Teropongistana.com Jakarta – Isu terkait desakan Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Partai Golkar kembali mencuat ke publik. Anggota senior Partai Golkar, Ridwan Hisyam, menegaskan bahwa dirinya bukanlah pihak yang memunculkan isu tersebut.
“Kalau isu munaslub itu bukan dari saya. Itu kan munculnya antara Nusron dengan lingkaran istana. Nusron pun menanggapinya lama setelah isu itu beredar,” kata Ridwan dikutip dalam kanal YouTube Petisi Brawijaya 17 Agustus 2025.
Ridwan menjelaskan bahwa dirinya memang sering dikaitkan dengan dinamika internal Golkar karena rekam jejaknya yang panjang di partai beringin. Ia menuturkan bahwa dirinya pernah dua kali mencalonkan diri sebagai Ketua Umum Golkar, termasuk pada tahun 2019 saat bersaing dengan Airlangga Hartarto. Namun, ia menyebut pencalonannya kala itu digugurkan begitu saja oleh pimpinan munas.
“Kalau saya mundur, ada nilainya. Tapi saya tidak pernah mundur, tidak pernah kalah juga, karena selalu diaklamasikan. Tahun 2019 tinggal dua calon, saya dengan Airlangga, tapi saya dibuang begitu saja,” ungkapnya.
Ridwan menegaskan bahwa dirinya berjuang di Golkar bukan hal baru. Ia sudah aktif sejak masa mahasiswa sebagai demonstran di Surabaya tahun 1970-an, bahkan dikenal mendirikan padepokan budaya di Jawa Timur.
Dalam karier politiknya, ia sudah lima kali mencalonkan diri sebagai anggota legislatif dan selalu menang. Pada usia 38 tahun, ia bahkan tercatat sebagai anggota DPR RI termuda se-Indonesia kala itu, serta sempat menjabat Ketua DPD Golkar Jawa Timur.
Terkait wacana munaslub, Ridwan menyatakan tidak keberatan. Menurutnya, mekanisme tersebut sah dan konstitusional sesuai Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Golkar.
“Kenapa saya setuju? Karena di dalam AD/ART Golkar memang ada disebutkan yang namanya munaslub itu boleh. Tidak melanggar konstitusi. Di zamannya Bang Ical saja bisa lima kali munas,” ujarnya.
Ia mencontohkan sejarah Partai Golkar, seperti terpilihnya Akbar Tandjung pada Munaslub 1998 secara demokratis, bersaing dengan Edi Sudradjat dan Sultan Hamengkubuwono X.
“Jadi, bisa saja dilakukan munaslub, tidak ada masalah,” tegas Ridwan.