Teropongistana.com, Jakarta — Ketua Umum Gerakan Ekonomi Kreatif (Gerak 08), Revitriyoso Husodo, menegaskan pentingnya peran pemuda sebagai agen inovasi dan transformasi sosial di tengah dinamika era digital. Menurutnya, semangat pembaruan yang dimiliki generasi muda adalah modal utama untuk membangun kemandirian dan kemajuan bangsa, dimulai dari desa.
“Pemuda hari ini bukan sekadar penonton perubahan, tapi pelaku utama. Mereka punya akses luas terhadap informasi dan teknologi, tinggal bagaimana mengolahnya menjadi solusi bagi masyarakat,” ujar Revitriyoso di Jakarat (31/10).
Ia mencontohkan berbagai inovasi yang telah muncul di tingkat lokal, seperti penerapan teknologi pertanian presisi yang membantu petani mengelola lahan secara efisien serta penggunaan platform digital untuk memasarkan produk-produk desa. Menurutnya, langkah-langkah ini bukan hanya meningkatkan produktivitas, tetapi juga menguatkan kemandirian ekonomi desa.
Revitriyoso menekankan, kemandirian ekonomi desa menjadi kunci utama terciptanya desa mandiri dan sejahtera. Ia mendorong pemuda agar berani menjadi wirausahawan muda berbasis potensi lokal seperti pengolahan hasil pertanian, kerajinan tangan, pariwisata desa, hingga kuliner khas daerah. “Kewirausahaan pemuda tidak hanya soal keuntungan pribadi, tapi juga soal tanggung jawab sosial — menciptakan lapangan kerja dan menurunkan pengangguran di desa,” tambahnya.
Selain ekonomi, Revitriyoso juga menyoroti pentingnya pelestarian budaya dan kearifan lokal sebagai pondasi pembangunan berkelanjutan. Ia mengajak pemuda untuk aktif menghidupkan kembali semangat gotong royong melalui kegiatan sosial, seni, dan budaya. “Festival budaya, pelatihan seni tradisional, hingga gerakan pelestarian lingkungan adalah bentuk nyata bagaimana pemuda bisa menjaga identitas desa sambil tetap maju,” katanya.
Lebih jauh, Revitriyoso menilai pemuda harus terlibat aktif dalam pengambilan keputusan di tingkat desa, mulai dari forum musyawarah, Badan Permusyawaratan Desa (BPD), hingga program pembangunan lainnya. Partisipasi itu, katanya, bukan simbolik, melainkan kontribusi nyata untuk menghadirkan kebijakan yang berpihak pada rakyat.
Dalam pandangannya, membangun desa mandiri tidak bisa dilakukan secara individual.
Revitriyoso menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor antara pemuda, pemerintah, lembaga masyarakat, akademisi, dan pelaku usaha. “Jejaring yang kuat membuka akses pada sumber daya, pelatihan, pendanaan, hingga transfer pengetahuan antar desa,” tuturnya.
Ia menutup dengan pesan tegas bahwa desa yang mandiri dan sejahtera bukan sekadar cita-cita, melainkan sesuatu yang bisa diwujudkan bila pemuda berani mengambil peran. “Pembangunan bukan hanya soal infrastruktur, tapi membangun manusia dan peradaban. Pemuda adalah aktor utamanya. Saatnya mereka bangkit, berdaya, dan bersinar dari desa untuk Indonesia yang lebih baik,” pungkas Revitriyoso.
Dyt




 



















