Teropongistana.com Jakarta – Suasana pagi itu mentari langit Ibukota persis di depan Kantor Kementerian Agraria Tata Ruang Badan Pertanahan Nasional (ATR-BPN) Kebayoran Jakarta Selatan. Suara lalu lalang dan bunyi klakson kendaraan roda empat maupun roda dua terus nyinyir menari menyisir jalanan yang sesekali pengemudinya memakirkan kendaraanya di bahu jalan.
Terlihat ada para pekerja dan honorer duduk di Kantin Fujasera sembari makan atau hanya sekedar untuk ngopi santai menikmati suasana Ibukota yang pernah disebut kejam. Sebagian pengunjung yang lain datang masuk ke Kantor ATR-BPN dan kemudian terlihat pergi kembali.
Banuara Viktor Sihombing (48) tahun Warga Cimindi Raya, Kelurahan Pasirkaliki, Kecamatan Cimahi Utara, Kota Cimahi, Jawa Barat. Dia seorang Disabilitas Tunanetra (Tidak bisa melihat-red) berprofesi sebagai tukang urut di tempat tinggalnya sengaja datang berjalan kaki menggunakan tongkat untuk mencari keadilan ke Ibukota Jakarta.
Baca juga : Kejari Jakbar Sebut Berkas Kasus Tanah Supardi dan Nurela Masuk Tahap Dua
Banuara Viktor Sihombing yang kerap dipanggil Banuara duduk santai di Kantin sambil menunggu relawan yang akan memandu memfasilitasi dia untuk bertemu dengan salah satu pejabat di Kementerian ATR/BPN. Kepala Banuara terangguk-angguk dengan wajah senyum terlihat harapan besar ketika berada di Jakarta.
“Berharap Bareskrim Polri, Kejaksaan Agung, Mahkamah Agung dan Kementerian ATR/BPN untuk berpihak terhadap saya. BPN harus membatalkan sertifikat tanah seluas 3.275 meter persegi dengan SHM No.252 Desa Sundawenang, Kecamatan Parungkuda, Kabupaten Sukabumi. Alasannya karena sertifikat tersebut sudah pernah terbit pada tahun 1992 dan tidak pernah hilang,’’kata Banuara kepada redaksi TeropongIstana, Jumat (13/1) sekira pukul 10.30 WIB.
Lebih lanjut, Banuara bercerita tentang kondisi dia pada tahun 1992, kata Banuara sebelum dia mengalami cacat fisik dibagian pengelihatan. Ia sempat bolak balik ke BPN Sukabumi ataupun Kantor Desa Sundawenang. Tapi setelah Banuara mengalami kebutaan pada tahun 2000, dia tak lagi bisa mengawasi lokasi tanah tersebut.
“Dulu di tahun 1992 sempat untuk mengurus sertifikat tanah dan balik Namanya, tapi pada saat saya mengalami kebutaan, saya tidak lagi bisa mengawasi lokasi tanah itu. Pada tahun 2019 dengan didampingi oleh keponakan saya bermaksud melunasi PBB terhutang ke kantor desa Sundawenang, Namun staf desa menyampaikan adanya SHM Pengganti No.252 tahun terbit 2017 atas nama Yoerizal Tawi,” ucap Banuara sambal mengusap keringat di wajahnya.
Baca juga : BONGKAR…!Dugaan Oknum Beking Mafia Tanah di Polres Kabupaten Serang
Seketika terbayang dalam benak Banuara pada tanggal 23 Mei 1992, saat itu Ayahnya yang Bernama Seni Santer Sihombing selaku pembeli tanah telah melakukan transaksi jual beli dengan Sodara Yoerizal Tawi atas sebidang tanah SHM No 252 dengan luas 3.275 meter persegi. Kata Banuara harga di tahun tersebut dengan nilai Rp 5.500.000 (lima juta lima ratus ribu rupiah). Banuara menyebut, transaksi jual beli juga disaksikan oleh aparat Desa Sundawenang dilengkapi dengan dokumen keterangan tidak sengketa dari kepala desa Sundawenang tertanggal 20 Mei 1992 dan dilengkapi bukti pembayaran PBB tahun 1992.
“Selanjutnya pengelolaan/pemanfaatan lahan tanah untuk pertanian diserahkan kepada Alm. M. Oking aparat Desa yang menjadi salah satu saksi transaksi jual beli tanah tersebut diatas hingga akhir hayatnya tanggal 25 April 1996. Proses balik nama SHM No.252 Desa Sundawenang terbit tahun 1992 belum dapat dilakukan berhubung pihak penjual (sdr. Yoerizal Tawi) berpindah domisili tempat tinggal ke alamat yang tidak diketahui oleh tetangga maupun aparat desa setempat,” tutur Banuara.
Dalam benak Banuara, Hal itu dilakukan Yoerizal Tawi sebagai upaya menghindarkan diri, terlebih adanya niat tidak baik yang dibuktikan dengan upaya membeli kembali menggunakan cek bilyet giro dimana rekening penerbitnya ternyata sudah ditutup. Kata Banuara, Ayahnya (Sano Santer Sihombing-red) sebagai pemilik tanah tetap melakukan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) melalui Alm. M. Oking selaku aparat desa hingga akhir hayatnya pada 1996.
Sambil menghela napas, Banuara melanjutkan ceritanya, kata Banuara, setelah meninggalnya Alm. M. Oking, selanjutnya pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dibayarkan langsung ke desa Sundawenang hingga tahun 1998. Kata Banuara, dia juga mulai mengalami sakit mata dan mengalami kebutaan di tahun 2000, tentunya dalam proses itu kata Banuara banyak hal yang terbengkalai.
“Adanya Surat Permohonan Penerbitan Sertifikat Pengganti kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Sukabumi tanggal 30 Oktober 2015 oleh Agus Syarif (selaku kuasa hukum dari sdr. Yoerizal Tawi tanggal 17 Oktober 2015). Sedangkan pada tanggal 20 Oktober 2015 Kantor Petanahan Kabupaten Sukabumi telah mengeluarkan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah Nomor 474/III/2015 dengan lampiran Surat Kuasa Agus Syarif,” ujar pria yang menggunakan tongkat tersebut.
Diceritakan Banuara, bahwa menurut keterangan satu-satunya saksi hidup sekaligus yang memperkenalkan Yoerizal Tawi dengan Sano Santer Sihombing yaitu sdr. Diding Suwardi menyatakan bahwa SHM No.252 desa Sundawenang tahun terbit 1992 tida hilang, melainkan diserahkan kepada sdr. Sano Santer Sihombing selaku Pihak Pembeli berikut dokumen-dokumen asli lainnya.
Kata Banuara, pada tahun 2019 dengan kondisi fisik yang mengalami kebutaaan dan ditemani oleh ponakan, dia memberanikan diri untuk mengurus Kembali sertifikat milik ayahnya yang berada di Desa Sundawenang. Sesampainya di Kantor Desa, ia dan ponakannya menerima kabar baik dan positif, dimana kabar baiknya tanah yang dibelinya ternyata terkena pembebasan karena akan ada pembangunan jalan tol Bogor Ciawi dan Sukabumi. Sementara itu, untuk kabar negatifnya, tanah yang akan dia bayar PBB nya ternyata sertifikatnya telah terbit Kembali dengan SHM no 252 dengan luas yang sama yaitu 3.275.
“Kepala Desa Sundawenang mengupayakan agar mediasi dengan sdr. Yoerizal Tawi. Namun sdr. Yoerizal Tawi tidak bersedia bermusyawarah dan menyatakan TIDAK MENGENAL sdr. Sano Santer Sihombing. Sesuai arahan aparat Desa Sundawenang untuk menghadap ke kantor BPN Kabupaten Sukabumi bertemu dengan Kasi Pengadaan Tanah Tol Bocimi untuk mengkonfirmasi tentang SHM Pengganti No.252 desa Sundawenang tahun terbit 2017. Disana saya bertemu denganAang dan Dede petugas BPN Sukabumi yang menyatakan memang benar ada SHM Pengganti No.252 desa Sundawenang terbit tahun 2017 atas nama Yoerizal Tawi,” beber Banuara sambil meneguk segelas air teh hangat.
“ Kemudian Aang dan Dede mengupayakan mediasi dengan sdr. Yoerizal Tawi. Namun sdr. Yoerizal Tawi menolak mediasi dengan alasan TIDAK MENGENAL sdr. Sano Santer Sihombing. Bahkan dipersilahkan agar kami melakukan tindakan hukum,” tambah Banuara lagi.
Dengan penuh keyakinan, Selanjutnya pada tanggal 24 Februari 2021, Banuara melakukan Laporan di Polda Jabar. Kata Banuara, tanggal 16 Agustus 2021, sebagai pelapor saya menerima SP2HP atas nama terlapor sdr. Yoerizal Tawi dan tembusan SPDP dan pada tanggal 19 Agustus 2021. Banuara juga diminta menyerahkan Barang Bukti berupa Dokumen-dokumen Asli kepada Penyidik, sementara itu, pihak Terlapor (sdr. Yoerizal Tawi) hanya disita Bukti berupa Foto Copy Legalisir SHM Pengganti No.252 desa Sundawenang tahun terbit 2017, pada tanggal 29 Oktober 2021.
“Sedangkan Bukti SHM Pengganti No.252 desa Sundawenag tahun terbit 2017 baru akan dilakukan penyitaan tanggal 16 September 2022 dari Yoerizal Tawi 9 bulan kemudian, tepatnya tanggal 12 Mei 2022 saya menerima SP2HP yang menyatakan Penyidik telah melakukan gelar perkara pada tanggal 29 November 2021 terkait proses peningkatan status terlapor sdr. Yoerizal Tawi menjadi Tersangka. Penyidik telah membuat dokumen terkait ketetapan Tersangka. Adapun Terlapor menerima Surat Ketetapan Polda Jabar Nomor : S.Tap/110/XII/2021/DIT RESKRIMUM tentang Penetapan Tersangka atas nama Yoerizal Tawi tertanggal 13 Desember 2021,’’ jelas Banuara.
Dijelaskan Banuara, bahwa pada SHM No.252 Desa Sundawenang tahun terbit 1992 didasarkan pada Surat Ukur 2239/1992, Penunjukan dan penetapan batas : Batas-batas ditunjukkan oleh Yusuf dan M. Oking bertindak untuk atas nama Yoerizal Tawi. Sedangkan SHM Pengganti No.252 Desa Sundawenang tahun terbit 2017 didasarkan pada Surat Ukur 2239/1992, Penunjukan dan penetapan batas : Batas-batas ditunjukkan oleh M. Oking bertindak untuk dan atas nama Yoerizal Tawi.
“Sementara M. Oking telah meninggal dunia pada tanggal 25 April 1996 yang mana menurut keterangan Penyidik Polda Jabar, Penunjuk dan penetapan batas pada Surat Ukur 2239/1992 SHM Pengganti No.252 desa Sundawenang tahun terbit 2017 tidak ada yang menandatangani berkas tersebut,’’ tutur Banuara dengan penuh harap.
Padahal sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan kepada seluruh jajarannya, terutama Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) untuk serius dalam memberantas mafia tanah. Menurutnya, mafia tanah hanya akan menyulitkan masyarakat dalam mengurus sertifikat.
“Kalau masih ada mafia yang main-main silakan detik itu juga gebuk. Ini meruwetkan ngurus sertifikat. Tidak bisa kita biarkan rakyat tidak dilayani urus sertifikat,” tegas Jokowi. (Jumri)