Teropongistana.com Jakarta – Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, menyoroti langkah sejumlah partai politik yang menonaktifkan beberapa kadernya dari keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI).
Diketahui, Partai NasDem melalui Ketua Umumnya, Surya Paloh, memutuskan menonaktifkan Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach dari Fraksi NasDem DPR RI. Kebijakan tersebut mulai berlaku efektif pada Senin ini, Jakarta (1/9).
Sementara itu, Partai Amanat Nasional (PAN) melalui Dewan Pimpinan Pusat (DPP) juga mengambil langkah serupa dengan menonaktifkan Eko Hendro Purnomo (Eko Patrio) dan Surya Utama (Uya Kuya) dari Fraksi PAN DPR RI, terhitung sejak hari ini.
Adapun dari Partai Golkar, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Golkar, Sarmuji, mengumumkan keputusan untuk menonaktifkan Adies Kadir dari Fraksi Golkar DPR RI, dengan alasan penegakan disiplin dan etika anggota dewan.
Namun menurut Lucius, pilihan diksi “menonaktifkan” justru memperlihatkan upaya partai sekadar merespons cepat tekanan publik, bukan memberikan sanksi nyata.
“Diksi non-aktif ini tidak dikenal dalam UU MD3 sebagai dasar pergantian antar waktu (PAW). Artinya, anggota-anggota DPR yang dinonaktifkan hanya tidak perlu beraktivitas di DPR untuk sementara, tetapi tetap mendapat hak-hak penuh sebagai anggota,” jelasnya.
Lucius menilai, langkah tersebut lebih tepat disebut sebagai “meliburkan” kader dengan tetap menerima anggaran dan fasilitas DPR.
Dengan begitu, partai-partai tampak tidak ingin kehilangan kader mereka, hanya menyembunyikannya sementara sampai situasi mereda.
“Kalau situasi sudah tenang, sangat mungkin mereka akan diaktifkan kembali,” katanya.
Formappi menyoroti penilaian waraga yang menurut mereka sejumlah nama lain yang belum tersentuh sanksi, meski dianggap publik ikut memicu kemarahan, di antaranya:
1. Puan Maharani, pimpinan DPR terkait wacana kenaikan Gaji Anggota DPR RI.
2. Sufmi Dasco Ahmad, pimpinan DPR yang menyampaikan soal kenaikan gaji anggota DPR.
3. Sri Mulyani, Menteri Keuangan terkait kebijakan kenaikan pajak PBB.
4. Tito Karnavian, Menteri Dalam Negeri yang dinilai memancing amarah akibat kebijakan pajak daerah.
5. Sigit Sulistiyo, yang disebut bertanggung jawab atas insiden meninggalnya seorang pengemudi ojek online, almarhum Affan.
“Pertanyaannya, bagaimana dengan pihak-pihak lain yang juga dianggap publik melukai hati rakyat? Publik tentu perlu terus memberi tekanan agar mereka juga mendapatkan sanksi politik dari partai maupun pemerintah,” ujar Lucius menutup pernyataannya.