Menu

Mode Gelap
Arif Rahman Kembangkan Sentra Emping Pandeglang: Produk Lokal Kita Harus Mendunia Kemenag Inisiasi Forum Akademik Internasional Terkait Gaza dan Perdamaian Dunia Diduga Tak Miliki Izin, PT SGT di Jawilan Bodong dan Berbahaya Gerak 08 Banten Desak Satgas PKH Sikat Habis Tambang Ilegal di Indonesia Perusahaan Tambang Merasa Dipersulit, MinerbaOne Error dan Revisi RKAB Penjelasan Ahli Waris Suparno terkait Ganti Rugi Pembebasan Lahan Bandara Soetta

Opini

Tantangan Ekonomi Nasional dan Jalan Panjang Menuju Pemulihan


Ilustrasi Perbesar

Ilustrasi

Teropongistana.com Jakarta – Indonesia tengah menghadapi tekanan ekonomi bertubi-tubi yang menuntut kewaspadaan semua pemangku kepentingan. Melemahnya rupiah terhadap dolar AS, anjloknya IHSG, dan kebijakan tarif tinggi dari Amerika Serikat di bawah Presiden Donald Trump menjadi kombinasi tekanan eksternal yang harus segera direspons oleh pemerintah.

Per akhir Maret 2025, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menyentuh angka Rp17.000, level terendah dalam lebih dari setahun terakhir. Tekanan ini diperparah oleh ekspektasi bahwa The Fed akan mempertahankan suku bunga tinggi lebih lama dari perkiraan. Sementara itu, ketegangan geopolitik serta perlambatan perdagangan global menambah beban pada arus masuk modal ke negara berkembang, termasuk Indonesia.

Tidak hanya kurs rupiah, pasar saham juga terseret. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami koreksi hampir 10% sejak awal tahun. Investor cenderung menarik dana dari pasar negara berkembang dan mengalihkannya ke aset-aset aman seperti obligasi pemerintah AS.

Penurunan IHSG ini mencerminkan melemahnya optimisme terhadap prospek jangka pendek ekonomi domestik.Kondisi tersebut diperumit dengan kebijakan proteksionis Amerika Serikat. Pemerintahan Trump kembali memberlakukan tarif impor baru hingga 32% terhadap sejumlah produk dari negara berkembang, termasuk Indonesia. Produk tekstil, hasil pertanian, dan alas kaki menjadi sektor yang paling terdampak. Pelaku ekspor nasional pun harus mencari celah baru di tengah menyempitnya akses pasar global.

Tekanan ekonomi ini menjadi ujian awal bagi pasangan presiden dan wakil presiden terpilih, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, yang akan memulai masa jabatan mereka dalam waktu dekat. Mereka membawa visi pembangunan yang berfokus pada hilirisasi industri, ketahanan pangan, serta program makan siang gratis yang ambisius. Target pertumbuhan ekonomi 5,5% dan penurunan angka kemiskinan di bawah 7% pada tahun 2029 menjadi bagian dari sasaran utama.

Namun, jalan menuju pencapaian target itu tidak akan mudah. Melemahnya rupiah secara langsung berdampak pada biaya logistik dan impor bahan baku. Ini berpotensi menghambat implementasi program makan siang gratis dan mendorong inflasi makanan. Sementara itu, ketidakpastian pasar saham dapat membuat investor ragu untuk masuk ke sektor-sektor strategis seperti energi, teknologi, dan manufaktur.

Di sisi fiskal, tekanan akan semakin nyata. Belanja negara berisiko membengkak seiring kebutuhan pembiayaan proyek sosial dan infrastruktur yang ambisius. Tanpa reformasi struktural yang mendalam dan penguatan sektor pajak, defisit anggaran bisa meluas dan menekan kredibilitas fiskal Indonesia di mata investor global.

Namun demikian, peluang tetap terbuka. Pemerintah dapat memperluas kerja sama dagang dengan mitra nontradisional seperti India, Timur Tengah, dan Afrika. Di sisi domestik, penguatan produksi dalam negeri serta digitalisasi sektor usaha mikro dan kecil (UMKM) dapat menjadi kunci untuk menjaga daya beli dan ketahanan ekonomi masyarakat.

Yang dibutuhkan saat ini adalah sinergi antar lembaga, konsistensi arah kebijakan, dan komunikasi yang transparan kepada publik. Rakyat butuh diyakinkan bahwa pemerintah hadir dan siap menangani tantangan yang ada dengan strategi yang konkret dan terukur.

“Kita meyakini bahwa di tengah tekanan global ini, Indonesia masih memiliki modal dasar yang kuat: bonus demografi, pasar domestik yang besar, dan semangat reformasi. Yang diperlukan hanyalah komitmen nyata untuk menjaga stabilitas, memperkuat fondasi ekonomi, dan menjadikan tekanan ini sebagai katalis bagi pembenahan struktural yang telah lama ditunggu,” tutup Muhibbullah Azfa Manik.

 

Penulis : Muhibbullah Azfa Manik adalah dosen di Program Studi Teknik Industri, Universitas Bung Hatta.

Baca Lainnya

Mengubur Reformasi dengan Gelar Kepahlawanan

13 November 2025 - 13:47 WIB

Mengubur Reformasi Dengan Gelar Kepahlawanan

Pahlawan Sejati: Keteladanan Pemimpin Muda Harapan Bangsa

10 November 2025 - 12:23 WIB

Pahlawan Sejati: Keteladanan Pemimpin Muda Harapan Bangsa

Ayep Zaki Bangsa Besar Bukan Hanya Mengenang Perjuangan

29 Oktober 2025 - 13:08 WIB

Sumpah Pemuda: Momentum Kebangkitan Kolektif Tanggal 28 Oktober Selalu Mengingatkan Bangsa Ini Pada Ikrar Sakral Para Pemuda Tahun 1928: Satu Tanah Air, Satu Bangsa, Satu Bahasa—Indonesia. Sumpah Pemuda Bukan Sekadar Peristiwa Historis, Tetapi Energi Moral Untuk Terus Memperjuangkan Kemandirian Bangsa. Dulu Perjuangan Dilakukan Dengan Bambu Runcing Dan Pena, Kini Perjuangan Itu Menuntut Transformasi Ekonomi, Kemandirian Finansial, Dan Keadilan Sosial. Spirit Sumpah Pemuda Hari Ini Harus Diterjemahkan Ke Dalam Gerakan Ekonomi Umat Yang Kuat Dan Berkelanjutan. Salah Satu Instrumen Strategis Yang Sesuai Dengan Nilai Keikhlasan, Gotong Royong, Dan Keadilan Sosial Adalah Wakaf Uang. *Wakaf Uang: Instrumen Kemandirian Ekonomi Umat* Wakaf Uang Bukan Sekadar Ibadah Sosial, Melainkan _Financial Instrument_ Yang Mampu Menciptakan Keberlanjutan Ekonomi Berbasis Nilai. Dengan Regulasi Yang Jelas Melalui Uu No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, Pp No. 42 Tahun 2006, Dan Dukungan Peraturan Bwi Dan Dsn-Mui, Wakaf Uang Kini Bisa Dikelola Secara Profesional, Transparan, Dan Produktif. Setiap Rupiah Wakaf Uang Memiliki Kekuatan Mengganda: Abadi Dalam Nilai, Produktif Dalam Manfaat. Ketika Dikelola Dengan Prinsip Wakaf Produktif, Dana Ini Dapat Diinvestasikan Ke Instrumen Syariah Seperti Sukuk Negara, Sukuk Korporasi, Cwls (Cash Waqf Linked Sukuk), Cwld (Cash Waqf Linked Deposit), Atau Sektor Riil Yang Menumbuhkan Pelaku Usaha Mikro. Keuntungan Hasil Pengelolaan Disalurkan Kembali Untuk Pemberdayaan Sosial, Pendidikan, Kesehatan, Dan Umk Tanpa Mengurangi Pokoknya. *Dari Idealisme Pemuda Ke Gerakan Ekonomi* Pemuda Hari Ini Tidak Hanya Ditantang Untuk Bersumpah Tentang Identitas, Tetapi Juga Untuk Berikrar Atas Kemandirian Ekonomi Bangsanya Sendiri. Melalui Gerakan Wakaf Uang, Pemuda Dapat Berperan Sebagai Penggerak Transformasi Finansial Yang Berlandaskan Nilai Spiritual. Bayangkan Jika Satu Juta Pemuda Indonesia Mewakafkan Rp100.000 Saja Setiap Bulan. Maka Akan Terkumpul Dana Abadi Rp100 Miliar Per Bulan—Sebuah Dana Kedaulatan Ekonomi Umat Yang Dapat Menghidupi Ribuan Umk Melalui Skema Qardhul Hasan, Membantu Pesantren, Membantu Kaum Dhu'Afa, Dan Memperkuat Ketahanan Sosial Masyarakat. Inilah Bentuk Baru “Sumpah Pemuda Ekonomi”: Satu Visi Kesejahteraan, Satu Semangat Kemandirian, Satu Aksi Wakaf Produktif. *Menanam Abadi, Menuai Berkah Tanpa Henti* Dalam Konsep Ekonomi Wakaf, _Giving Never Ends_. Nilai Kebaikan Terus Berputar, Menciptakan Rantai Keberkahan Yang Tidak Terputus. Wakaf Uang Adalah Jihad Ekonomi Yang Menjadikan Setiap Pemuda Bukan Sekadar Konsumen Global, Tetapi Produsen Kebaikan. Momentum Hari Sumpah Pemuda Harus Menjadi Titik Balik Untuk Mengubah Paradigma: Dari _Charity-Based Movement_ Menuju _Investment-Based Philanthropy_. Gerakan Ini Bukan Sekadar Berbagi, Tapi Membangun Sistem Ekonomi Yang Berkeadilan Dan Berkelanjutan. *Wakaf Uang* Adalah Jembatan Antara Iman Dan Pembangunan, Antara Spiritualitas Dan Kemandirian Nasional. Jika Sumpah Pemuda 1928 Melahirkan Indonesia Merdeka, Maka Sumpah Pemuda Ekonomi Melalui Wakaf Uang Akan Melahirkan Indonesia Berdaulat Dan Makmur. “Bangsa Yang Besar Bukan Hanya Yang Mengenang Perjuangan, Tetapi Yang Melanjutkan Perjuangan Dengan Cara Yang Relevan Di Zamannya.”
Trending di Opini