Menu

Mode Gelap
Gawat Menguatnya TNI di Pemerintahan Prabowo, Ruang Sipil Tergerus Polemik Gelar Pahlawan untuk Soeharto, Begini kata Farkhan Evendi Bersama Rakyat, Batalyon Infanteri TP 840/Golok Sakti Peringati Hari Pahlawan Nasional Pahlawan Sejati: Keteladanan Pemimpin Muda Harapan Bangsa Ribuan Tiket Promo Whoosh Mulai Rp200 000 Momen Hari Pahlawan Telah Terjual Camel Petir Lakukan Perawatan Estetika di Dermaster Clinic Menteng

Nasional

Gawat Menguatnya TNI di Pemerintahan Prabowo, Ruang Sipil Tergerus


Keterangan foto : Sekjen Matahukum Mukhsin Nasir saat berada di Surabaya, Selasa (11/11/2025) Perbesar

Keterangan foto : Sekjen Matahukum Mukhsin Nasir saat berada di Surabaya, Selasa (11/11/2025)

Teropongistana.com Jakarta – Matahukum Mukhsin mengungkapkan bahwa indikasi gaya militerisasi di era pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dalam ruang-ruang sipil semakin terbuka lebar. Hal tersebut terlihat dari erosi serius terhadap dua pilar hak asasi manusia yakni kebebasan sipil dan hak sosial-ekonomi warga.

“Alih-alih memperkuat supremasi sipil, pasca Revisi UU TNI, kebijakan pemerintah justru membuka jalan bagi dwifungsi militer dalam kemasan baru,” kata Sekjen Matahukum Mukhsin Nasir kepada awak media di Jakarta, Selasa (11/11/2025)

Mukhsin Nasir yang kerap disapa Daeng tersebut menjelaskan bahwa dalam setahun ini, peran militer meluas ke ranah sipil. Hal itu, terlihat dari jumlah jabatan untuk perwira aktif meningkat dari 10 menjadi 16 posisi. Tak hanya itu, kata Daeng, pemerintah juga membentuk 100 Batalion Teritorial Pembangunan, 20 Brigade Infanteri Teritorial, hingga pelatihan transmigran sebagai Komponen Cadangan (Komcad) dan pembentukan kompi produksi.

“Menguatnya militerisasi atas ruang sipil ini mengikis profesionalisme militer, supremasi sipil, dan prinsip dasar HAM,” tutur Daeng.

Daeng menilai, berbagai kebijakan negara kini dibuat tanpa partisipasi bermakna dari masyarakat. Kecenderungan resentralisasi kekuasaan dan lemahnya proses musyawarah di parlemen memperburuk situasi. Akibatnya, terjadi erosi hak-hak sipil warga, mulai dari kebebasan berpendapat hingga hak masyarakat adat mempertahankan tanah ulayatnya.

Pendekatan Represif, Kemunduran Demokrasi

Dalam menghadapi ketidakpuasan publik, negara kerap menggunakan pendekatan represif dan melabeli pengunjuk rasa secara negatif, sebagaimana dalam kasus demonstrasi bertema Indonesia Gelap dan aksi unjuk rasa akhir Agustus 2025 lalu. Menurut Daeng, akar dari kemunduran HAM ini terletak pada arah kebijakan pemerintah yang pro-elite, menonjolkan praktik otoriter, dan mempopulerkan program populis seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) atau Koperasi Desa Merah Putih tanpa perhitungan anggaran yang matang.

“Jika tren ini berlanjut, Indonesia berisiko terperosok dalam otoritarianisme baru yang menindas hak-hak warga,” ucap Daeng.

Temuan lapangan memperlihatkan pemerintah tengah memperkuat struktur Komando Teritorial (Koter) warisan Orde Baru yang menjadi basis dwifungsi TN Kemudian pada 2025, TNI akan membentuk 100 Batalion Teritorial Pembangunan di bawah Kodim dengan alasan mempercepat pembangunan di sektor pertanian, peternakan, dan kesehatan.

Kebijakan ini jelas bertentangan dengan amanat reformasi militer yang menuntut pembatasan peran TNI di ranah nonpertahanan. Langkah ini dikhawatirkan memperburuk spiral kekerasan dan memperlemah upaya penyelesaian konflik secara damai.

Pengendalian langsung proyek oleh pejabat militer aktif di lapangan termasuk di Kejaksaan dan mereka menegaskan orientasi keamanan di atas pendekatan kesejahteraan. Pengiriman pasukan tambahan di luar mandat resmi memperlihatkan kuatnya logika militer dalam kebijakan pembangunan.

Kasus kekerasan yang melibatkan anggota TNI terus berulang. Dalam sembilan bulan terakhir, tercatat berbagai peristiwa mulai dari penembakan warga sipil di Aceh dan Lampung, pembunuhan jurnalis di Banjarbaru, hingga penculikan Kepala Cabang BRI di Jakarta. Namun, seluruh kasus tersebut tetap ditangani melalui peradilan militer yang dilakukan secara tertutup bagi publik dan sering berujung pada vonis ringan.

Sistem ini menciptakan ruang impunitas, melemahkan rasa keadilan bagi korban sipil, dan memperkuat citra bahwa prajurit kebal hukum. Ketiadaan revisi atas UU Peradilan Militer No. 31 Tahun 1997 menjadi akar persoalan utama. Padahal, TAP MPR No. VII Tahun 2000 dan Pasal 65 ayat (2) UU TNI sudah mengamanatkan agar pelaku tindak pidana umum diadili di peradilan umum.

Legalisasi militerisme melalui produk hukum

Selain penguatan struktur lapangan, gejala militerisme juga dilegalkan lewat berbagai produk hukum baru. Revisi UU TNI (UU Nomor 3 Tahun 2025) disahkan dengan proses tertutup dan minim partisipasi publik.

Sementara Perpres Nomor 66 Tahun 2025 tentang pengamanan tugas jaksa memberikan dasar hukum bagi pelibatan TNI dalam fungsi penegakan hukum sebuah langkah yang dinilai bertentangan dengan semangat supremacy of law. RUU Keamanan dan Ketahanan Siber (KKS) turut memperluas kewenangan TNI sebagai penyidik tindak pidana siber, padahal konstitusi menegaskan tugas utama militer adalah menjaga kedaulatan, bukan penegakan hukum.

Setahun pemerintahan Prabowo-Gibran menunjukkan kemunduran serius dalam agenda reformasi pertahanan dan keamanan nasional. Anggaran pertahanan stagnan, dokumen strategi tidak transparan, dan arah kebijakan publik tidak jelas.

Sementara itu, Kementerian Pertahanan lebih sibuk dengan aktivitas politik ketimbang memperkuat profesionalisme institusi. Situasi ini membuat Indonesia menghadapi ancaman nyata yaitu pelanggaran HAM, pelemahan supremasi hukum, dan kembalinya pola pemerintahan otoriter dalam wajah baru.

Baca Lainnya

Camel Petir Lakukan Perawatan Estetika di Dermaster Clinic Menteng

8 November 2025 - 07:44 WIB

Camel Petir Lakukan Perawatan Estetika Di Dermaster Clinic Menteng

Sukseskan Program Asta Cita, Projo Banten Siapkan Gelombang Politik Gabung

7 November 2025 - 17:21 WIB

Sukseskan Program Asta Cita, Projo Banten Siapkan Gelombang Politik Gabung

Diskon Tiket Whoosh Jelang Hari Pahlawan, KCIC Bandrol Harga Mulai Rp200.000

7 November 2025 - 16:36 WIB

Diskon Tiket Whoosh Jelang Hari Pahlawan, Kcic Bandrol Harga Mulai Rp200.000
Trending di Nasional