Teropongistana.com Jakarta – Sikap penyidik pidana khusua (Pidsus) Kejaksaan Agung yang tidak dengan sigap dalam merespons fakta persidangan kasus dugaan korupsi BTS 4G Kominfo dipertanyakan.
Adalah Sekjen Mata Hukum, Mukhsin Nasir yang mempertanyakan lambannya kerja dari para penyidik Gedung Bundar, lantaran tak kunjung memanggil Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), Dito Ariotedjo.
Seharusnya, kata Mukhsin, penyidik Kejagung dapat segera melakukan pemeriksaan kembali terhadap Menpora Dito, yang namanya disebut oleh saksi, yang juga terdakwa dalam perkara tersebut, Irwan Hermawan menerima uang Rp27 miliar untuk mengamankan perkara BTS 4G Kominfo.
“Ya (Dito) harus diperiksa kalau terungkap di persidangan, agar bisa dibuktikan keterlibatan Dito,” kata Mukhsin kepada wartawan di kawasan Bulungan, Jakarta, Jumat (29/9/2023).
Justru, kata dia, menjadi tanda tanya besar jika penyidik di Gedung Bundar itu tak juga memanggil Menpora Dito, untuk dimintai keterangan terkait apa yang disampaikan Irwan Hermawan.
“Bila Dito tidak diperiksa, maka ini akan menjadi pertanyaan. Kenapa begitu sulit Dito diperiksa, atau ditangkap,” kata Mukhsin.
Dalam persidangan kasus dugaan korupsi BTS Kominfo, dengan terdakwa Johnny G Plate, Anang Acmad Latif dan Yohan Suryanto, Selasa (26/9/2023), Jaksa menghadirkan beberapa orang saksi, antara lain Irwan Hermawan selaku Komisaris PT Solitech Media Sinergy dan Windi Purnama selaku Direktur Multimedia Berdikari Sejahtera.
Kedua saksi itu sama-sama mengungkapkan kepada Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta yang diketuai Fahzal Hendri mengenai adanya dana dari proyek BTS Kominfo mengalir kepada sejumlah pihak.
Pihak-pihak yang menerima antara lain Komisi I DPR sebesar Rp70 miliar yang diserahkan Windi melalui Nistra Yohan yang diketahui staf ahli dari anggota Komisi I DPR.
Kemudian, Windi juga mengaku menyerahkan uang Rp40 miliar kepada seseorang bernama Sadikin selaku perwakilan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Lalu, Irwan mengakui pernah menyerahkan uang untuk pengamanan perkara proyek BTS Kominfo sebesar Rp15 miliar kepada Edward Hutahean dan kepada Wawan sebanyak dua kali sebesar Rp30 miliar serta kepada seseorang bernama Dito Ariotedjo sebesar Rp27 miliar.