Teropongistana.com Semarang – Ratusan buruh dari berbagai serikat pekerja di Jawa Tengah kembali menggelar aksi demonstrasi di depan Kantor Gubernur Jawa Tengah, Jalan Pahlawan, Semarang, Selasa (23/12/2025). Mereka menuntut kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP), Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK), dan Upah Minimum Sektoral (UMSK) tahun 2026 yang layak.
Selain itu, aksi ini juga menyoroti kegagalan kepemimpinan Gubernur Ahmad Luthfi yang dinilai tidak peka terhadap aspirasi kaum buruh, meski penetapan upah dijadwalkan besok, 24 Desember.
Aksi yang digerakkan oleh Aliansi Buruh Jawa Tengah (ABJAT), termasuk FSPIP-KBBI, dimulai sejak pagi hari dengan long march dari Simpang Lima menuju kantor gubernur. Para demonstran membawa spanduk bertuliskan “Gubernur Cuek, Buruh Menderita!” dan “UMP Murah, Hidup Buruh Semakin Susah!”. Mereka menagih janji kampanye Ahmad Luthfi yang pernah menekankan slogan “Nduweni lan Ngopeni” (punya dan merawat), tapi kini dianggap hanya retorika kosong.
Seorang perwakilan buruh di Dewan Pengupahan Provinsi Jateng, Karmanto, juga menyuarakan kekecewaan mendalam.
“Upah di Jawa Tengah masih di bawah Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Saat ini baru sekitar 70 persen KHL, artinya pemerintah masih memiliki utang 30 persen kepada buruh. Dan upah buruh di Jawa Tengah akan tetap murah dan buruh semakin menderita,” tegas Karmanto yang juga Ketua Umum KBBI.
Ia juga menambahkan bahwa formula PP baru dengan rentang alfa 0,5-0,9 masih membuat kenaikan rendah, hanya ratusan ribu rupiah, tidak sampai jutaan, sehingga tidak cukup menutup disparitas dengan provinsi lain.
Kritik tajam ini bukan tanpa dasar. Sejak awal Desember, proses penetapan upah di Jawa Tengah mengalami deadlock di banyak kabupaten/kota, dengan dewan pengupahan kesulitan mencapai kesepakatan akibat formula baru yang dinilai merugikan buruh.
Gubernur Luthfi, yang baru menjabat, justru menyatakan bahwa kenaikan UMK bukan urusannya langsung, melainkan kewenangan dewan pengupahan. Pernyataan ini menuai kecaman luas, karena dianggap sebagai upaya lepas tangan dari tanggung jawab sebagai pemimpin provinsi. “Tidak apa,” respons Luthfi soal deadlock tersebut, yang semakin memicu amarah buruh.
Mereka menilai sikap ini mencerminkan ketidakpedulian terhadap nasib jutaan pekerja yang bergantung pada upah minimum untuk memenuhi Kebutuhan Hidup Layak (KHL), di tengah inflasi dan lonjakan harga kebutuhan pokok.
Lebih lanjut, buruh menuntut kenaikan minimal 10,5% untuk UMP 2026, bukan hanya 4-7% seperti simulasi yang beredar. Mereka juga mengkritik absennya Gubernur Luthfi dalam dialog langsung hari ini, meski perwakilan buruh telah meminta audiensi.
“Ini bukan pertama kali. Pada demo 8 Desember lalu, massa bahkan merobohkan pagar kantor gubernur karena frustrasi atas penundaan. Tapi gubernur tetap diam, seolah-olah jeritan kami tak terdengar,” tambah Karmanto.
Aksi serupa juga terjadi di daerah seperti Pati dan Brebes, di mana buruh lokal menuntut UMK yang lebih adil, tapi respons pemerintah daerah dinilai lamban.
Kepemimpinan Ahmad Luthfi, yang berlatar belakang militer dan politik, semakin dipertanyakan. Buruh menilai ia lebih fokus pada agenda nasional ketimbang isu lokal seperti kesejahteraan pekerja, yang merupakan tulang punggung ekonomi Jawa Tengah sebagai provinsi industri.
“Jika besok penetapan upah masih rendah, kami siap aksi lanjutan. Ini bukan ancaman, tapi hak kami sebagai warga yang merasa dikhianati,” tegas Karmanto mewakili ABJAT.
Hingga berita ini diturunkan, Kantor Gubernur Jawa Tengah belum memberikan respons resmi atas aksi hari ini. Penetapan upah besok diharapkan menjadi titik balik, tapi jika tetap tak memenuhi tuntutan, gelombang protes buruh diprediksi akan semakin membesar.
Buruh Jateng bukan hanya menuntut upah, tapi juga kepemimpinan yang benar-benar “ngopeni” rakyatnya.















