Teropongistana.com JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) diminta segera mengaudit sebuah perusahaan asuransi digital (insurtech) dalam negeri yang diduga memanipulasi data keuangannya untuk meraup pendanaan dari investor. Jika dugaan ittu terbukti, OJK harus menjatuhkan sanksi tegas dan melaporkannya ke penegak hukum.
Direktur Center for Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi mengungkapkan, insurtech tersebut dikabarkan telah berhasil menarik pendanaan dari sejumlah investor perusahaan rintisan (startup) atau modal ventura beberapa tahun lalu.
“Insurtech ini kabarnya pernah mendapat pendanaan Seri B dari sejumlah investor senilai lebih dari US$50 juta pada 2021, seperti dari East Ventures (EV) Growth, GGV Capital, eWTP Fund, Saratoga Investama Sedaya, dan Emtek,” ungkapnya, Senin (15/9/2025).
Dia enggan menyebut nama insurtech dimaksud dengan alasan OJK diyakini telah mengetahuinya. Namun, sebagai informasi, perusahaan itu berdiri sejak 2017 dan pernah dinobatkan sebagai insurtech terbesar di Indonesia dengan puluhan cabang, termasuk beberapa di luar negeri. Salah seorang pendirinya disebut berasal dari Tiongkok.
Insurtech ini pernah mengklaim pendapatan premi bruto atau gross written premium (GWP)-nya tembus Rp3 triliun pada 2022, tumbuh lebih dari 2.000% dibandingkan 2018 atau dua kali lipat dari capaian 2021 sebesar Rp1,5 triliun.
Uchok menyebut, manipulasi GWP diduga menjadi modus untuk mendongkrak kinerja insurtech tersebut agar dinilai prospektif dan investor tertarik menyuntikkan dananya.
“Bekerja sama dengan para broker-broker internalnya, insurtech ini diduga mengambil data premi dari perusahaan asuransi lain untuk dicatatkan sebagai GWP mereka. Manipulasi data ini agar prospek perusahaan kelihatan kinclong di mata investor,” ujar Uchok.
Menurut dia, manipulasi keuangan atau fraud semacam itu tidak hanya merugikan investor, tetapi juga dapat merusak ekosistem usaha rintisan (startup) dan kredibilitas insurtech di dalam negeri, bahkan bisa mengikis kepercayaan masyarakat terhadap asuransi dan sektor keuangan secara luas.
“Kami mendapat informasi kasus ini pernah dilaporkan ke OJK tetapi tidak ada tindaklanjutnya. Kami mendorong investor-investor itu segera menggelar audit tuntas dan melaporkan hasilnya ke OJK dan penegak hukum,” tegas Uchok.
Dia mendesak OJK bertindak cepat, tegas dan transparan agar kepercayaan investor startup dan masyarakat terhadap asuransi, khususnya insurtech, tetap terjaga. Apalagi tren kinerja pembiayaan dan penyertaan modal vetura di Indonesia belakangan cenderung menurun.
Mengutip laporan DailySocial.id, pembiayaan startup Indonesia pada semester pertama 2025 anjlok 43% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Total modal yang digelontorkan susut menjadi hanya US$161,3 juta, terendah dalam beberapa tahun terakhir.
Mirip Kasus e-Fishery
Menurut Uchok, modus yang dilakukan insurtech itu mirip dengan kasus manipulasi data keuangan eFishery, sebuah perusahaan rintisan lokal di bidang budidaya perikanan, yang sempat mengguncang dunia startup di Indonesia.
Kasus eFishery ditangani oleh Bareskrim Polri sejak akhir 2024 dan telah menahan mantan CEO Gibran Huzaifah beserta dua orang lainnya. Mereka dituduh bekerja sama melakukan penipuan dan penggelapan dalam proses investasi pada eFishery.
Uchok berharap OJK tidak berhenti pada hasil investigasi dan audit terhadap insurtech tersebut, tetapi harus menindaklanjutinya dengan langkah konkret, termasuk melaporkan kasus itu ke Bareskrim Polri untuk diproses hukum.
Jika terbukti ada unsur manipulasi data keuangan, perusahaan dan individu yang terlibat dapat dijerat dengan Pasal 508 dan 378 KUHP yang mengatur sanksi pidana terkait pemalsuan laporan keuangan dan penipuan korporasi.
Potensi sanksi yang dapat dikenakan meliputi pidana bagi pihak yang terlibat, sanksi perdata jika ada pihak yang mengalami kerugian, serta pengawasan yang lebih ketat dari regulator terhadap perusahaan startup.