Teropongistana.com Jakarta – Eksekutif Nasional Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (EN-LMND) mengecam keras diterbitkannya Peraturan Kepolisian (Perpol) Nomor 10 Tahun 2025 yang membuka ruang bagi anggota Polri aktif untuk kembali menduduki jabatan di kementerian dan lembaga negara.
“Kebijakan ini bukan sekadar keliru secara administratif, tetapi merupakan pelanggaran serius terhadap prinsip konstitusional penegakan hukum.” ujar Wempy Habari, Ketua Bidang Hukum dan HAM EN-LMND, Kamis (18/12/2025).
Menurutnya, Sebagai Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kapolri seharusnya memastikan seluruh kebijakan yang dikeluarkan sejalan dengan konstitusi dan semangat reformasi.
Namun, kata Wempy, Perpol ini justru menjauhkan Polri dari tugas pokoknya sebagai institusi sipil yang profesional, memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan pelayanan publik yang netral dan berkeadilan.
Wempi Habary menegaskan bahwa Perpol No 10 Tahun 2025 bertentangan secara langsung dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
“Anggota Polri harus mengundurkan diri apabila hendak menduduki jabatan di luar institusi kepolisian.” imbuhnya
Lebih jauh, kata Wempy, Perpol tersebut juga bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 114/PUU-XXIII/2025 yang dibacakan pada 13 November 2025. Dalam putusan itu, Mahkamah Konstitusi menegaskan bahwa larangan bagi anggota kepolisian aktif untuk menduduki jabatan di luar Polri bersifat mutlak.
“Polisi hanya dapat menjabat di luar institusi kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.
“Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat. Polisi aktif yang menjabat di luar Polri harus pensiun, tidak bisa hanya ditugaskan. Jika prinsip ini dilanggar, Polri berpotensi menjadi alat kekuasaan dan ancaman serius bagi demokrasi, transparansi, serta independensi penegakan hukum,” tegas Wempi.
EN-LMND menilai penerbitan Perpol No. 10 Tahun 2025 menunjukkan sikap Kapolri yang mengabaikan putusan Mahkamah Konstitusi. Tindakan tersebut dapat dibaca sebagai bentuk pembangkangan terhadap konstitusi dan kemunduran agenda reformasi kepolisian pasca-1998, yang secara historis bertujuan menghapus praktik dwifungsi dan politisasi aparat keamanan.
Atas dasar itu, EN-LMND mengecam keras kebijakan Kapolri Listyo Sigit Prabowo dan menuntut Presiden Prabowo Subianto untuk mengambil langkah tegas dalam menjaga supremasi konstitusi, termasuk mempercepat reformasi Polri dan mengganti Kapolri yang telah menempatkan institusi kepolisian di luar koridor hukum dan demokrasi.















