakukan Komunikasi Dengan Kasat Reskrim Lebak yang baru. Karna Kata Suyono Kasat Reskrim Adalah Salah Satu Tim yang Ikut Melakukan Penagkapan Pengusaha Tambang yang ada di Kawasan Perhutani.
“Silahkan Kang Komunikasi dengan Kasat Reskrim,” Ucap Suyono Seraya Sambil Memberikan Nomer Selular Milik Pribadi Kasat Reskrim yang Baru agar Segera di Hubungi.
Sementara itu di Tempat yang Berbeda Kasat Reskrim Polres Lebak Wisnu Adicahya Mengatakan Pihaknya Juga Membenarkan Kasus Tersebut Sedang di Tangani Polda Banten. Namun Pihaknya Meminta Waktu untuk Terlebih dahulu Kapan Berkas itu Akan dilimpahkan ke Kejaksaan Oleh Polda.
“Nanti coba Saya Komunikasikan dengan Polda dan kejaksaan dulu ya Kang ,untuk Pelimpahan Tersangka dan Barang Buktinya kapan,” Beber Kasat Reskrim Wisnu Adicahya.
Kembali ke, Matahukum yang menyoroti banyaknya aktifitas perusahaan galian pertambangan diantaranya Pertambangan Galian Pasir, Pertambangan Galian Tanah Merah Ilegal, Galian Batubara dan Galian Tambang Emas di Lebal dan Serang yang tak mrmiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) dari Kementerian ESDM ataupun Pemerintah Pusat. Hal tersebut perlu adanya upaya serius dari aparat penegak hukum khususnya Kejaksaan Tinggi (Kajati) Banten.
“Langkah hukum Kejaksaan Agung yang menetapkan Dirjen Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin sebagai tersangka sudah tepat. Mengingat pertambangan merupakan salah satu kejahatan ekonomi yang sangat luar biasa, maka perlu dukungan atau dorongan serius untuk Alat Penegak Hukum Khususnya Kejaksaan terlibat aktif melakukan pemantauan dan peneritban terhadap aktifitas galian pertambangan di Lebak dan Serang yang tak memiliki IUP,” usai Mukhsin Nasir.
Dijelaskan Mukhsin, untuk modus perusaaan tambang biasanya mereka hanya memiliki rekomendasi ingkungan atau pun dari daerah setempat. Karena, kata Mukhsin mereka menyadari untuk mendapatkan Izin Usaha Pertambangan (IUP) tidak mudah dan membutuhkan biaya yang sangat tinggi.
“Saya bisa pastikan banyak aktifitas pertambangan di Lebak dan Serang yang tak miliki IUP dari pemerintah pusat ini sudah berlangsung cukup lama karena adanya pembiaran serta biaya yang mahal.Maka dari itu, saya mendorong Kejaksaan Tinggi Banten melakukan upaya pengawasan dan langkah hukum seperti yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung terkait SIUP dengan menetapkan Dirjen Dirjen Minerba,” tegas Mukhsin.
Padahal, intruksi Presiden Joko Widodo sendiri sudah tegas untuk meminta Pemprov Banten dan Bupati Lebak Iti Octavia Jayabaya untuk segera menghentikan pertambangan batubara, galian pasir, dan emas ilegal yang merugikan masyarakat.
“Pertambangan ilegal tidak bisa ditoleransi,karena keuntungan satu dua tiga orang, kemudian ribuan lainnya dirugikan terkait dampak kerusakan alam yang kemudian menyebabkan bencana,” ucap Mukhsin dengan menirukan pernyataan Presiden Joko Widodo.
Kata Mukhsin, Mata Hukum berharap, Kejati Banten untuk melakukan penegakan hukum tindak pidana korupsi atas dugaan penambangan illegal terhadap pihak perusahaan penambangan dikarenakan aktivitas penambangan yang tidak memiliki izin sah dan memenuhi persyaratan. Kata Mukhsin, pihaknya juga mendorong kalau ada oknum aparat penegak hukum (APH) baik itu kejaksaan, kepolisian maupun TNI yang diduga terlibat dan menerima setoran dari praktik penambangan ilegal di Lebak dan Serang agar segera berhenti dan mundur.
Disinggung tentang data perushaan tambang yang diduga tak miliki IUP di Lebak dan Serang, kata Mukhsin pihaknya telah mengantongi nama-nama perusahaan memang masih beroperasi. Kata Mukhsin ada puluhan perusahaan pertambangan yang tak miliki IUP bahkan ratusan tapi masih beroeprasi.
Untuk titik-titik lokasi kegiatan pertambangan yang masih kerap beroperasi kata Mukhsin, dia menyebut tersebar di beberapa kecamatan. Seperti di Kecamatan Tunjung, Pagintungan Jawilan, dan Kopo masuk ke Serang. Sementara, untuk di Lebak yaitu lokasinya di Sajira, Banjarsari, Cihara, Cimarga, dan Bayah.
Tambang emas tersebar di Kecamatan Cibeber, Bayah, Panggarangan, Cihara, dan Lebakgedong. Tambang batubara di Kecamatan Panggarangan, Bayah, Bojongmanik, Cilograng, dan Cihara. Sementara galian tanah di Kecamatan Maja, Curugbitung, Sajira, Cibadak, dan Cikulur.
“Tambang pasir di Citeras, Kabupaten Lebak, yang beroperasi masih beraktivitas sampai sekarang. Di sana, ada beberapa perusahaan tambang yang masih beroperasi. Namun, sebagian besar pengusaha tambang telah meninggalkan lokasi pertambangan. Tidak ada upaya pemulihan lingkungan setelah kegiatan tambang selesai. Karena itu, di wilayah Citeras dan sekitarnya ditemukan banyak kolam besar dengan kedalaman lebih dari tiga meter yang menjadi bekas tambang pasir,” tutur Mukhsin
“Kolam-kolam besar yang membentuk danau ditinggalkan begitu saja oleh pengusaha tambang. Tidak ada upaya reklamasi memulihkan kondisi lahan pasca-tambang. Bekas galian tambang membahayakan keselamatan masyarakat,” tambah Mulhin.
Sementara itu, kata Muksin untuk di Cimarga belasan tambang pasir masih aktif beroperasi. Tiap hari, lalu lalang kendaraan dengan muatan pasir basah dan overtonase melintas di Jalan Raya Leuwidamar dan Jalan Maulana Hasanudin. Dikatakan, Mukhsin, keberadaan angkutan pasir dikeluhkan masyarakat karena mengakibatkan jalan licin, kotor, dan dituding penyebab kerusakan jalan yang dibangun pemerintah dengan anggaran miliaran rupiah.
Di Banjarsari, tambang pasir ilegal bebas beroperasi. Tambang pasir berizin dan tidak berizin di beberapa desa di kecamatan yang berbatasan dengan Kabupaten Pandeglang ini berkontribusi terhadap pendangkalan sungai. Bahkan, informasinya, pada awal Desember 2020 terjadi banjir besar yang merendam ribuan rumah di Banjarsari. Banjir luapan sungai Ciliman dan Cilemer dituding akibat pendangkalan sungai karena limbah tambang pasir mengalir ke sungai dan ke persawahan.
“Sebagian besar, tambang emas dan batubara merupakan pertambangan rakyat terletak di Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). Jumlah pertambangan emas tanpa izin (PETI) di TNGHS. (Rai/Red)