Menu

Mode Gelap
Dugaan Gerakan Senyap Bahlil-Golkar untuk Kepentingan Jokowi, Ancaman Bagi Stabilitas Pemerintahan Prabowo? Furtasan Ali Yusuf: Masih Ada Siswa SMP Belum Bisa Membaca, Di Mana Letak Masalahnya? Camel Dukung Program Pemerintah Prabowo Melalui Fasilitas Pendidikan dan Rekreasi Anak Berkualitas Bank DKI Ganti Nama Jadi Bank Jakarta, Langkah Menuju Kebangkrutan? Artis Cantik Camelia Petir Apresiasi Menteri Sosial Gus Ipul atas Realisasi Cepat Sekolah Rakyat Buntut PHK Sepihak dan Potong Uang JHT 3.7 Persen, 24 Karyawan Somasi PT Cometa Can

Nasional

Furtasan Ali Yusuf: Masih Ada Siswa SMP Belum Bisa Membaca, Di Mana Letak Masalahnya?


Foto Furtasan Ali Yusuf Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi NasDem 16 Juli 2026. Perbesar

Foto Furtasan Ali Yusuf Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi NasDem 16 Juli 2026.

Teropongistana.com Jakarta — Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi NasDem, Furtasan Ali Yusuf, mengungkapkan keprihatinannya terhadap rendahnya tingkat literasi siswa sekolah menengah pertama (SMP) di Kabupaten Serang, Banten. Ia menyebut masih banyak siswa kelas 1 dan 2 SMP yang belum bisa membaca.

Hal itu disampaikan Furtasan saat rapat kerja (raker) Komisi X DPR bersama Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti, dalam pembahasan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) APBN Tahun Anggaran 2024 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta 16 Juli 2026.

“Banyak di lapangan, Pak Menteri, saya menemukan anak kelas 1 dan kelas 2 SMP yang sampai sekarang belum bisa membaca. Padahal capaian literasi disebut sudah mencapai 68 persen dan numerasi 66 persen,” ujar Furtasan.

Ia menyatakan kekhawatirannya terhadap masa depan pendidikan nasional, terutama dalam menghadapi visi Indonesia Emas 2045.

“Saya jujur saja, 2045 ini saya khawatir. Bukannya emas, malah cemas,” tambahnya.

Menurut Furtasan, kondisi tersebut merupakan imbas dari penerapan kurikulum sebelumnya yang mengharuskan siswa naik kelas meskipun belum menguasai kemampuan dasar seperti membaca.

“Saya tanya ke kepala sekolah, kenapa bisa begitu? Ternyata kurikulumnya yang menyebabkan itu. Anak bisa baca atau tidak, tetap harus naik kelas,” jelasnya.

Kondisi ini, lanjutnya, menjadi tantangan besar bagi Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah. Siswa kesulitan memahami ilmu pengetahuan dan teknologi jika kemampuan membaca saja belum dikuasai.

“Bagaimana mereka bisa memahami ilmu pengetahuan dan teknologi, sementara membaca saja mereka masih kerepotan?” ujarnya.

Masalah ini perlu adanya kolaborasi semua pihak supaya ada jalan keluarnya.

“soal ini kan kolaborasi ya semua pihak ada diknas provinsi ada diknas kabupaten Kota ada kementerian, nah ini harus ada evaluasi total kira-kira problemnya tuh ada di mana sih jangan-jangan ini menjadi sebuah dari penerapan kurikulum merdeka.

Furtasan menilai perlunya evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan pendidikan, terutama penerapan Kurikulum Merdeka. Ia menilai kurikulum tersebut belum sepenuhnya menyesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan siswa di lapangan.

“Kurikulum Merdeka tidak cukup mempertimbangkan kondisi riil siswa. Tidak peduli apakah anak hadir atau memahami materi, yang penting naik kelas. Padahal dulu kita mengenal ‘rapor merah’ sebagai bentuk evaluasi dan motivasi,” kritiknya.

Ia juga menyoroti bahwa sistem seperti ini tidak adil bagi siswa yang sungguh-sungguh belajar. Tanpa evaluasi yang jelas, siswa yang tidak mampu tetap lulus, sementara yang berusaha keras tidak mendapat penghargaan yang setimpal.

Sebagai anggota DPR dari daerah pemilihan (Dapil) Banten II, Furtasan mengaku sudah melakukan koordinasi dengan Kementerian Pendidikan untuk mendorong program revitalisasi sekolah di wilayahnya. Namun, proses tersebut tidak berjalan mulus karena masih ada sejumlah kendala teknis.

“Saya sudah koordinasi dengan kementerian. Memang sudah ada long list sekolah yang masuk daftar revitalisasi, tapi kita tidak bisa pilih langsung sekolah mana yang dapat bantuan,” ujarnya.

Salah satu kendala utama, menurutnya, adalah syarat kepemilikan lahan. Banyak sekolah berdiri di atas tanah yang belum bersertifikat, padahal syarat pembangunan fisik mewajibkan status lahan yang jelas.

“Kebanyakan sekolah berdiri di lahan tak bersertifikat. Itu jadi kendala,” tambahnya.

Selain itu, ia juga mengkritisi akurasi data yang digunakan dalam sistem Data Pokok Pendidikan (Dapodik). Menurutnya, banyak sekolah yang memperbaiki data hanya menjelang akreditasi, sehingga muncul ketidaksesuaian antara kondisi di lapangan dan laporan digital.

“Awalnya data Dapodik mereka masih kurang. Tapi saat mau akreditasi, data diperbaiki agar terlihat bagus. Padahal kenyataannya sekolah itu tidak layak. Akibatnya, malah tidak mendapat bantuan ,” ungkap Furtasan.

Ia berharap Kementerian Pendidikan melakukan evaluasi mendalam dan bersikap lebih fleksibel terhadap kondisi nyata di lapangan demi pemerataan akses pendidikan yang adil dan berkualitas.

Baca Lainnya

Camel Dukung Program Pemerintah Prabowo Melalui Fasilitas Pendidikan dan Rekreasi Anak Berkualitas

15 Juli 2025 - 22:15 WIB

Camel Dukung Program Pemerintah Prabowo Melalui Fasilitas Pendidikan Dan Rekreasi Anak Berkualitas

Artis Cantik Camelia Petir Apresiasi Menteri Sosial Gus Ipul atas Realisasi Cepat Sekolah Rakyat

15 Juli 2025 - 17:38 WIB

Artis Cantik Camelia Petir Apresiasi Menteri Sosial Gus Ipul Atas Realisasi Cepat Sekolah Rakyat

Camel Petir Jalani Perawatan Kecantikan di Dermaster, Puji Kemajuan Operasi Plastik Indonesia

15 Juli 2025 - 07:19 WIB

Camel Petir Jalani Perawatan Kecantikan Di Dermaster, Puji Kemajuan Operasi Plastik Indonesia
Trending di Nasional