Menu

Mode Gelap
Kejari Kota Bandung Serahkan 4 Tersangka Serta Barang Bukti Dugaan Korupsi PT ENM dan SDI Kasus Dugaan Korupsi PT ENM dan PT SDI, Kejari Kota Bandung Amankan Uang Negara Rp15 Miliar Komitmen Dorong Ekonomi Rakyat, Anggota DPR RI Fraksi NasDem Salurkan Bibit Ayam Petelur di Banten Gerak 08 Rayakan Ulang Tahun Presiden Prabowo: Siapkan Delapan Program Pemberdayaan Ekonomi Rakyat Satgas PKH Didesak Tertibkan Dugaan Tambang Ilegal di Tambrauw Papua Barat Daya Glenny Kairupan Sebagai Dirut Garuda Langkah Tepat Presiden Prabowo

Megapolitan

Banyak Keracunan, DPR Usulkan Dapur Ada di Sekolah


Banyak Keracunan, DPR Usulkan Dapur Ada di Sekolah Perbesar

Teropongistana.com JAKARTA – Salah satu terjadinya banyaknya makanan basi dan bahkan keracunan dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) disebabkan oleh jarak dapur yang terlalu jauh dari sekolah.

Hal tersebut menyebabkan makanan tidak sampai tepat waktu dalam kondisi baik, sehingga tidak efektif dalam mencapai tujuan program untuk meningkatkan kesehatan dan gizi anak. Lamanya distribusi makanan yang segar dan berkualitas, berpotensi menurunkan nilai gizi makanan, serta membebani anak-anak penerima program.

Menurut Ketua Badan Gizi Nasional, Dr. Hindayana menyebutkan bahwa Program MBG yang digagas bukan sekadar upaya pemenuhan gizi, melainkan telah menjadi penggerak ekonomi baru di tingkat masyarakat.

Lebih lanjut menurut Dadan, berdasarkan data BGN hingga pertengahan Agustus 2025, sudah berdiri 5.905 dapur MBG atau Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG), yang melayani sekitar 20,5 juta penerima manfaat.

Pendirian dapur-dapur tersebut dilakukan melalui kolaborasi dengan pengusaha lokal, organisasi masyarakat, serta lembaga swadaya masyarakat, tanpa menambah beban pada APBN 2025. Investiasi yang terserap dari masyarakat untuk membangun insfrastruktur dapur diperkirakan mencapai Rp.12 triliun.

Di sisi lain, Dadan juga mewanti-wanti dalam menentukan lokasi dapur yang strategis dengan waktu tempuh maksimal 20 – 30 menit atau radius tidak lebih dari 5 – 6 kilometer dari sekolah.

Dalam prakteknya distribusi makanan memerlukan waktu yang cukup lama, sehingga berdampak pada kualitas makanan.

Perlu Ada Solusi Melalui Pola Perubahan Dapur MBG

Melihat kondisi saat ini dimana ada beberapa persoalan yang dialami dalam Program MBG, maka perlu ada solusi pola perubahan dapur MBG. Di samping itu juga perlunya untuk melibatkan warga dan pihak sekolah sebagai penerima manfaat MBG.

Dengan demikian warga sekolah tidak sekadar menjadi obyek tetapi juga seharusnya sebagai subyek dari Program MBG tersebut.

Bahkan menurut Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Charles Honoris, mengusulkan agar skema pendistriusian Makan Bergizi Gratis(MBG) perlu diubah, hal ini untuk mengurangi terjadinya keracunan yang terjadi dan terus berulang.

Charles Honoris juga menegaskan bahwa pengadaan MBG harus melibatkan sekolah dan tidak lagi ada produksi MBG massal di dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).

“Teknisnya adalah dengan mengembalikan pengadaan MBG ke sekolah masing-masing,” jelas Wakil Ketua Komisi IX DPR RI yang juga anggota DPR RI dari Fraksi PDIP, kepada awak media beberapa waktu lalu.

Intinya harus ada solusi dan pola perubahan pada pengelolaan dapur MBG, libatkan warga sekolah untuk terlibat, bukan sekadar obyek penerima manfaat.

Baca Lainnya

Satgas PKH Didesak Tertibkan Dugaan Tambang Ilegal di Tambrauw Papua Barat Daya

17 Oktober 2025 - 11:44 WIB

Satgas Pkh Didesak Tertibkan Dugaan Tambang Ilegal Di Tambrauw Papua Barat Daya

Pegiat Lingkungan Kesal, Lahan Sitaan Satgas PKH Diduga Dikuasai Kelompok Tertentu di Pasangkayu

16 Oktober 2025 - 20:32 WIB

Pegiat Lingkungan Kesal, Lahan Sitaan Satgas Pkh Diduga Dikuasai Kelompok Tertentu Di Pasangkayu

Berpihak ke Rakyat Jelata, Koalisi Cinta Jakarta Puji Kinerja Gubernur Pramono

15 Oktober 2025 - 12:15 WIB

Berpihak Ke Rakyat Jelata, Koalisi Cinta Jakarta Puji Kinerja Gubernur Pramono
Trending di Megapolitan