Teropongistana.com Jakarta — Di tengah meningkatnya dinamika politik nasional, mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI periode 2011–2013, Laksamana Muda TNI (Purn) Soleman B. Ponto, menegaskan bahwa anggapan mengenai dualisme intelijen antara Badan Intelijen Negara (BIN) dan BAIS TNI adalah pandangan yang keliru dan menyesatkan.
Menurut Ponto, pemisahan kewenangan antarlembaga intelijen bukanlah bentuk konflik internal, melainkan bagian dari upaya memperkuat sistem keamanan nasional melalui pembagian fungsi yang spesifik. “Tidak ada satu pun norma dalam sistem hukum Indonesia yang menyatakan bahwa intelijen harus bersifat tunggal dan tersentralisasi,” ujarnya, Senin (12/5/2025).
Intelijen Berbeda Lembaga, Tapi Satu Tujuan
Ia menjelaskan bahwa setiap lembaga negara memiliki kebutuhan intelijen yang berbeda. BAIS TNI bertugas di ranah pertahanan, BIN berada di bawah Presiden untuk menangani intelijen strategis dan keamanan nasional, Polri memiliki Badan Intelijen Keamanan (BIK) untuk mendukung penegakan hukum, dan Kejaksaan memiliki JAMINTEL untuk intelijen yustisial.
“Ini bukan dualisme, melainkan keragaman fungsional dalam satu sistem keamanan nasional,” tambahnya. Ponto menegaskan bahwa masing-masing lembaga tidak bisa saling menggantikan peran satu sama lain.
Koordinasi Bukan Subordinasi
Lebih lanjut, Ponto menekankan pentingnya memperkuat koordinasi, bukan menyatukan lembaga-lembaga intelijen. Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2019 telah menetapkan BIN sebagai koordinator, bukan komando tunggal.
“Koordinasi bukan subordinasi. Yang diperlukan adalah kerja sama, bukan penyeragaman fungsi,” tegasnya.
Alasan Pemisahan Intelijen Harus Dipertahankan
Ponto mengungkapkan tiga alasan utama mengapa sistem intelijen yang terpisah tetap relevan:
Mencegah Konsentrasi Kekuasaan: Pemusatan fungsi intelijen dalam satu lembaga berpotensi disalahgunakan.
Efektivitas Kinerja: BAIS akan bekerja optimal dalam struktur militer, sedangkan BIN lebih cocok untuk urusan strategis pemerintahan sipil.
Menjaga Netralitas Politik: Sistem ini menjamin bahwa intelijen tidak menjadi alat kekuasaan pihak tertentu.
Yang Salah Bukan Sistem, Tapi Cara Pandang
Menutup pernyataannya, Ponto menegaskan bahwa sistem intelijen Indonesia telah berjalan sesuai dengan struktur ketatanegaraan. “Yang perlu dikoreksi bukan sistemnya, tapi cara pandang terhadap sistem itu sendiri,” ujarnya. Ia berharap masyarakat tidak terjebak pada penyederhanaan konsep intelijen nasional yang kompleks dan strategis.