Menu

Mode Gelap
Arif Rahman Kembangkan Sentra Emping Pandeglang: Produk Lokal Kita Harus Mendunia Kemenag Inisiasi Forum Akademik Internasional Terkait Gaza dan Perdamaian Dunia Diduga Tak Miliki Izin, PT SGT di Jawilan Bodong dan Berbahaya Gerak 08 Banten Desak Satgas PKH Sikat Habis Tambang Ilegal di Indonesia Perusahaan Tambang Merasa Dipersulit, MinerbaOne Error dan Revisi RKAB Penjelasan Ahli Waris Suparno terkait Ganti Rugi Pembebasan Lahan Bandara Soetta

Opini

Hikayat 1 Juni: Luka demi Pancasila Seorang Kiai Muda


Keterangan Foto : Kiai Maman Imanulhaq Anggota Komisi VIII DPR RI Perbesar

Keterangan Foto : Kiai Maman Imanulhaq Anggota Komisi VIII DPR RI

Teropongistana.com

JAKARTA – Juni menjadi salah satu bulan penting yang mewarnai catatan perjuangan kemerdekaan Indonesia. Istimewanya lagi, di bulan ke enam sistem penanggalan masehi ini, lahir 4 presiden Indonesia, mulai Bung Karno, Soeharto, BJ Habibie, dan terakhir ada nama Joko Widodo yang kini masih menjabat sebagai Presiden Indonesia ketujuh.

Tanggal 1 Juni menjadi tonggak perjalanan Republik ini sebagai sebuah negara bangsa. Publik Indonesia memperingatinya sebagai Hari Lahir Pancasila. Hal ini sejalan dengan Keppres Nomor 24 Tahun 2016 yang ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo yang isinya menetapkan tanggal 1 Juni 1945 sebagai Hari Lahir Pancasila serta menjadikan tiap tanggal 1 Juni sebagai hari libur nasional.

Pemilihan tanggal 1 Juni sebagai Hari Lahir Pancasila merujuk pada momen sidang Dokuritsu Junbi Cosakai (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan/BPUPKI) dalam upaya merumuskan dasar negara Republik Indonesia. Dalam pidatonya Soekarno menyampaikan ide serta gagasannya terkait dasar negara Indonesia merdeka, yang dinamai “Pancasila”. Panca artinya lima, sedangkan sila artinya prinsip atau asas.

Saking monumentalnya terlahirnya Pancasila, wajar bila publik kemudian menjadikan 1 Juni menjadi momentum perayaan keberagaman. Pancasila tidak hanya sebagai landasan bernegara, namun menjadi pedoman kebangsaan, simfoni yang meng-arrangement berbagai keragaman menjadi satu kekuatan.

Sayangnya peringatan 1 Juni pernah tercoreng oleh Insiden Monas, Insiden Monas adalah istilah yang digunakan oleh media dalam laporannya mengenai serangan yang terjadi pada aksi yang dilakukan oleh “Aliansi Kebangsaan Untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan” (AKKBB) di Monas pada 1 Juni 2008.

Salah satu korbannya adalah KH Maman Imanulhaq. Kiai Maman yang kini menjabat sebagai Anggota Komisi VIII DPR RI, saat Insiden Monas adalah pimpinan Ponpes Al Mizan Jatiwangi, juga tokoh Islam moderat yang gemar mengkampanyekan kebebasan beragama dan pluralisme. Saat Insiden Kiai Maman dikeroyok sejumlah orang sehingga harus mendapatkan 5 jahitan di kepala, dagu robek, serta luka dalam pada tulang rusuk sakit akibat diinjak-injak.

Menurut Kiai Maman kepada wartawan mengungkapkan, insiden ini bukan hanya menyasar massa AKKBB yang kala itu menggelar aksi simpatik di Monas, namun pula disinyalir sebagai bagian serangan terhadap Pancasila dan tentunya terhadap perjuangan keberagaman bangsa.

15 tahun berlalu semenjak insiden berdarah itu, Kiai Maman kini merasa gembira bahwa kehidupan berbangsa di Indonesia jauh lebih baik. Kata politisi PKB itu, kini tak ada lagi ruang-ruang pemaksaan kehendak kelompok, hegemoni mayoritas, dan semua memiliki kesadaran untuk menjunjung tinggi kesetaraan hak dalam peribadatan serta keberagaman.

“Ini yang perlu terus kita lestarikan sebagai salah satu warisan perjuangan Gus Dur. Pancasila jangan lagi dibentur-benturkan dengan agama karena nasionalisme merupakan bagian dari komitmen keimanan,” ujar Kiai Maman menutup.

Baca Lainnya

Mengubur Reformasi dengan Gelar Kepahlawanan

13 November 2025 - 13:47 WIB

Mengubur Reformasi Dengan Gelar Kepahlawanan

Pahlawan Sejati: Keteladanan Pemimpin Muda Harapan Bangsa

10 November 2025 - 12:23 WIB

Pahlawan Sejati: Keteladanan Pemimpin Muda Harapan Bangsa

Ayep Zaki Bangsa Besar Bukan Hanya Mengenang Perjuangan

29 Oktober 2025 - 13:08 WIB

Sumpah Pemuda: Momentum Kebangkitan Kolektif Tanggal 28 Oktober Selalu Mengingatkan Bangsa Ini Pada Ikrar Sakral Para Pemuda Tahun 1928: Satu Tanah Air, Satu Bangsa, Satu Bahasa—Indonesia. Sumpah Pemuda Bukan Sekadar Peristiwa Historis, Tetapi Energi Moral Untuk Terus Memperjuangkan Kemandirian Bangsa. Dulu Perjuangan Dilakukan Dengan Bambu Runcing Dan Pena, Kini Perjuangan Itu Menuntut Transformasi Ekonomi, Kemandirian Finansial, Dan Keadilan Sosial. Spirit Sumpah Pemuda Hari Ini Harus Diterjemahkan Ke Dalam Gerakan Ekonomi Umat Yang Kuat Dan Berkelanjutan. Salah Satu Instrumen Strategis Yang Sesuai Dengan Nilai Keikhlasan, Gotong Royong, Dan Keadilan Sosial Adalah Wakaf Uang. *Wakaf Uang: Instrumen Kemandirian Ekonomi Umat* Wakaf Uang Bukan Sekadar Ibadah Sosial, Melainkan _Financial Instrument_ Yang Mampu Menciptakan Keberlanjutan Ekonomi Berbasis Nilai. Dengan Regulasi Yang Jelas Melalui Uu No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, Pp No. 42 Tahun 2006, Dan Dukungan Peraturan Bwi Dan Dsn-Mui, Wakaf Uang Kini Bisa Dikelola Secara Profesional, Transparan, Dan Produktif. Setiap Rupiah Wakaf Uang Memiliki Kekuatan Mengganda: Abadi Dalam Nilai, Produktif Dalam Manfaat. Ketika Dikelola Dengan Prinsip Wakaf Produktif, Dana Ini Dapat Diinvestasikan Ke Instrumen Syariah Seperti Sukuk Negara, Sukuk Korporasi, Cwls (Cash Waqf Linked Sukuk), Cwld (Cash Waqf Linked Deposit), Atau Sektor Riil Yang Menumbuhkan Pelaku Usaha Mikro. Keuntungan Hasil Pengelolaan Disalurkan Kembali Untuk Pemberdayaan Sosial, Pendidikan, Kesehatan, Dan Umk Tanpa Mengurangi Pokoknya. *Dari Idealisme Pemuda Ke Gerakan Ekonomi* Pemuda Hari Ini Tidak Hanya Ditantang Untuk Bersumpah Tentang Identitas, Tetapi Juga Untuk Berikrar Atas Kemandirian Ekonomi Bangsanya Sendiri. Melalui Gerakan Wakaf Uang, Pemuda Dapat Berperan Sebagai Penggerak Transformasi Finansial Yang Berlandaskan Nilai Spiritual. Bayangkan Jika Satu Juta Pemuda Indonesia Mewakafkan Rp100.000 Saja Setiap Bulan. Maka Akan Terkumpul Dana Abadi Rp100 Miliar Per Bulan—Sebuah Dana Kedaulatan Ekonomi Umat Yang Dapat Menghidupi Ribuan Umk Melalui Skema Qardhul Hasan, Membantu Pesantren, Membantu Kaum Dhu'Afa, Dan Memperkuat Ketahanan Sosial Masyarakat. Inilah Bentuk Baru “Sumpah Pemuda Ekonomi”: Satu Visi Kesejahteraan, Satu Semangat Kemandirian, Satu Aksi Wakaf Produktif. *Menanam Abadi, Menuai Berkah Tanpa Henti* Dalam Konsep Ekonomi Wakaf, _Giving Never Ends_. Nilai Kebaikan Terus Berputar, Menciptakan Rantai Keberkahan Yang Tidak Terputus. Wakaf Uang Adalah Jihad Ekonomi Yang Menjadikan Setiap Pemuda Bukan Sekadar Konsumen Global, Tetapi Produsen Kebaikan. Momentum Hari Sumpah Pemuda Harus Menjadi Titik Balik Untuk Mengubah Paradigma: Dari _Charity-Based Movement_ Menuju _Investment-Based Philanthropy_. Gerakan Ini Bukan Sekadar Berbagi, Tapi Membangun Sistem Ekonomi Yang Berkeadilan Dan Berkelanjutan. *Wakaf Uang* Adalah Jembatan Antara Iman Dan Pembangunan, Antara Spiritualitas Dan Kemandirian Nasional. Jika Sumpah Pemuda 1928 Melahirkan Indonesia Merdeka, Maka Sumpah Pemuda Ekonomi Melalui Wakaf Uang Akan Melahirkan Indonesia Berdaulat Dan Makmur. “Bangsa Yang Besar Bukan Hanya Yang Mengenang Perjuangan, Tetapi Yang Melanjutkan Perjuangan Dengan Cara Yang Relevan Di Zamannya.”
Trending di Opini