Menu

Mode Gelap
Arif Rahman Kembangkan Sentra Emping Pandeglang: Produk Lokal Kita Harus Mendunia Kemenag Inisiasi Forum Akademik Internasional Terkait Gaza dan Perdamaian Dunia Diduga Tak Miliki Izin, PT SGT di Jawilan Bodong dan Berbahaya Gerak 08 Banten Desak Satgas PKH Sikat Habis Tambang Ilegal di Indonesia Perusahaan Tambang Merasa Dipersulit, MinerbaOne Error dan Revisi RKAB Penjelasan Ahli Waris Suparno terkait Ganti Rugi Pembebasan Lahan Bandara Soetta

Opini

Hisab Rukyat Dan Sidang Isbat di Mesir, Referensi Untuk Indonesia


Hisab Rukyat Dan Sidang Isbat di Mesir, Referensi Untuk Indonesia Perbesar

Teropongistana.com,  Jakarta | Otoritas penetapan awal-awal bulan hijriah di Mesir berada di bawah sebuah lembaga bernama “Darul Ifta’ al-Mishriyyah”. Lembaga ini bersifat dan bertaraf yudikatif sehingga keputusannya bersifat mengikat serta wajib dipatuhi.

 

Darul Ifta’ al-Mishriyyah adalah lembaga keagamaan (Islam) resmi dan representaif di Mesir yang menjadi rujukan masyarakat. Ciri yang melekat dari lembaga ini adalah keislaman dan keulamaannya, dimana orang-orang yang ada di dalamnya adalah para ulama yang dipilih berdasarkan keilmuan dan keulamaan.

 

Metode penetapan awal-awal bulan hijriah di Mesir secara formal adalah

menggunakan rukyat, namun dalam praktiknya juga menggunakan hisab. Informasi tentang hal ini dapat disimak dalam buku saku berjudul quot;Kitâb ash-Shiyâm" yang diterbitkan “Daral-Ifta’ al-Mishriyyah”. Praktik rukyat yang dilakukan Mesir adalah dengan membentuk dan menetapkan tim yang akan bertugas di lapanngan.

 

Tim dan lokasi rukyat itu ditetapkan secara resmi oleh Darul Ifta’ al-Mishriyyah dan jumlahnya terbatas. Tim rukyat terdiri dari unsur Observatorium Helwan, Universitas Al-Azhar, Universitas Cairo, Observatorium Qatamea, dan beberapa unsur lainnya.

Baca Juga : Kalapas Cirebon Kemenkumham Jabar Berikan Motivasi Pasca Upacara Hari Bakti Pemasyarakatan Ke 59

Lokasi rukyat juga tertentu di beberapa titik yang telah diuji sebelumnya yaitu Helwan, Qatamea, Wahat, Sitta Oktober, Sallum, dan Qina. Praktis, diluar tim dan lokasi ini tidak ada praktik yang berlaku dan diperbolehkan, dan ini telah berjalan sejak lama.

 

Dalam praktiknya, tim yang tersebar di berbagai titik ini melakukan pengamatan dan sekaligus menginformasikan hasilnya kepada pihak Darul Ifta’ al-Mishriyyah. Teknis pelaporannya adalah dengan menggunakan alat komunikasi secara langsung (handphone dan handy talky).

 

Tidak ada prosedur berupa isian google form, berita acara pengamatan, tanda tangan dan absensi dan lainnya. Demikian lagi tidak ada prosedur sumpah oleh hakim di lapangan bagi tim (perukyat) di lapangan. Dalam praktiknya, keputusan yang akan diambil dan akan ditetapkan oleh Darul Ifta’ al-Mishriyyah sepenuhnya berdasarkan laporan dari tim di lapangan. Persoalan atau potensi yang memungkinkan muncul (misalnya potensi perbedaan dengan Arab Saudi) sepenuhnya diputuskan oleh pihak Darul Ifta’ al-Mishriyyah.

 

Mekanisme pengumuman masuknya awal bulan Ramadan ditetapkan dalam sebuah seremoni besar yang bernama “Hafl Ru’yah al-Hilal” yang dihadiri berbagai lapisan masyarakat, termasuk mahasiswa asing. Unsur penting yang hadir dalam seremoni ini yaitu Mufti Mesir dan jajaran selaku penyelenggara, mantan Mufti Mesir, Menteri Keadilan, Menteri Agama dan Gubernur Cairo.

 

Teknis dan tentatif pengumumannya amat cepat dan singkat, yaitu setelah qari membacakan ayat al-Qur’an, Mufti langsung membacakan pengumuman (maklumat) apakah awal Ramadan tiba atau istikmal, seremonipun selesai, sesederhana dan sesingkat itu.

 

Patut dicatat, sebelum maupun sesudah seremoni “Hafl’ Ru’yah al-Hilal” sama sekali tidak ada sidang, tidak ada pemaparan dan tanya-jawab, tidak ada sambutan berbagai pihak,

dan tidak ada konferensi pers. Pemaparan yang telah dibacakan Mufti sudah cukup menjadi panduan semua pihak.

 

Dalam kenyataannya, seremoni “Hafl’ Ru’yah al-Hilal” ini selain dalam rangka menunggu pengumuman oleh Mufti, juga dalam rangka bergembira dengan akan datangnya bulan mulia Romadhon.

 

Patut dicatat pula, seremoni “Hafl’ Ru’yah al-Hilal” ini hanya ada di bulan Ramadan, tidak ada di bulan Syawal dan Zulhijah. Untuk penetapan awal Syawal dan awal Zulhijah Mufti hanya mengumumkan melalui televisi, radio dan informasi di website resmi Darul Ifta’ al-Mishriyyah.

 

Dalam konteks ini “Hafl’ Ru’yah al-Hilal” tidak dapat dinyatakan sebagai Sidang Isbat sebagaimana di Indonesia, yang ada hanya isbat dari Mufti. Dalam kenyataannya kepatuhan masyarakat Mesir atas keputusan Darul Ifta’ al-

Mishriyyah sangat tinggi. Ada beberapa hal yang melatarinya, antara lain karena tingkat wawasan keagamaan masyarakatnya yang sudah sangat baik, lalu ditopang posisi lembaga Darul Ifta’ al-Mishriyyah yang kuat secara konstitusi dan dipercayai pula oleh masyarakatnya dan tak kalah pentingnya karena sosok Muftinya yang berwibawa dan dipercaya karena keilmuan dan keulamaannya, bukan karena jabatannya.

 

Jabatan Mufti di Mesir sangat berbeda dan lebih istimewa dari jabatan Menteri. Di Indonesia, penetapan awal-awal bulan hijriah ditetapkan oleh Kementerian Agama RI yang notabenenya merupakan lembaga politik. Menteri Agama dipilih oleh Presiden (bukan oleh ulama) dan merupakan hak prerogatif Presiden. Selain pertimbangan keagamaan,

Menteri Agama dipilih berdasarkan pertimbangan politik dan adakalanya juga atas pertimbangan transaksional, yang dalam perjalanannya tak jarang Menteri Agama RI terjerat kasus politik dan korupsi dan berujung masuk bui.

 

Dalam hierarkinya lagi, lembaga Kemenag RI berada dalam level eksekutif, bukan yudikatif. Karena itu pula keputusannya dalam masalah penetapan awal bulan hijriah tidak

bisa diberlakukan mengikat, apalagi wajib. Karena itu pula Kemenag RI tidak bisa memaksa, yang jika itu dilakukan maka bertentangan dengan demokrasi dan konstitusi, juga bertentangan dengan moderasi beragama.

 

Konteks Hukum Tata Negara di Indonesia Fatwa MUI Nomor 2 tahun 2004 M tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, bahkan dapat dikatakan paradoks.

 

Memang, kasus di Indonesia dengan Mesir tidak bisa digeneralisir, namun jika Indonesia ingin seperti Mesir yang keputusan penetapan awal bulannya dipatuhi masyaraat maka harus ada satu lembaga khusus yang menangani masalah-masalah keagamaan (Islam) yang tidak bercampur dengan politik, dan ia berada di level yudikatif.

 

Sosok Menteri Agama yang adakalanya berasal dari partai politik, adakalanya terjerat kasus korupsi dan pidana, adakalanya kerap mengeluarkan pernyataan kontroversial, sosok semacam ini tidak bisa dijadikan panutan bagi umat.

 

Realita di Indonesia lagi ada banyak ormas dan komunitas yang dalam praktiknya memiliki metode dan mekanisme, yang tidak menyerahkan keputusannya kepada Pemerintah.

Terlebih dalam aktivitas rukyat, semua masyarakat Muslim (terutama satu ormas tertentu) berkeharusan melaksanakannya. Kenyataan lagi semua ormas dan komunitas kerap mengeluarkan Maklumat dan Ikhbar atau yang sejenisnya. Praktik semacam ini jelas merupakan bentuk ‘ketidakpercayaan’ umat kepada Negara. Jika Indonesia ingin seperti

Mesir maka kegiatan rukyat harus dibatasi di tempat tertentu dan hanya dilaksanakan oleh orang-orang tertentu pula, dan berikutnya keputusan hanya ditetapkan oleh negara, tanpa Maklumat dan Ikhbar.

 

Indonesia setiap tahunnya dalam penetapan awal Ramadan-Syawal kerap jatuh pada hari/tanggal berbeda-beda yang mencapai beberapa hari.

 

Awal Syawal 1444 H tahun ini saja ada 5 hari yang berbeda yaitu tanggal 20-24 April 2023 M. Faktanya ada banyak kelompok Muslim di tanah air terutama kalangan Tarekat yang berbeda dan atau tidak mengikuti keputusan Pemerintah.

 

Kelompok ini tidak pernah diusik dan terkesan dibiarkan. Karena itu seharusnya semua pihak instropeksi, tidak semata menyorot dan memelototi Muhammadiyah.

 

Penulis: Erwin Juli Rakhmadi Butar-Butar, Dosen FAI UMSU dan Kepala OIF UMSU

Baca Lainnya

Mengubur Reformasi dengan Gelar Kepahlawanan

13 November 2025 - 13:47 WIB

Mengubur Reformasi Dengan Gelar Kepahlawanan

Pahlawan Sejati: Keteladanan Pemimpin Muda Harapan Bangsa

10 November 2025 - 12:23 WIB

Pahlawan Sejati: Keteladanan Pemimpin Muda Harapan Bangsa

Ayep Zaki Bangsa Besar Bukan Hanya Mengenang Perjuangan

29 Oktober 2025 - 13:08 WIB

Sumpah Pemuda: Momentum Kebangkitan Kolektif Tanggal 28 Oktober Selalu Mengingatkan Bangsa Ini Pada Ikrar Sakral Para Pemuda Tahun 1928: Satu Tanah Air, Satu Bangsa, Satu Bahasa—Indonesia. Sumpah Pemuda Bukan Sekadar Peristiwa Historis, Tetapi Energi Moral Untuk Terus Memperjuangkan Kemandirian Bangsa. Dulu Perjuangan Dilakukan Dengan Bambu Runcing Dan Pena, Kini Perjuangan Itu Menuntut Transformasi Ekonomi, Kemandirian Finansial, Dan Keadilan Sosial. Spirit Sumpah Pemuda Hari Ini Harus Diterjemahkan Ke Dalam Gerakan Ekonomi Umat Yang Kuat Dan Berkelanjutan. Salah Satu Instrumen Strategis Yang Sesuai Dengan Nilai Keikhlasan, Gotong Royong, Dan Keadilan Sosial Adalah Wakaf Uang. *Wakaf Uang: Instrumen Kemandirian Ekonomi Umat* Wakaf Uang Bukan Sekadar Ibadah Sosial, Melainkan _Financial Instrument_ Yang Mampu Menciptakan Keberlanjutan Ekonomi Berbasis Nilai. Dengan Regulasi Yang Jelas Melalui Uu No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, Pp No. 42 Tahun 2006, Dan Dukungan Peraturan Bwi Dan Dsn-Mui, Wakaf Uang Kini Bisa Dikelola Secara Profesional, Transparan, Dan Produktif. Setiap Rupiah Wakaf Uang Memiliki Kekuatan Mengganda: Abadi Dalam Nilai, Produktif Dalam Manfaat. Ketika Dikelola Dengan Prinsip Wakaf Produktif, Dana Ini Dapat Diinvestasikan Ke Instrumen Syariah Seperti Sukuk Negara, Sukuk Korporasi, Cwls (Cash Waqf Linked Sukuk), Cwld (Cash Waqf Linked Deposit), Atau Sektor Riil Yang Menumbuhkan Pelaku Usaha Mikro. Keuntungan Hasil Pengelolaan Disalurkan Kembali Untuk Pemberdayaan Sosial, Pendidikan, Kesehatan, Dan Umk Tanpa Mengurangi Pokoknya. *Dari Idealisme Pemuda Ke Gerakan Ekonomi* Pemuda Hari Ini Tidak Hanya Ditantang Untuk Bersumpah Tentang Identitas, Tetapi Juga Untuk Berikrar Atas Kemandirian Ekonomi Bangsanya Sendiri. Melalui Gerakan Wakaf Uang, Pemuda Dapat Berperan Sebagai Penggerak Transformasi Finansial Yang Berlandaskan Nilai Spiritual. Bayangkan Jika Satu Juta Pemuda Indonesia Mewakafkan Rp100.000 Saja Setiap Bulan. Maka Akan Terkumpul Dana Abadi Rp100 Miliar Per Bulan—Sebuah Dana Kedaulatan Ekonomi Umat Yang Dapat Menghidupi Ribuan Umk Melalui Skema Qardhul Hasan, Membantu Pesantren, Membantu Kaum Dhu'Afa, Dan Memperkuat Ketahanan Sosial Masyarakat. Inilah Bentuk Baru “Sumpah Pemuda Ekonomi”: Satu Visi Kesejahteraan, Satu Semangat Kemandirian, Satu Aksi Wakaf Produktif. *Menanam Abadi, Menuai Berkah Tanpa Henti* Dalam Konsep Ekonomi Wakaf, _Giving Never Ends_. Nilai Kebaikan Terus Berputar, Menciptakan Rantai Keberkahan Yang Tidak Terputus. Wakaf Uang Adalah Jihad Ekonomi Yang Menjadikan Setiap Pemuda Bukan Sekadar Konsumen Global, Tetapi Produsen Kebaikan. Momentum Hari Sumpah Pemuda Harus Menjadi Titik Balik Untuk Mengubah Paradigma: Dari _Charity-Based Movement_ Menuju _Investment-Based Philanthropy_. Gerakan Ini Bukan Sekadar Berbagi, Tapi Membangun Sistem Ekonomi Yang Berkeadilan Dan Berkelanjutan. *Wakaf Uang* Adalah Jembatan Antara Iman Dan Pembangunan, Antara Spiritualitas Dan Kemandirian Nasional. Jika Sumpah Pemuda 1928 Melahirkan Indonesia Merdeka, Maka Sumpah Pemuda Ekonomi Melalui Wakaf Uang Akan Melahirkan Indonesia Berdaulat Dan Makmur. “Bangsa Yang Besar Bukan Hanya Yang Mengenang Perjuangan, Tetapi Yang Melanjutkan Perjuangan Dengan Cara Yang Relevan Di Zamannya.”
Trending di Opini