Teropongistana.com Jakarta – Komunitas Perempuan dan Peradaban (KP2) melayangkan pernyataan sikap keras atas dugaan penganiayaan yang dilakukan seorang pejabat tinggi Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) berinisial MAI terhadap istrinya, Yuli. Peristiwa itu terjadi seusai upacara peringatan Hari Kemerdekaan RI, Minggu 17 Agustus 2025, di kantor pusat BPJPH, Jakarta Timur.
Kejadian yang semestinya berlangsung penuh khidmat justru tercoreng ulah pejabat publik. Aksi kekerasan ini dinilai KP2 bukan hanya mencederai martabat perempuan, tetapi juga merusak nama baik institusi negara yang seharusnya menjadi teladan moral dan integritas.
Kronologi Peristiwa
Berdasarkan informasi lapangan dan kesaksian sejumlah pihak, insiden bermula sekitar pukul 10.00 WIB di lantai satu Gedung BPJPH, tepatnya di depan ruangan Dharma Wanita Persatuan (DWP) yang bersebelahan dengan ruangan Satuan Pengawas Internal (SPI).
Saat itu, MAI baru saja pamit kepada istrinya untuk berganti pakaian adat setelah mengikuti upacara kemerdekaan. Namun, istrinya, Yuli, melontarkan komentar bernada sindiran: “Sekalian saja ganti baju berdua dengan FS,” merujuk pada seorang pegawai perempuan yang diduga bernama FS dan saat itu tengah mengikuti MAI.
Ucapan tersebut memicu amarah MAI. Tanpa kendali, ia diduga langsung memukul istrinya sambil melontarkan kata-kata kasar dan jorok. Peristiwa tersebut disaksikan sejumlah pegawai dan pengurus DWP. Salah seorang pengurus bahkan mengalami shock akibat menyaksikan langsung kejadian itu.
Aksi penganiayaan kemudian dihentikan setelah pengurus DWP berusaha menyelamatkan korban dari amukan lebih lanjut. Insiden ini diduga terekam jelas oleh kamera CCTV kantor BPJPH, sehingga menjadi bukti otentik atas dugaan tindak kekerasan tersebut.
Pernyataan Sikap KP2
Menanggapi kejadian itu, Komunitas Perempuan dan Peradaban (KP2) mengeluarkan lima poin sikap resmi yang disampaikan pada 29 Agustus 2025 di Jakarta:
Mengecam keras tindakan kekerasan – KP2 menilai kekerasan dalam bentuk apa pun, apalagi dilakukan pejabat negara di lingkungan kerja, merupakan pelanggaran moral, etika, dan hukum.
Menegaskan kekerasan tidak dapat ditoleransi – BPJPH seharusnya berdiri di atas nilai kejujuran, integritas, dan keadilan. Pejabat yang berperilaku brutal di ruang publik mencerminkan krisis moral yang tidak pantas dipertahankan.
Menuntut pemecatan dengan tidak hormat – KP2 mendesak pimpinan BPJPH dan pihak berwenang untuk segera memberhentikan MAI dari jabatannya jika terbukti bersalah, sekaligus memprosesnya melalui jalur hukum.
Seruan moral – KP2 mengingatkan bahwa BPJPH tidak boleh menjadi tempat berlindung bagi pejabat bermental jahat. Lembaga ini harus menjadi teladan, bukan institusi yang menutupi aib kekerasan.
Komitmen mendukung korban – KP2 menegaskan pihaknya akan terus berdiri bersama para korban kekerasan, mendorong terciptanya lingkungan kerja yang sehat, adil, dan bebas dari pelecehan di semua lini pemerintahan maupun lembaga masyarakat.
“BPJPH tidak pantas dihuni, apalagi dipimpin oleh pejabat yang bermental jahat. Demi menjaga marwah dan kredibilitas BPJPH, pejabat pelaku kekerasan harus diberhentikan dengan tidak hormat,” tegas KP2 dalam pernyataan resminya.
Dasar Hukum dan Potensi Sanksi
Tindakan yang dilakukan MAI berpotensi menjerat sejumlah aturan hukum dan disiplin ASN, antara lain:
KUHP: Pasal 351–352 tentang penganiayaan, Pasal 335 tentang perbuatan tidak menyenangkan, Pasal 421 tentang penyalahgunaan kekuasaan, serta Pasal 418 tentang perbuatan tercela pejabat.
UU No. 20/2023 tentang ASN: Pejabat negara wajib menjaga martabat dan integritas. Pelanggaran berat seperti kekerasan dapat dikenakan sanksi disiplin berat, mulai dari penurunan jabatan hingga pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH).
UU No. 12/2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS): Jika terdapat unsur pelecehan, intimidasi, atau pemaksaan, pelaku dapat dipidana hingga 12 tahun penjara.
UU Perlindungan Saksi dan Korban (UU No. 13/2006 jo. UU No. 31/2014): Korban berhak memperoleh perlindungan, rehabilitasi, dan restitusi dari negara.
UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan jo. UU Cipta Kerja No. 6/2023: Kekerasan di tempat kerja merupakan pelanggaran norma ketenagakerjaan yang wajib ditindak oleh instansi terkait.
Aturan Etik ASN dan Institusi: Pelaku juga dapat diproses melalui Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) atau dewan etik lembaga terkait.
Desakan Publik
Kasus ini memicu keprihatinan luas karena terjadi di institusi negara yang kerap menjadi sorotan masyarakat internasional dalam urusan jaminan produk halal. “Jika dibiarkan, kredibilitas BPJPH tidak hanya runtuh di mata publik dalam negeri, tetapi juga menggerus kepercayaan mitra internasional,” ujar salah satu aktivis KP2.
KP2 menegaskan akan terus mengawal kasus ini hingga aparat penegak hukum, Kementerian Agama, serta pimpinan BPJPH mengambil langkah tegas. Organisasi ini juga menyerukan agar budaya kekerasan terhadap perempuan di lingkungan kerja segera dihentikan dan diganti dengan budaya keteladanan.
Penutup
Kasus dugaan penganiayaan pejabat BPJPH terhadap istrinya menjadi alarm keras tentang rapuhnya moralitas pejabat publik. KP2 menuntut agar pemerintah, khususnya Kementerian Agama, bertindak cepat untuk mengembalikan marwah institusi.
“Semoga ini menjadi perhatian serius bagi semua pihak agar kasus serupa tidak terulang di masa mendatang,” tutup pernyataan KP2.