Teropongistana.com Jakarta – Jakarta, 26 Agustus 2025 – Rentetan amuk masa merespon kebijakan-kebijakan kontroversial yang membebani rakyat muncul diberbagai daerah. Persoalan kebijakan kenaikan pajak yang sangat tinggi diinisiasi Kementerian Dalam Negeri menjadi gelombang perlawanan rakyat kepada rezim pemerintahan didaerah seperti di Pati dan kabuoaten Bone. Pernyataan Menteri Keuangan juga menjadi pemantik kemarahan rakyat yang menganggap guru dan dosen sebagai beban negara. Hal ini sangat kontras dengan tunjangan dan fasilitas yang fantastis diberikan kepada para pejabat negara seperti Anggota DPR-RI. Apadaya rakyat melihat previlege negara kepada para pejabat ditengah kesulitan ekonomi. Namun yang lebih menyakitkan hati dan pikiran rakyat pernyataan anggota dewan yang bernada makian dan pembenaran terhadap berbagai kenaikan tunjangan dan fasilitas. Hal ini dikuatkan oleh Adies Kadir dari fraksi Golkar sebagai wakil ketua DPR-RI yang menyatakan besaran hitungan kenaikan tunjangan fasilitas perumahan sebesar 50 juta, tunjangan beras 12 juta dan lain-lain. Puncak kemarahan rakyat direalisasikan dengan aksi unjuk rasa untuk membubarkan DPR sebagai bentuk kemarahan dan kekecewaan publik terlebih lagi aksi tersebut diduga dipicu oleh Ahmad Sahroni (Anggota DPR-RI dari Partai Nasdem) yang menantang rakyat untuk membubarkan DPR. Melihat kondisi tersebut tentunya sangat mengkhawatirkan dan meresahkan rakyat dari keberlanjutan rezim, bangsa dan negara apabila desain gerakan gelombang kemarahan rakyat terus dilantik secara simultan, sistematis dan masif.
- Konsolidasi politik para pemangku kepentinga
Bersamaan aksi unjuk rasa pembubaran DPR RI, Presiden Prabowo Subianto memberikan berbagai gelar tanda jasa dan kehormatan kepada para tokoh dan pejabat, ratusan gelar yang disematkan tentunya menjadi pertanyaan publik, apakah pemberian gelar sebagai simbol konsolidasi politik membendung kekuatan dari unsur tokoh dan pejabat serta pengusaha. Dimana saat ini potensi pembelahan kekuatan sedang terjadi antara faksi RI1(Gerindra, Demokrat, PKB, PDIP) dan Faksi RI2 (Golkar, PAN, Nasdem, PSI).
● Konsolidasi Kekuatan Ekonomi
Kekuasaan tidak terlepas dari campur tangan pemilik modal dan pengusaha. Apalagi pembentukan rezim melibatkan gerbong pengusaha 9 naga yang membackup RI 2 dan gerbong pengusaha lokal yang mengawal RI 1. Munculnya gelombang perlawanan rakyat dan pembelahan masyarakat tentu perlu dukungan dari para pemilik modal apalagi banyak kebijakan yang mengganggu jalannya bisnis pemilik modal.
● Konsolidasi pertahanan Keamanan
Rezim Presiden Prabowo Subianto identik dengan pengerahan TNI dalam mengimplementasikan kebijakannya, sehingga membuat ruang konflik apabila mengesampingkan kepolisian. Hal ini yang membuat kecenderungan kepolisian berada dibelakang Rezim sipil/RI 2. Skema pemakzulan RI 2 yang diusung para purn TNI kini mendapatkan pembalikan yang bermuara juga pada RI 1.
● Konsolidasi sosial dan kultural
Keberlanjutan Rezim pemerintahan tergantung pada kemarahan rakyat dan persamaan kebencian rakyat. Apalagi retakan dan benturan antar faksi internal pemerintahan mulai berdampak pada penderitaan rakyat. Ditambah lagi dengan pembelahan dan blokade faksi politik dan ekonomi yang digawangi partai politik dan para pemilik modal. Dengan demikian keberlanjutan Rezim, pemakzulan Rezim maupun kekosongan kekuasaan tentu kembali pada kedaulatan Rakyat. (Bhinekanews.id)