Teropongistana.com Jakarta – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Provinsi Banten diminta untuk melaporkan ke Kejakzaan terkait temuan Rp26 Miliar lebih untuk pembangunan RSUD Tigaraksa. Hal tersebut ditegaskan oleh Sekjen Matahukum Mukhsin Nasir, Rabu (20/8/2025)
“Kalau memang BPK dalam audiet pengadaan tanah untuk pembangunan RSUD Tigaraksa melebihi kebutuhan seluas 64.607 m² (91.935 m² – 27.328 m²) senilai Rp26.454.190.000, melebihi nilai yang ditentukan. Ya BPK harus berani melaporkan audit itu ke Kejati Banten,” kata Sekjen Matahukum.
Namun demikian, kata Mukhsin, seandainya BPK Provinsi Banten telah melaporkan kepada Kejaksaan. Seharusnya, mereka segera meminta pertanggung jawaban insan Adhyaksa tersebut, sebab kata Mukhsin, bukti laporan temuan BPK ke Kejaksaan itu bisa menjadi novum baru untuk membuka kasus RSUD Tigaraksa yang sudah di SP3.
“Laporan BPK Banten ke Kejati bisa menjadi novum baru untuk membuka kasus RSUD Tigaraksa yang telah di SP3. Sampai sekarang kasusnya masih menjadi misteri,” ucap pria kecil yang biasa merokok kretek tersebut.
Namun, Mukhsin sangat ragu terhadap klaim temuan BPK Banten tersebut, jika mereka tak berani melaporkanya ke Kejaksaan. Kemudian, lanjut Mukhsin, Kejaksaan harus patuh dan menindaklanjuti temuan audit BPK Banten itu.
“Kalau tidak berani melaporkan ya, ragu temuan dan audit BPK Banten terkait pengadaan lahan untuk RSUD Tigaraksa tersebut. Karena, temuan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengenai kerugian negara, khususnya yang diduga melibatkan tindak pidana, wajib dilaporkan ke penegak hukum, terutama jika temuan tersebut memenuhi unsur pidana,” sebut Mukhsin.
Mukhsin menjelaskan, laporan ini biasanya merujuk pada Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan. Kata.Mukhsin, pasal ini memberikan kewenangan kepada BPK untuk menilai dan/atau menetapkan jumlah kerugian negara yang disebabkan oleh perbuatan melawan hukum.
“Jika ditemukan unsur pidana, BPK wajib menyerahkan laporan hasil pemeriksaan kepada penegak hukum untuk ditindaklanjuti.
Pasal 10 ayat (1) UU BPK, Pasal ini secara tegas menyatakan bahwa BPK memiliki kewenangan untuk menilai dan/atau menetapkan jumlah kerugian negara yang diakibatkan oleh perbuatan melawan hukum, baik disengaja maupun lalai, yang dilakukan oleh pengelola keuangan negara,” tutur Mukhsin.
Menurut Mukhsin, Jika dalam pemeriksaan BPK ditemukan adanya indikasi tindak pidana korupsi atau tindak pidana lain yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan negara, BPK wajib melaporkan temuan tersebut kepada aparat penegak hukum (seperti kepolisian, kejaksaan, atau Komisi Pemberantasan Korupsi/KPK). Kata Mukhsin, BPK memiliki kewenangan dalam melakukan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
“Pemeriksaan ini mencakup pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu,” ujar Mukhsin.
Dikatakan Mukhsin, dari hasil pemeriksaan BPK, termasuk Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) wajib ditindaklanjuti oleh pejabat yang diperiksa atau pejabat yang bertanggung jawab. Jika ada temuan yang berindikasi pidana, maka harus dilaporkan ke penegak hukum.
“Jika Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tidak melaporkan hasil audit yang menunjukkan adanya kerugian negara kepada aparat penegak hukum, BPK dapat dikenai sanksi hukum. Sanksi ini bisa berupa sanksi administratif, perdata, maupun pidana, tergantung pada jenis pelanggaran dan kerugian yang ditimbulkan,” beber Mukhsin.
“Intinya BPK memiliki kewajiban untuk melaporkan hasil auditnya kepada pihak-pihak terkait, termasuk aparat penegak hukum, jika ditemukan indikasi kerugian negara,” sambung Mukhsin.
Sebelumnya diberitakan, BPK menemukan sejumlah persoalan dalam pembelian lahan tersebut. Pertama, pembelian lahan dengan SHGB Nomor 4/Tigaraksa seluas 91.935 m² itu membuat pengadaan lahan untuk RSUD Tigaraksa melebihi kebutuhan. Berdasarkan pemeriksaannya, feasibility study (FS) atau studi kelayakan kebutuhan tanah untuk pembangunan RSUD Tigaraksa hanya 50.000 m². Dengan pembelian lahan SHGB Nomor 4/Tigaraksa itu, Pemkab Tangerang membeli lahan dengan luasan total 114.480 m².
“Berdasarkan Laporan KJPP (Kantor Jasa Penilai Publik), Toto Suharto & Rekan, tanggal 24 Mei 2024, pembayaran kepada PT PWS atas tanah SHGB Nomor 4/Tigaraksa seluas 91.935 m² senilai Rp39.844.900.000,00 terdiri dari bidang tanah di sisi selatan jalan kabupaten seluas 34.991 m² senilai Rp17.145.590.000 dan bidang tanah di sisi utara jalan kabupaten seluas 54.046 m² senilai Rp22.699.320.000. Sedangkan bidang tanah yang digunakan untuk jalan kabupaten seluas 2.898 m² tidak dilakukan perhitungan oleh KJPP,” tulis BPK.
BPK mengungkap, pembangunan Gedung RSUD Tigaraksa dan bangunan pendukung lainnya seluruhnya berada pada bidang sisi selatan jalan kabupaten, sesuai dengan perencanaan dalam studi kelayakan. “Dengan demikian pengadaan tanah untuk pembangunan RSUD Tigaraksa melebihi kebutuhan seluas 64.607 m² (91.935 m² – 27.328 m²) senilai Rp26.454.190.000,” tulis BPK. (David/Red)