Teropongistana.com, Jakarta — Kementerian Agama resmi mengumumkan kebijakan relaksasi perkuliahan bagi Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) yang terdampak bencana banjir dan longsor. Kebijakan ini dituangkan dalam Surat Edaran Ditjen Pendidikan Islam yang terbit pada 1 Desember 2025—tepat setelah alam menunjukkan bahwa ia lebih cepat gerakannya daripada prosedur birokrasi mana pun.
Surat edaran tersebut ditujukan kepada seluruh pimpinan PTKI se-Indonesia, mengingat situasi bencana telah membuat sejumlah kampus “cuti paksa” akibat akses transportasi putus, jaringan internet tersengal-sengal, hingga ruang kuliah berubah fungsi menjadi kolam serbaguna.
Direktur Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam, Sahiron, menjelaskan bahwa kebijakan ini diambil sebagai bentuk respons cepat agar kegiatan akademik tidak berhenti total. “Hak belajar harus tetap terpenuhi, meskipun kalau kampusnya masih kebanjiran, ya tidak mungkin juga kita minta mahasiswa renang dulu baru masuk kelas,” ujarnya di Jakarta.
Sahiron menegaskan bahwa keselamatan mahasiswa dan dosen adalah prioritas. Kalimat yang sebenarnya tidak perlu ditegaskan lagi, sebab semua orang sudah sepakat bahwa proses belajar tidak layak dilakukan ketika sepatu dan motor sedang mengambang terbawa arus.
Relaksasi diberikan dalam berbagai bentuk: penyesuaian kalender akademik, fleksibilitas metode pembelajaran, kelonggaran evaluasi, dan toleransi untuk kehadiran. Bagi sebagian mahasiswa, terutama yang jarang hadir karena alasan non-bencana, poin terakhir mungkin terdengar seperti kemenangan kecil di tengah musibah besar.
Kemenag juga meminta kampus-kampus melakukan asesmen cepat dan melaporkan kondisi aktual. Tentu, kecepatan asesmen akan sangat bergantung pada kondisi lapangan—terutama jika sinyal internet di wilayah terdampak masih naik turun seperti harga cabai menjelang akhir tahun.
“Negara hadir,” kata Sahiron, sebuah frasa yang biasanya memulai paragraf bagus dalam rilis resmi, meski di lapangan hadirnya negara seringkali bersamaan dengan hadirnya drone BNPB, perahu karet, dan wartawan televisi.
Kebijakan relaksasi ini berlaku selama masa tanggap darurat dan akan disesuaikan dengan perkembangan situasi di lapangan—yang kadang berubah secepat debit air naik saat hujan deras 3 jam saja.
Dengan kebijakan ini, Kemenag berharap proses pendidikan tetap berjalan, minimal secara daring. Dan jika sinyal hilang? Ya, itu bagian dari “ujian kehidupan” yang belum sempat masuk dalam kurikulum resmi, tapi sudah sangat sering dihadapi mahasiswa Indonesia. (Kei)















